Stunting Dibantu Asing: No Free Lunch!


Oleh Rahmawati Ayu Kartini 
(Pemerhati Sosial)

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menggandeng sejumlah mitra swasta dan asing untuk memperkuat penanganan penurunan prevalensi stunting. BKKBN menggalang kerja sama dengan Badan Pangan Nasional atau National Food Agency (NFA) untuk upaya pencegahan stunting. Kerja sama itu diwujudkan dengan kegiatan bertajuk "Gerakan Makan Telur Bersama" yang diadakan di Lapangan Desa Kebumen, Sukorejo, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah.

“Makan telur bersama yang diadakan oleh Badan Pangan Nasional  luar biasa dan idenya sangat inovatif, dengan memanfaatkan telur yang sangat melimpah di Kendal untuk mencegah stunting,” kata Kepala  BKKBN Hasto Wardoyo.

Menurut Dokter Hasto, ibu hamil harus mengonsumsi telur karena kandungan proteinnya cukup tinggi sehingga menjadi salah satu upaya peningkatan gizi untuk mencegah melahirkan bayi stunting. (www.republika.com, 25/9/2022)

Kerja sama tersebut dituangkan dalam Nota Kesepahaman (MoU) yang ditandatangani oleh BKKBN bersama Tanoto Foundation, PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMMAN), Yayasan Bakti Barito, dan PT Bank Central Asia Tbk serta Amerika Serikat, melalui United States Agency for International Development (USAID).

Dengan demikian, kolaborasi yang terjalin dengan semua pihak tersebut dapat mempercepat perbaikan kesehatan masyarakat dan mencegah perburukan terhadap aspek pendidikan akibat dampak jangka panjang yang ditimbulkan oleh stunting, baik berupa menurunnya kemampuan kognitif anak, tumbuh kembang tidak optimal hingga mudah terkena penyakit metabolik di usia tuanya.

Direktur USAID Indonesia Jeff Cohen menekankan lewat kerja sama seperti inilah intervensi yang bersifat sensitif maupun spesifik dapat berjalan dengan optimal mewujudkan target yang sudah pemerintah tetapkan.

“USAID gembira bisa memperkuat kemitraan dengan mitra sektor swasta untuk mendukung pencapaian sasaran Pemerintah Indonesia dalam menurunkan prevalensi stunting nasional pada tahun 2024,” kata Jeff.
(jambi.antaranews.co.id, 23/9/2022)

Kurang Gizi Di Negeri Lumbung Padi?

Sudah masyhur Indonesia dikenal sebagai gemah Ripah loh jinawi. Tanah di Indonesia subur salah satunya disebabkan karena Indonesia berada di daerah vulkanis. Indonesia memiliki banyak gunung berapi yang dapat menyuburkan tanah. 

Tanah di Indonesia yang mengandung banyak mineral atau hara tanah mengakibatkan berbagai jenis tanaman dapat tumbuh dengan baik. Kondisi tanah yang mengandung banyak mineral atau hara tanah, iklim tropis dengan sinar matahari dan curah hujan yang cukup merupakan keunggulan bagi wilayah negara kita. Tanah di Indonesia dapat ditanami berbagai jenis tanaman dan memberikan hasil yang melimpah. 

Sejak dahulu, Indonesia selalu kaya dengan hasil dari pertanian seperti padi, kedelai, jagung, kacang tanah, ketela pohon dan ubi jalar. Selain itu, ada juga hasil dari pertanian yang disebut sebagai hasil pertanian tanaman perdagangan yaitu teh, kopi, kelapa, kina, cengkeh, tebu, karet dan yang lainnya.

Pemerintah Indonesia terhitung ambisius dalam memperhatikan sektor pertanian. Menurut pemerintah, setiap tahun harus ada perkembangan ke arah yang lebih baik agar bisa mendapatkan apa yang ditargetkan sejak awal. Pada tahun 2020, komoditas dari sektor pertanian yang ditargetkan mencapai level swasembada adalah kedelai, tahun 2024 giliran gula industri. Lalu masuk ke tahun 2026 menjadi milik daging sapi dan pada tahun 2045, Indonesia sudah menjadi lumbung pangan dunia. (estindonesia.go.id)

Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita (bayi di bawah 5 tahun) akibat dari kekurangan gizi kronis sehingga anak terlalu pendek untuk usianya. Kekurangan gizi terjadi sejak bayi dalam kandungan pada masa awal setelah bayi lahir akan tetapi, kondisi stunting baru nampak setelah bayi berusia 2 tahun. (diskes.baliprov.go.id, 12/5/2022)

Berdasarkan hasil Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) Kementerian Kesehatan, prevalensi Balita stunting sebesar 24,4% pada 2021. Artinya, hampir seperempat Balita Indonesia mengalami stunting pada tahun lalu. Namun, demikian, angka tersebut lebih rendah dibanding 2020 yang diperkirakan mencapai 26,9%.  (databoks,katadata.co.id, 8/7/2022)

Sungguh ironis. Di Indonesia yang subur dan kekayaan alamnya melimpah, ternyata seperempat balitanya kekurangan gizi. Apakah rakyat kesulitan untuk mendapatkan makanan bergizi? Bukankah rakyat Indonesia pemilik sah kekayaan negeri ini? Apa penyebab kekurangan gizi di negeri lumbung padi?

Lemahnya Negara Menangani Stunting

Dalam menangani Stunting, pemerintah melakukan tindakan intervensi. Intervensi yang dilakukan pemerintah kelompokan menjadi intervensi sensitif dan intervensi spesifik. Intervensi gizi spesifik dilakukan oleh sektor kesehatan  melalui Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) dan Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu). Intervensi gizi sensitif dilakukan oleh sektor lain di luar kesehatan yang terkait dengan upaya penanggulangan stunting.

Intervensi sensitif dilakukan melalui berbagai program kegiatan, di antaranya penyediaan akses air bersih, penyediaan akses terhadap sanitasi salah satunya melalui program STBM, fortifikasi bahan pangan oleh Kementerian Pertanian, penyediaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), penyediaan Jaminan Persalinan Universal (Jampersal), pemberian pendidikan pengasuhan pada orang tua, pemberian pendidikan anak usia dini universal oleh kementerian pendidikan dan kebudayaan, Keluarga Berencana (KB), pemberian edukasi kesehatan seksual dan reproduksi, serta gizi remaja, pengentasan kemiskinan dan peningkatan ketahanan pangan dan gizi. (diskes.baliprov.go.id, 12/5/2022)

Dalam mewujudkan ketahanan pangan, Pemerintah terus menjaga ketersediaan pangan melalui pilar ketahanan pangan, yang terdiri dari tersedianya pangan yang cukup baik jumlah maupun mutunya, terjangkaunya pangan atau memiliki sumber daya untuk mendapatkan pangan, serta penggunaan pangan yang tepat berdasarkan pengetahuan gizinya. 

Namun sayangnya, hal ini tak disertai komitmen serius mempertahankan lahan-lahan pertanian yang memang diperuntukkan untuk sawah dan bercocok tanam. Alih fungsi lahan pertanian untuk hunian cukup memprihatinkan.

Dan faktanya, rakyat sebagai pemilik sah kekayaan alam, saat ini mengalami kesulitan dalam mengakses bahan pangan. Karena harga kebutuhan pokok seperti beras, telur, minyak goreng, dll yang terus membumbung tinggi disertai kenaikan harga BBM, setelah sebelumnya dihantam pandemi covid. Jumlah penduduk miskin dan kelaparan pun bertambah. Wajarlah jika jumlah stunting terus meningkat. Sebab rakyat kecil kesulitan mengakses bahan pangan. Mestinya pemerintah harus memudahkan rakyatnya mendapatkan bahan pangan yang cukup dengan memberikan harga murah. Ketahanan pangan mestinya tidak hanya bagus secara konsep, namun harus serius direalisasikan demi kepentingan rakyat banyak.

Rakyat Indonesia pun memiliki generasi yang cerdas dan ahli-ahli yang mampu kelola kekayaan alam, tidak perlu diserahkan kepada swasta atau asing dengan alasan tidak mampu. Allah memberi kekayaan alam kepada negara ini, karena percaya kita mampu mengelolanya.

No Free Lunch, Tidak Ada Makan Siang Gratis

Sayangnya, pemerintah bukannya menyelesaikan masalah mendasar stunting, yakni kemudahan rakyat dalam mengakses bahan pangan dengan mengelola kekayaan alam sendiri, namun justru bekerjasama dengan asing untuk mengatasi persoalan stunting. Padahal kita tahu, di era liberalisasi ini tidak ada yang namanya makan siang gratis. Pihak asing pasti akan meminta imbalan atas bantuan mereka. Karena sudah sifat asing/barat dalam sistem ekonomi kapitalisme liberal, untuk mendapatkan keuntungan materi sebanyak-banyaknya.

Seorang tokoh kapitalisme barat berkata: "Utang Luar Negeri akan memastikan anak–anak hari ini dan cucu mereka di masa depan menjadi sandra. (dengan utang –ed) Mereka harus membiarkan korporasi kami menjarah sumber daya alam mereka, dan harus mengorbankan pendidikan, jaminan sosial hanya untuk membayar kami kembali". (John Perkins) 

Alih-alih membawa perbaikan kondisi ekonomi, apa yang disebut sebagai “bantuan” tersebut justru secara sistematis membukakan jalan untuk menghisap negara penghutang hingga bangkrut. Sehingga lebih tepat kiranya untuk mengganti sebutan “lembaga donor pemberi bantuan” menjadi “rentenir”.

Sandiwara “bantuan” rentenir tidak hanya langsung disalurkan lewat mekanisme bilateral, kebanyakan dilewatkan melalui lembaga keuangan multilateral, seperti misal International Monetary Fund (IMF), Asian Developtment Bank (ADB), dan Bank Dunia. Jargon yang mereka dengung-dengungkan selalu sama yakni ingin membangun kehidupan yang lebih baik. Namun, menjadi problematis sebab tidak jelas kehidupan siapa yang ingin dibuat untuk menjadi lebih baik, negara pengutang? atau lembaga dan negara rentenir?

Praktek kotor ternyata juga digunakan kreditur untuk membujuk negara penerima utang. Praktek kotor ini diungkapan secara menarik oleh salah satu pelaku yakni John Perkins (bekerja di Dinar Pertahanan Amerika Serikat) melalui bukunya yang berjudul The New Confessions of an Economic Hit Man. John perkins merupakan agen khusus Amerika yang ditugaskan untuk membuat berbagai negara di dunia menerima tawaran utang. Perkins memerankan diri sebagai Preman Ekonomi atau Economic Hit Man (EHM). Strategi umum yang dia gunakan dimulai dengan iming-iming proyeksi tingginya laju pertumbuhan ekonomi. Perkins berupaya menjual proyeksi-proyeksi hasil analisanya yang cenderung melebih-lebihkan, daripada kenyataan yang sesungguhnya. Dia tidak bekerja sendiri, bersama dengan tim dia menyusun proyek yang tepat agar tawaran utang bisa terealisasi.

Dibalik niat besar untuk memaksakan utang terdapat motif besar yang tersembunyi. Motif pertama adalah memperoleh keuntungan finansial, lewat bantuan berupa utang luar negeri. 

Motif kedua yakni menjadikan negara penghutang sebagai pasar maupun penyangga sumber daya.  Guna memperlancar upaya eksploitasi, negara atau lembaga rentenir memaksa pemerintah negara berkembang menjalankan agenda liberalisasi.

Motif ketiga yang juga menjadi efek dari motif kedua yakni penyebaran Ideologi. Proses penetrasi liberalisasi yang dilakukan turut serta menanamkan nilai-nilai kapitalisme dan liberalisme. 

Tentu tidak ada negara yang ingin berada dibawah cengkraman imperialisme, akan tetapi negara bekas penjajah menjadi rentenir memiliki berbagai macam metode pemaksaan utang/bantuan. Hingga akhirnya ketika negara tersebut melunak, negara kreditur akan datang ibarat pahlawan. (mapcorner.wg.ugm.ac.id)

Bantuan asing untuk mengatasi stunting, atau persoalan-persoalan yang lain mestinya harus diwaspadai dan ditolak. Karena tidak mungkin mereka datang tanpa ada maksud.  Kedaulatan negara harus dilindungi dari intervensi negara asing, agar kita tidak terjajah kembali.

Solusi Tuntas Kasus Stunting

Islam tidak hanya sekedar agama, namun juga pandangan hidup (ideologi). Allah SWT sebagai pencipta manusia, maha mengetahui apa yang terbaik untuk manusia. 

Allah telah memberikan solusi atas segala permasalahan hidup, yang diturunkan lewat Al-Qur'an dan hadist serta sumber hukum Islam lainnya. Bagaimana Islam mengatasi stunting?

Pertama, Islam telah menjelaskan bahwa pemimpin adalah penanggung jawab atas segala urusan rakyatnya. Rasulullah SAW bersabda, "Imam [kepala negara] itu laksana penggembala, dan dialah penanggung jawab rakyat yang digembalakannya." (HR. Bukhari Muslim)

Adalah tanggung jawab pemimpin/pemerintah menyediakan kebutuhan pokok yang mudah diakses oleh rakyat. Kebutuhan pokok dalam Islam meliputi: sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Inilah yang harus diwujudkan pemimpin dalam sebuah negara.

Kedua, kekayaan alam yang dimiliki rakyat diharamkan untuk diswastanisasi. Ini berdasarkan hadits:

"Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api". (HR. Abu Dawud dan Ahmad).

Karena itu, bahan pangan yang mestinya mudah dan murah untuk rakyat, tidak boleh diserahkan kepada swasta atau asing. Sebab mereka akan menguasai harga, sehingga bisa menyulitkan rakyat untuk membelinya.

Ketiga, pemerintah harus mewujudkan ketahanan pangan dengan memberi bantuan kepada petani agar dapat menghasilkan panen yang melimpah. Bantuan dari pemerintah bisa memberikan kemudahan petani mendapatkan pupuk, pengairan, modal, dll. Dengan panen melimpah diharapkan dapat memenuhi kebutuhan warga negara. Serta kemandirian negara dapat terwujud, tidak tergantung kepada asing.

Keempat, pemerintah harus memperhatikan kebutuhan pokok tiap-tiap warga dengan data yang akurat. Sehingga akan segera diketahui masyarakat yang mengalami kurang gizi, kelaparan, dll. Ini sebagaimana yang telah dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khattab yang berkeliling di malam hari, untuk mengetahui apakah rakyatnya sudah tercukupi kebutuhannya.

Kelima, bagi yang sudah terkena stunting, pemerintah harus segera memudahkan pengobatan dan pemulihan dengan menyediakan akses kesehatan yang murah bahkan gratis.

Wallahu a'lam bishowab.

Post a Comment

Previous Post Next Post