Kontestasi Politik Di Tengah Kenaikan BBM, Bukti Rezim Minim Empati



Oleh Siti Aminah, S. Pd.
(Pegiat Opini Konsel)

Tepat pada tanggal 3 September harga BBM resmi dinaikan. Dengan demikian kenaikan ini sangat mempengaruhi perekonomian rakyat secara signifikan. Karena dampak dari naiknya harga BBM, membuat kebutuhan pokok ikut naik. Belum kering keringat rakyat memikirkan solusi mengatasi dampak domino kenaikan BBM, para petinggi negara termasuk ketua wakil rakyat sibuk mematut diri mencari pasangan kontestasi. Juga memoles diri agar nampak layak kembali mendapat kepercayaan.

Sebagaimana yang dilansir oleh kompas.com (5/9/2022), sinyal untuk bisa bekerja sama dalam pemilihan presiden 2024 secara terbuka disampaikan oleh Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto saat menerima kunjungan Ketua DPP PDI Perjuangan (PDI-P) Puan Maharani pada Minggu (4/9/2022) kemarin.

Dari data di atas menunjukkan bahwa para petinggi negara tidak memiliki empati sedikitpun. Bahkan mereka tidak memiliki kepekaan terhadap apa yang dirasakan oleh rakyat. Sepatutnya rakyat sadar kondisi demikian adalah watak asli dari sistem demokrasi. Sistem ini hanya melahirkan sosok pengabdi kursi bukan pelayan rakyat yang merasakan penderitaan mereka.

Padahal demokrasi memiliki slogan "dari rakyat, untuk rakyat, dan oleh rakyat". Lalu kemana slogan ini ketika rakyat lagi kesusahan? Mestinya jika bersandar pada slogan ini, rakyat harus dijadikan prioritas utama. Rakyat sejatinya menjadi raja, apa yang menjadi kepentingan rakyat harus dilayani dengan baik karena sudah menjadi kewajiban para penguasa. Namun faktanya ketika rakyat dalam kesusahan yang diakibatkan oleh kenaikan harga BBM, malah para petinggi negara sibuk kontestasi politik. Maka bisa disimpulkan bahwa slogan tersebut hanyalah kamuflase untuk mendapatkan simpatik dari rakyat seakan-akan mereka berempati terhadap rakyat.

Mestinya rakyat mulai berpikir dan memahami bahwa sistem hari ini, tidak ada kesungguhan melayani rakyat. Mereka berlepas tangan atau melepaskan tanggungjawabnya terhadap kepentingan rakyat. Kekuasaan dijunjung tinggi, asas manfaat menjadi prioritas utama. Para penguasa dan pengusaha saling kongkalikong untuk mendapatkan apa yang ingin mereka dapatkan. Akhirnya ketika terpilih menjadi penguasa pun, yang ada bukan mengurusi urusan rakyat, malah sibuk mengurusi kepentingan para pengusaha atau para pemilik modal dan diri mereka sendiri.

Jadi, inilah wajah dari sistem kapitalisme demokrasi. Sistem ini berlandaskan pada pemisahan agama dari kehidupan. Aturan yang diterapkan di tengah-tengah masyarakat ada di tangan manusia. Sehingga tidak ada rasa takut ketika mengabaikan urusan rakyat. Tidak mengenal halal haram. Akhirnya yang ada keegoisan untuk berkuasa, kepentingan dijunjung tinggi dan manfaat yang besar ingin diperoleh.

Maka wajarlah rakyat hanya dijadikan sebagai sapi perah di dalam sistem kapitalisme demokrasi. Ketika ajang politik, berbagai janji manis untuk meyakinkan rakyat bahwa merekalah yang layak jadi penguasa. Mereka berjanji akan memperhatikan rakyat kecil. Namun faktanya ketika sudah terpilih rakyat diabaikan dan bisa dikatakan bahwa perhatian terhadap rakyat hanya pada saat ajang politik yakni lima tahun sekali.

Sistem Islam berbeda dengan sistem kapitalisme demokrasi. Sistem Islam bersandar pada hukum syariat yakni Al-Qur'an dan sunah Rasulullah. Jadi apa yang diperintahkan oleh syariat akan dijalankan dan apa yang dilarangnya akan ditinggalkan. Di dalam sistem Islam Allah dan Rasul-Nya memerintahkan seorang penguasa harus mengurusi rakyat dengan baik. Karena perintah ini merupakan kewajiban dari penguasa dan hak dari rakyat untuk dilayani. Tidak melihat apakah ada manfaatnya mengurusi rakyat atau tidak. Karena ketika menyia-nyiakan mereka, maka akan dimintai pertanggungjawaban kelak di yaumil akhir.

Jadi, dalam sistem Islam tidak ada yang berlomba-lomba untuk mendapatkan kekuasaan. Yang ada rasa takut ketika terpilih dan seperti apa nanti pertanggungjawabannya di hadapan Allah Swt. Akhirnya, ketika memimpin mereka berusaha sekuat tenaga untuk melayani rakyat walau nyawa taruhannya.

Sebagaimana kisah Umar bin Khattab, beliau adalah pemimpin yang terbaik bentuk periayahannya atau pelayanannya kepada rakyat. Seperti yang diriwayatkan dari Anas, Perut Umar bin al-Khathab selalu keroncongan di tahun kelabu, sebab ia hanya makan dengan minyak. Ia mengharamkan mentega untuk dirinya. Ia memukul perut dengan jari-jarinya dan berkata, Berbunyilah karena kita tidak punya apa pun selain minyak hingga rakyat sejahtera.

Mestinya pemimpin seperti ini yang harus dicontoh oleh para penguasa. Namun kita tidak akan dapatkan pemimpin seperti ini selagi masih berada di sistem kapitalisme demokrasi. Kita akan mendapatkan periayahan yang sempurna atau pelayanan yang sempurna seperti kepemimpinan Umar bin Khattab mana kala berada dalam sistem Islam yaitu dengan tegaknya kembali khilafah.

Maka, marilah bergandengan tangan memperjuangkan kembalinya sistem Islam. Agar rakyat mendapatkan pelayanan yang utuh dan memperoleh kesejahteraan. Sudah saatnya meninggalkan sistem kapitalisme demokrasi. Karena sistem ini sudah terbukti tidak layak dijadikan pijakan dalam kehidupan.

Wallahu a'lam bishawwab 

Post a Comment

Previous Post Next Post