Penistaan agama kerap terjadi di negeri ini. Namun, belum ada respon tegas dari negara terhadap banyaknya kasus penistaan agama.
Kasus terbaru muncul dari Eko Kuntadhi melalui cuitan media sosial. Twitternya yang mengolok-ngolok ceramah dari ceramah ustadzah Imas Fathimatuz Zahra atau diakrab dipanggil dengan Ning Imas, apa yang dioloknya dengan bahasa yang kasar adalah penjelasan tafsir ayat al-quran yang sesuai dengan pandangan salah satu imam; yaitu Imam Ibnu Katsir.
Padahal yang disampaikan penjelasan Ning Imas ini tidak boleh diremehkan,sebab beliau adalah putri dari KH. Abdul Kholiq Ridwan yang merupakan pengasuh di pondok pesantren Al-Ihsan Lirboyo dan juga beliau memiliki sanad keilmuan yang tinggi.
Jika melihat hal ini dapat dinyatakan bahwa Eko Kuntandhi melanggar ketentuan pasal 30 KUHP terkait menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu dan dapat juga ditinjau sudah menyebar kebencian dan permusuhan berdasarkan SARA (suku,agama,ras dan antargolongan) dalam pasal 28 ayat (2) .
Bukan kah sudah jelas jerat hukum yang diberlakukan saat ini untuk saudara Eko Kuntadhi?. Lalu kenapa belum juga diterapkan ? , padahal dalam Pancasila ke-4 disebutkan “kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan”.
Pada kamis 15/9/2022 Eko mengunjungi ponpes Liyorboyo dan menyampaikan permohonan maafnya, namun meskipun Eko telah meminta maaf, tetap saja ketetapan meneggakan aturan untuk menghadirkan ketegasan dalam keadilan bersama itu wajib adanya. karena persoalan penistaan agama bukan pada suatu lembaga ponpes ataupun seorang individu saja yang dikredibilitasi atas kedudukannya melainkan agama islam yang luhur yang seharusnya dipertanggung jawabkan kepada Allah, Rosul sebagai pengemban risalahnya dan seluruh umat islam sebagai pemeluknya.
Sebelum penistaan yang dilakukannya, ternyata Eko punya riwayat panjang menyerang pribadi sejumlah ulama di Indonesia. Riwayat panjang Eko Kutandhi menyerang sejumlah ulama ini berlangsung dalam hitungan tahun. Contohnya Eko pernah mendukung langkah Singapura mengdeportasi Ustadz Abdul Shomad ,sampai menfitnah Ustadz Adi Hidayat tidak semua saluran bantuan disalurkan ke Paletina ( mengkorupsi ).
Kita pelu cermati bahwa persoalan agama harus direspon tegas terutama yang akan membuat jera pelaku penistaan yang lain supaya tidak terulangi kembali.
Nabi mengajarkan kepada kita sebagai seorang muslim yang selalu menjujung tinggi agama islam, juga apa yang Rasul SAW sabdakan ;”islam adalah agama yang tinggi dan tidak ada yang lebih tinggi dari nya apa pun itu “,
Maka sepatutnya kita sebagai seorang muslim tidak boleh diam maupun menggangap suatu yang lumrah saja. Pada dasarnya ketika ada penista agama maka secara tidak langsung menista Rosululah SAW sebagai sumber syariat, sebagai pembawa, pengemban, penyiar risalah islam.
Berulangnya kasus penodaan dan penistaan agama, ini membuktikan negara gagal menjaga kemuliaan dan kesucian agama islam. Hal ini pula tidak lepas dari paradigma sekuler pada saat ini,yang sementara itu sekulerisme adalah memisahkan peran agama dari kehidupan,dan akibat dari pemisahan ini menganggap agama bukan sesuatu yang sakral yang wajib untuk dijaga dan diutamakan namun sikap bebas dalam mengekspresikan sesuatu menjadi sandaran dalam perbuatan. Karenanya, kasus penistaan agama akan terus berulang dalam system demokrasi,sistem yang menjujung tinggi kebenasan individu.
Selain hal itu pentingnya keberadaan peran negara yang tegas meneggakan keadilan, dan Ketika negara tidak mengsaksi keras para penista maka hanya akan membuat penista tidak akan jera atas perbuatannya. Sepintas, keberadaan hukum hanya untuk meredam kegaduhan public bukan memberi solusi tuntas .
Sehingga, apa yang kita butuhkan keadilan yang bersumber hanya pada negara islam, yang menjadikan islam sebagai pamduan dalam menenggakan hukum . dalam islam,agama adalah sesuatu yang wajib dijaga dan dimuliakan. Sebab berdiri gagasan utama negara seharysnya adalah memelihara dan melindungi agama karena itu negara pasti akan memastikan dan tidak membiarkan para penista subur di system islam dan negara akan menghukum jera atas perbuatannya.
Di zaman nabi,dalam hadis diriwayatkan oleh imam Abu Daud pernah terjadi penghinaan pada nabi oleh seorang budak perempuan ummul walad yang membuat syair-syair yang berisi menista,mencela,menghina nabi yang terus mengulang perbuatannya hingga suatu malam majikan budak itupun mendengar bahwa sang budaknya menghina nabi Muhamad SAW, kemudian berkali-kali sudah diingatkan namun tetap saja ia mencela nabi sampai akhirnya majikan sang budak menebasnya dengan pedang hingga tewas.
Sampai pada keesokannya berita itu tersebar oleh sekitar penduduk kota dan orang orang pun melapor hal itu kepada Rasul. Ketika Rasul mengetahui dibalik cerita budak yang tewas, beliau mengumumkan kepada seluruh sahabat bahwasanya darah budak itu adalah kesia-siaan berarti ada kehahalan untuk membunuhnya.
Dibalik kisah ini mengajarkan kita bahwa siapa saja yang menghina Rosulullah bahkan syariat Allah maka darah murtad sudah halal baginya dan dihadapan Allah dan manusia dia adalah orang yang terhinakan.
Hanya Khilafah yang dapat menuntaskan masalah penistaan agama. Khilafah tampil sebagai junnah (perisai) yang akan melindungi islam dan kaum muslimin dari berbagai ancaman. wallahu 'alam bishowab.
Post a Comment