RUU Sisdiknas Terbaru: Nasib Kesejahteraan Guru Terancam?


Oleh Susci
 (Anggota Komunitas Sahabat Hijrah Balut-Sulteng)

Polemik kesejahteraan guru kini kembali di perbincangkan publik. Hal ini buntut dari naskah terbaru Rancangan Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) yang diajukan oleh pemerintah melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) kepada DPR. 

Sebagian pihak fraksi DPR menganggap bahwa RUU Sisdiknas banyak memberikan kerugian di bidang pendidikan jika dimasukkan dalam program legislasi nasional (prolegnas). Salah satunya terdapat pada tunjangan atau profesi guru yang terdapat pada pasal 105 huruf a hingga huruf h yang memuat hak guru atau pendidik. Di sana, tidak satu pun ditemukan klausul hak guru mendapatkan tunjangan profesi guru (TPG). Sebab, hanya memuat klausul hak penghasilan, jaminan sosial dan penghargaan yang disesuaikan dengan prestasi kerja. (beritasatu.com, 4/9/2022)

Pendidikan merupakan sarana penting dalam menciptakan generasi taat, unggul, tangguh, terampil, disiplin, dan bertanggungawab. Pemenuhannya menjadi vitamin penambah energi dan semangat untuk terus berkarya. Pendidikan tak bisa dipisahkan dari penyediaan sarana dan prasarananya. Manifestasi dari pendidikan harus diupayakan secara produktif agar mencapai output yang gemilang.

Pembangunan pendidikan menjadi tugas dan tanggung jawab negara. Negara harus memastikan ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan secara menyeluruh dan berkualitas, khususnya dalam menghadirkan tenaga kerja guru yang kompeten dalam bidangnya.

Guru merupakan kebutuhan pendidikan utama. Kualitas dan kapasitas guru menentukan hasil peserta didik. Peran seorang guru tidaklah mudah, dibutuhkan talenta kesabaran dan ketangguhan. Profesi yang tak mudah ini seharusnya diwujudkan jaminan kesejahteraan bagi para guru. 

Perwujudan dari RUU sikdiknas menggambarkan kurangnya pemenuhan hak guru. Jika pemenuhan hak guru tidak teroptimalkan, maka semangat dan upaya guru juga akan terganggu. Tunjangan sudah menjadikan tumpuan harapan para guru untuk menambah pemenuhan kebutuhan hidup mereka. Jika tunjangan guru diberhentikan, maka akan mengancam kesejahteraan guru. Mengingat gaji saja tak cukup untuk memenuhi kehidupan yang setiap hari terus mengalami peningkatan. 

Terhambatnya kesejahteraan guru tak bisa dilepaskan dari paradigma penerapan kapitalisme sekularisme. Sistem yang berasaskan pada manfaat. Sistem kapitalisme sekularisme tampak tidak begitu memposisikan hak guru.

Penghapusan tunjangan guru menjadi acuan bahwa negara sedang mengalami keterhambatan ekonomi dalam membiayai dan memenuhi hak guru. Pengelolaan ekonomi yang kapitalistik dan materialistik hanya akan mementingkan kepentingan pribadi, dibandingkan mengurusi urusan umat. Selain itu, peningkatan ekonomi hanya diharapkan pada pajak, utang, dan investasi. Utang makin bertambah dan investasi makin menguntungkan para investor. Dalam hal ini, masyarakatlah yang harus menanggung dampak dari ekonomi kapitalistik


Dalam Islam, posisi guru sangatlah dimuliakan. Keberadaannya menjadi kebutuhan penting negara. Sebab, ilmu dan pengetahuan akan menjadi lentera dalam kegelapan. 

Islam memiliki bentuk pembangunan pendidikan yang struktural. Mulai dari kurikulum hingga teknis pelaksanaannya. Islam juga menyediakan standar gaji guru yang sangat tinggi. Sebagaimana yang terjadi pada masa khalifah Umar bin al-Khattab. Negara memberikan gaji guru di Madinah masing-masing 15 dinar (1 dinar=4,25 gr emas). Kalau satu gram emas sama dengan Rp 1 juta, maka gaji guru pada saat itu sebesar Rp 63,75 juta per bulan. 

Dalam Islam, posisi guru sangatlah diistimewakan. Mengingat perannya yang tak mudah, harus tampil dalam memperbaiki pola pikir dan pola sikap peserta didik. Begitulah Islam, akan menjamin terpenuhinya kesejahteraan guru secara menyeluruh. Sehingga, tak merasa diabaikan dari hak mereka yang telah memberikan jasa.

Kesejahteraan yang diberikan kepada guru merupakan bentuk keberhasilan Islam dalam mengelola perekonomian negara. Islam memiliki sistem yang mengatur bentuk pengelolaaan perekenomian. Islam telah mencetak sejarah pemerintahannya. Berkuasa kurang lebih 13 abad. Hal ini sebagaimana masa kekhilafahan Umar bin Al-Khattab yang telah mendirikan tempat pengelolaan keuangan yang disebut Baitul Mal. 

Baitul Mal memiliki sumber pemasukan dan pengeluaran. Sumber pemasukan berasal dari diwan fa'i dan kharaj, diwan kepemilikan umum dan diwan sadaqat. Negara pula akan memanfaatkan SDA yang ada untuk dikelola secara mandiri tanpa adanya intervensi dari pihak manapun. Islam tidak akan mengambil pajak dan investasi sebagai sumber pemasukan terbesar negara.

Oleh karena itu, Islamlah satu-satunya solusi yang solutif dalam mengatasi problematika hidup. Terkhusus menyangkut bagaimana memberikan kesejahteraan bagi para guru. Solusi Islam yang berasal dari Allah Swt. telah terbukti kebenarannya. Sebab, Islam bukan hanya agama spritual semata, melainkan juga ideologi yang melahirkan sistem peraturan hidup.

Wallahua'lam bishshawab

Post a Comment

Previous Post Next Post