( Komunitas Muslimah Rindu Jannah)
Pengantar
Istilah subsidi saat ini menjadi banyak diperbincangkan oleh berbagai macam kalangan mulai dari rakyat bawah, mahasiswa, intelektual hingga pejabat negara. Ya, pemerintah resmi menaikkan harga BBM subsidi pertalite menjadi Rp. 10.000 dan solar menjadi Rp. 6800 per liter. Pemerintah mengambil kebijakan ini karena subsidi BBM dianggap telah membebani APBN hingga Rp502 triliun akibat dari meningkatnya harga minyak mentah Indonesia atau Indonesian Crude Price (ICP). Pemerintah dan parlemen mengasumsikan harga ICP tahun 2022 tembus level US$ 100 per barel menanjak hampir 60% dari asumsi awal US$ 63 per barel ( Insight.kontan.id,24/8/22). Pecabutan subsidi seolah menjadi kartu As dan kebijakan favorit bagi pemerintah ketika bicara masalah biaya dan beban anggaran negara. Walhasil, rakyat menjadi makin sengsara dan jauh dari sejahtera. Bagaimana sebenarnya pandangan Islam tentang subsidi ? Tulisan ini mencoba menjawabnya.
Pengertian dan Fakta Subsidi
Dikutip dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), subsidi adalah bantuan uang dan sebagainya kepada yayasan, perkumpulan, dan sebagainya yang biasanya dari pihak pemerintah.
Sementara itu arti subsidi sebagaimana dilansir dari Investopedia, subsidi adalah bantuan dari pemerintah yang biasanya disalurkan dalam bentuk tunai hingga pengurangan pajak. Subsidi adalah diberikan untuk meringankan beban masyarakat dan seringkali dianggap sebagai tujuan kepentingan umum. Dalam ekonomi, apa itu subsidi biasanya digunakan pemerintah untuk mendukung sektor-sektor tertentu agar berkembang atau bisa bertahan.
Ada beberapa jenis pembagian subsidi. Namun, secara umum subsidi dibagi menjadi dua, yakni subsidi langsung dan subsidi tak langsung. Subsidi langsung yakni subsidi yang diberikan langsung kepada penerimanya. Di Indonesia, subsidi langsung seperti bantuan langsung tunai, subsidi Kartu Indonesia Sehat, dan subsidi Kartu Indonesia Pintar. Sementara subsidi tak langsung yakni subsidi yang tak disalurkan langsung kepada masyarakat, namun biasanya melalui program yang dijalankan pihak lain. Contoh subsidi ini yakni subsidi bunga rumah melalui bank, subsidi pupuk lewat BUMN pupuk, subsidi BBM, subsidi listrik, dan sebagainya.
Istilah subsidi dapat juga digunakan untuk bantuan yang dibayarkan oleh non pemerintah, seperti individu atau institusi non pemerintah. Namun, ini lebih sering disebut dengan derma atau sumbangan.
Subsidi dapat juga berbentuk kebijakan proteksionisme atau hambatan perdagangan ( trade barrier) dengan cara menjadikan barang dan jasa domestik bersifat kompetitif terhadap barang dan jasa impor.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyatakan, APBN Tahun 2022 menjadi shock absorber telah bekerja keras. Konsekuensinya subsidi dan kompensasi energi sesuai Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2022, jumlahnya meningkat tiga kali lipat, yaitu dari APBN 2022 awal Rp152,5 triliun menjadi Rp502,4 triliun.
Dengan perkiraan rata-rata ICP dalam delapan bulan selalu di atas US$100 yaitu US$105/barel dan kurs sekitar Rp14.700-14.800, sementara volume subsidi diproyeksikan mencapai 29 juta kilo liter untuk Pertalite dan 17,4 juta kilo liter untuk Solar, maka subsidi dan kompensasi akan mencapai Rp698 triliun. “Badan Anggaran telah memberikan persetujuan Rp502,4 triliun. Jadi potensi Rp195,6 triliun akan ditagihkan tahun depan. Ini yang akan mempersempit ruangan tahun anggaran 2023,” tandas Menkeu.
Di sisi lain, Menkeu juga mengatakan jika distribusi manfaat subsidi dan kompensasi energi saat ini lebih banyak dinikmati oleh kelompok masyarakat mampu. Ia mengatakan, hanya sebanyak 5% subsidi Solar dan 20% dari subsidi kompensasi pertalite dinikmati oleh yang berhak. (https://www.kemenkeu.go.id)
Subsidi dalam Kapitalisme
Subsidi terkait dengan persoalan peran negara dalam ekonomi terutama dalam pelayanan public ( public service). Dalam sistem kapitalisme sendiri terjadi perbedaan sikap terkait subsidi ini tergantung konsep peran negara menurut aliran kapitalisme yang dianut.
Kapitalisme klasik/ liberal dengan slogannya laissez faire yang didukung oleh Adam Smith dalam bukunya The Wealth of Nations (1776). Slogan itu artinya “ Biarkan kami (pengusaha) sendiri tanpa intervensi pemerintah”. Walhasil, peran negara sangat terbatas karena semua diserahkan kepada mekanisme pasar. Ternyata kapitalisme liberal ini gagal, terbukti terjadi Depresi Besar
(Great Depression) tahun 1929-1939 di Amerika Serikat akibat runtuhnya pasar modal di Wall Street tahun 1929.
Kemudian ada aliran Kapitalisme Keynesian ( 1930-1970) yang mendorong intervensi pemerintah dalam kegiatan ekonomi termasuk subsidi dari pemerintah. Ide ini mengikuti John Maynard Kyenes dalam bukunya The General Theory of Employmentdan teori ini menjadi basis welfare state ( negara kesejahteraan).
Namun, tahun 1973 ketika harga minyak dunia naik, timbul persoalan di Barat yang tidak bisa diatasi oleh Kapitalisme Keynesian yaitu stagflasi yaitu kondisi kombinasi antara pengangguran ( stagnasi) dengan kenaikan harga (inflasi) yang menurut ide Keynesian tidak mungkin kedua problem terjadi bersamaan.
Akhirnya lahir Kapitalisme neoliberalisme dengan penggagasnya Federick Hayek dan Milton Friedman. Tema utama dari aliran ini adalah pasar bebas, peran negara yang terbatas dan individualisme. Karena peran negara terbatas maka bagi kapitalisme neoliberalisme memandang intervensi pemerintah sebagai “ancaman yang serius “ bagi mekanisme pasar bebas.
Dari sinilah kita memahami mengapa pencabutan subsidi sangat dianjurkan karena pemberian subsidi dianggap sebagai intervensi pemerintah. Masih menurut neoliberalisme, pelayanan publik harus mengikuti mekanisme pasar yaitu negara harus menggunakan prinsip untung rugi dalam penyelenggaran bisnis publik. Pelayanan publik murni seperti dalam bentuk subsidi dianggap pemborosan dan inefisien. ( http://id.wikipedia.org)
Dalam skala internasional neoliberalisme telah menjelma menjadi hegemoni global melalui lembaga internasional seperti WTO, IMF dan Bank Dunia melalui program SAP ( Structural Adjustment Program) yang berbahaya salah satunya adalah penghapusan subsidi.
Hegemoni global neoliberalisme inilah yang menjadi alasan utama pemerintah kita sering mencabut subsidi berbagai barang kebutuhan masyarakat seperti subsidi BBM dan listrik. Dari alasan ideologis inilah lahir alasan lainnya yang bersifat tekno-ekonomis seperti subsidi membebani negara, subsidi salah sasaran, subsidi membuat rakyat tidak mandiri, subsidi mematikan persaingan ekonomi dan lain sebagainya.
Subsidi dalam Pandangan Islam
Islam berbeda dengan Kapitalisme. Kapitalisme memandang subsidi dari perspektif intervensi pemerintah atau mekanisme pasar. Sementara Islam memandang subsidi dari kacamata syariah yaitu kapan subsidi boleh dan kapan subsidi wajib dilakukan oleh negara.
Istilah subsudi ini kita kenal dalam sistem ekonomi Islam sebagai I’tha’u Ad Daulah ( pemberian negara) yaitu sesuatu yang diberikan dari kas negara ( Baitul Mal) kepada rakyat. Pemberian itu dilakukan agar rakyat bisa memenuhi kebutuhan mereka, atau agar bisa memanfaatkan, mengaktifkan atau memproduktifkan apa yang mereka miliki.
Praktik demikian pernah dilakukan oleh Rasulullah saw sebagaimana dinyatakan dalam sirah. Rasulullah saw ketika sampai di Madinah pasca hijrah pernah memberikan tanah kepada Abu Bakar dan Umar, sebagaimana Rasul juga pernah memberikan tanah yang luas kepada Zubair yaitu tanah mati Naqi’ yang di atasnya terdapat pepohonan dan kurma. Rasulullah juga pernah memberikan tanah kepada orang-orang Juhainah dan Muzainah. Khalifah Umar bin Khattab pernah memberikan harta dari Baitul Mal kepada para petani di Irak agar mereka dapat mengolah lahan pertanian mereka.
Atas dasar ini, boleh negara memberikan subsidi kepada individu rakyat yang bertindak sebagai produsen seperti pemberian subsidi pupuk dan benih kepada petani atau subsidi bahan baku kedelai kepada produsen tempe dan tahu. Negara juga boleh memberikan subsidi kepada individu rakyat yang bertindak sebagai konsumen seperti subsidi pangan ( sembako murah ) atau subsidi minyak goreng dan sebagainya.
Subsidi juga bisa diberikan negara dalam bentuk pelayanan publik ( al marafiq al ammah) misal telekomunikasi seperti telepon, pos, fax, internet, trasportasi umum seperti kererta api, kapal laut, dan pesawat terbang.
Hanya di sini perlu diperhatikan I’tha’adalah sebuah tamlik ( pemindahan kepemilikan) sehingga harus mengikuti ketentuan syariah dalam hal muamalah tamlik (pemindahan kepemilikan). Negara tidak boleh memindahkan harta yang bukan miliknya baik itu milik umum maupun milik individu.
Memang benar harta milik umum dan harta milik negara dikelola oleh negara. Namun syariah memberikan ketentuan pengelolaan yang berbeda atas kedua jenis harta ini. Terkait dengan semua yang termasuk kepemilikan umum seperti minyak bumi, gas, tambang dengan deposit yang besar, laut, sumgai, lapangan umum, hutan, padang rumput dan sebagainya maka negara tidak boleh memindahkan kepemilikan kepada individu rakyat bahkan kepada asing, tapi negara berwenang untuk mengelolanya dan memberikan hasil serta manfaatnya kepada semua rakyat demi kemaslahatan rakyat.
Seperti halnya BBM maka negara akan mengelolanya dan hasilnya dikembalikan kepada rakyat bisa diberikan secara gratis, atau dijual ke rakyat dengan harga sesuai ongkos produksi atau sesuai harga pasar , bisa juga diberikan kepada rakyat dalam bentuk uang tunai sebagai keuntungan penjualannya dan sebagainya.
I’tha”u Ad Daulah dan Kesimbangan Ekonomi di Masyarakat
Semua subsidi yang dicontohkan di atas hukum asalnya boleh bagi negara untuk memberikan hartanya kepada rakyatnya sebagai bentuk riayah su’uni ma’al ummah.
Pemberian ini merupakan wewenang negara untuk mengelola harta milik negara, sehingga boleh negara memberikan kepada satu golongan dan tidak pada golongan yang lain. Boleh juga negara mengkhususkan subsidi ini hanya untuk sektor pertanian dan tidak untuk sektor yang lain. Semua ini merupakan hak negara berdasarkan pada ijtihadnya untuk meraih kemaslahatan rakyat.
Namun, dalam kondisi terjadinya ketimpangan ekonomi maka pemberian subsidi yang asalnya hukumnya boleh menjadi wajib, karena negara mempunyai kewajiban untuk mewujudkan keseimbangan ekonomi. Hal ini karena Islam telah mewajibkan beredarnya harta di antara semua individu rakyat tidak hanya beredar hanya untuk golongan tertentu.
Sebagaimana firman Allah Swt
ÙƒَÙŠْ Ù„َا ÙŠَÙƒُÙˆْÙ†َ دُÙˆْÙ„َØ©ً ۢ بَÙŠْÙ†َ الْاَغْÙ†ِÙŠَاۤØ¡ِ Ù…ِÙ†ْÙƒُÙ…ْۗ
“ Supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kalian….” (TQS Al Hasyr (59) : 7)
Rasulullah saw telah membagikan fai’ bani Nadhir hanya kepada kaum Muhajirin tidak kepada kaum Anshor karena Rasul saw melihat ketimpangan ekonomi antara Muhajirin dan Anshor.
Sehingga di tengah naiknya harga minyak dunia mentah seperti saat ini, subsidi BBM tidak sekedar boleh tapi wajib agar tidak terjadi ketimpangan yang semakin lebar di masyarakat antara si kaya dan si miskin.
Khusus untuk sektor pendidikan, keamanan, kesehatan, Islam telah mewajibkan negara untuk memberikan pelayanan publik di ketiga sektor itu secara cuma-cuma alias gratis. Jika pembiayaan negara di tiga sektor itu dianggap subsidi maka itu subsidi menyeluruh di tiga sektor itu hukumnya wajib secara syar’i.
Negara dalam Islam adalah periayah su’uni ummah yaitu melayani segala urusan rakyatnya atas dasar syariah. Dengan konsep inilah kesenjangan akan hilang, sebaliknya akan terwujud kesejahteraan dan keberkahan dunia akhirat.
Wallahu a’lam bi showab
Post a Comment