(Aktivis Muslimah)
Lagi, banjir melanda sebagian wilayah Indonesia, di Aceh Utara sejak Selasa (4/10) terus meluas. Sebanyak 18.160 warga terpaksa mengungsi dan 5.104 kepala keluarga terpaksa mengungsi ke meunasah atau musala dan dataran tinggi yang tersebar di 28 titik.
Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Aceh Utara, Asnawi mengatakan meluasnya banjir dipengaruhi oleh beberapa faktor. Selain curah hujan tinggi yang masih sering terjadi, kondisi tanggul daerah aliran sungai (DAS) besar juga kehilangan kemampuan menampung debit air yang meningkat. ( http://Katadata.co.id, 6/10/2022)
Tak hanya di Aceh, Banjir juga melanda Jakarta, Hujan yang mengguyur Jakarta serta sejumlah daerah, khususnya di daerah penyangga seperti Depok, Bekasi, serta Tangerang membuat sejumlah wilayah terdampak banjir.
Bahkan, banjir yang terjadi di Jakarta sampai ada yang menyebabkan meninggal dunia. Di mana, berdasarkan kesimpulan sementara BPBD DKI Jakarta, tembok rubuh di MTSN 19 Jakarta yang membuat siswa luka dan meninggal dunia, lantaran tak bisa menahan volume air yang sudah meluap. (Liputan6.com, 8/10/2022)
Bencana Banjir hampir selalu terjadi setiap tahun di berbagai wilayah di Indonesia, namun nampaknya upaya antisipasi dan mitigasi bencana belum diperhatikan secara serius dan seksama padahal peringatan BMKG terus diberikan.
Seperti bencana banjir di Jakarta, Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati mengatakan, "sebenarnya pihak BMKG sudah memberi peringatan sejak awal dan di ulang setiap harinya". (Liputan6)
Indonesia memang termasuk wilayah potensial bencana, terutama banjir. Dalam catatan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), sepanjang periode 1 Januari hingga 9 Oktober ini saja, sudah terjadi 2.718 kali bencana alam di Indonesia.
Di antaranya, bencana banjir terjadi 1.083 kali, tanah longsor 483 kali, dan cuaca ekstrem 867 kali. Sisanya, bencana berupa kebakaran hutan, gempa bumi, gelombang pasang, dan abrasi.
Masalah bencana banjir ini bukan perkara baru. Nyaris setiap musim penghujan bencana banjir pasti jadi langganan. Risiko ekonomi dan sosial yang ditimbulkan pun sudah tidak terhitung lagi. Sementara masyarakat dipaksa menerima keadaan, dengan dalih semua terjadi lantaran faktor alam.
Padahal, penyebab banjir tidak semata faktor alam. Ada banyak hal yang harus dievaluasi dari perilaku manusia, utamanya terkait budaya dan kebijakan struktural dalam pembangunan. Begitupun dengan dampak yang ditimbulkan. Seringkali negara gagap melakukan mitigasi bencana sehingga berbagai dampak tidak terantisipasi sebaik-baiknya. (Muslimah.net)
Intensitas curah hujan sebenarnya sebagai faktor pemicu saja, kondisi lahan, saluran air, dan kerusakan lahan dapat berpengaruh signifikan terhadap banjir.
Curah hujan yang tinggi tidak akan jadi masalah jika hutan-hutan tidak ditebangi, tanah resapan tidak dibetoni, daerah aliran sungai tidak mengalami abrasi, dan sistem drainase dibuat terintegrasi.
Bukankah Allah Swt. telah menciptakan sistem hidup yang penuh keseimbangan dan harmoni? Kehadiran hujan pun sejatinya mendatangkan rahmat, bukan menjadi laknat.
Orientasi pembangunan yang tidak memperhatikan dampak bagi masyarakat juga sangat mempengaruhi.
Eksploitasi lahan tambang, alih fungsi lahan, dan deforestasi faktanya memang kian tidak terkendali. Permukaan tanah pun makin turun akibat konsumsi air tanah untuk penunjang fasilitas hunian-hunian elit dan industrialisasi.
Begitu pun dengan sungai. Volumenya makin menyempit akibat melimpahnya produksi sampah dan sedimentasi dampak hunian di bantaran kali.
Wajar jika Global Footprint Network menyebut bahwa tahun 2020 Indonesia mengalami defisit ekologi sebanyak 42%. Artinya, konsumsi terhadap sumber daya lebih tinggi daripada yang saat ini tersedia dan berdampak pada berkurangnya daya dukung alam. (ipb.ac.id, 08/02/2022)
Banjir ini kejadian berulang dan selalu ada kerugian dan dampak yang dilahirkan, maka hendaknya pemerintah harus betul-betul memperhatikan bagaimana solusi tuntas mengatasi hal ini.
Fokus pada pembangunan tapi abai terhadap tata ruang dan tata wilayah hingga akhirnya rakyatlah yang terkena dampaknya.
Hendaknya fokus pada mitigasi bencana dan akar persoalannya bukan kepada materi yang dihasilkan sehingga melakukan pembangunan yang tidak memikirkan dampaknya.
Islam adalah solusi
Dalam islam, penguasa akan lebih memprioritaskan keselamatan rakyatnya. Termasuk dalam mitigasi bencana, mengurus kebutuhan rakyat, pemimpin seperti ini hanya akan lahir dalam sistem Islam, karena Pemimpin atau penguasa adalah percaya atau pengurus.
Sebab Rasul Saw bersabda : "Imam adalah Raa'in (penggembala) dan dia bertanggung jawab atas rakyatnya." (HR. Bukhari)
Sistem ini akan bersungguh-sungguh mengurus rakyatnya, karena tanggung jawab mereka bukan hanya di dunia tapi juga di akhirat. Salah satu bentuk tanggungjawab itu sistem Islam akan optimal mencegah penyebab banjir, sehingga masyarakat akan terjaga dan terhindar dari banjir.
Adapun upaya yang dilakukan adalah dilihat dari beberapa aspek yaitu apabila banjir disebabkan oleh faktor alam semisal pengaruh musim dan curah hujan, maka akan memaksimalkan peran BMKG untuk memetakan wilayah-wilayah potensi bencana kemudian di wilayah itu akan di persiapkan sebagai wilayah siaga bencana.
Tindakan ini untuk meminimalisir korban jiwa dan kerugian harta benda. Namun jika banjir disebabkan oleh faktor-faktor yang bisa dilakukan upaya pencegahan seperti keterbatasan daya tampung tanah terhadap curah air akibat hujan, gletser, rob dan lain sebagainya maka akan dibangun bendungan.
Pada saat Islam berdiri sebagai sistem selama 1.300 tahun banyak bendungan yang dibangun oleh kaum muslim. Baik untuk mencegah banjir atau keperluan irigasi. Salah satunya adalah bendungan *Guadalquivir* di Kordoba yang di arsiteki oleh Al Idrisi, bendungan ini masih bisa difungsikan hingga sekarang. Juga akan melakukan pengerukan secara berkala terhadap sungai, danau dan kanal-kanal agar tidak terjadi pendangkalan.
Upaya yang lain adalah memetakan daerah yang rawan genangan air dan membuat kebijakan agar masyarakat tidak membangun pemukiman di wilayah tersebut. Kemudian apabila ditemui kasus yang pada awalnya aman dari banjir namun kemudian wilayah itu mengalami penurunan tanah sehingga terkena banjir. Maka akan dibangun kanal, sungai buatan, saluran drainase untuk mengurangi dan memecah penumpukan volume air atau untuk mengalihkan aliran air ke daerah lain yang lebih aman.
Jika hal itu tidak memungkinkan maka harus mengevaluasi penduduk wilayah tersebut dan mengganti kompensasi tempat tinggal mereka, membuat regulasi tata ruang wilayah. Betapa Islam sangat memperhatikan rakyat, tak terkecuali dalam mitigasi bencana seperti banjir.
Wallahu'alam
Post a Comment