Kenaikan BBM Bersubsidi Makin Langka, Siap-Siap Naik Harga


Penulis: Luwy Sartika 

Beberapa waktu lalu, beberapa jenis bahan bakar kendaraan yakni pertamax turbo, dexlite, dan pertamina dex yang banyak digunakan masyarakat mengalami kenaikan harga. Hal ini membuat sebagian besar pemilik kendaraan yang biasanya menggunakan tiga jenis bahan bakar tersebut memilih beralih ke jenis pertalite yang harganya lebih terjangkau. Hal ini menyebabkan menyusutnya pembelian bahan bakar seperti pertamax turbo misalnya yang biasanya memiliki antrean yang cukup panjang menjadi sepi di banyak SPBU. Namun sebaliknya, antrean untuk jenis pertalite mengular sepanjang SPBU. Akibat hal ini pada bulan Agustus 2022 muncul kabar bahwa harga bahan bakar pertalite kemungkinan juga akan naik karena melonjaknya tingkat konsumsi masyarakat.


Pengamat energi Watch Mamit Setiawan memperkirakan stok pertalite akan habis di bulan Oktober 2022 apabila tidak ada penambahan kuota. Terhitung kuota pertalite yang diberikan pemerintah hingga akhir tahun ini sebanyak 23,1 juta kiloliter sementara konsumsinya sudah mencapai 16,8 juta kiloliter hingga Juli 2022 atau sekitar 73,04 persen dari total kuota yang ditetapkan. Hal ini wajar terjadi mengingat besarnya daya beli masyarakat terhadap bahan bakar pertalite setelah tiga jenis bahan bakar lain yang biasa digunakan mengalami kenaikan harga yang cukup signifikan. 


Dari sini kemudian muncul beberapa opsi kebijakan yang akan ditempuh untuk mengatasi permasalah tersebut yakni pertama, menyesuaikan harga pertalite dalam artian ada kenaikan harga. Kedua, pembatasan penggunaan BBM jenis BBM tertentu (JBT) dan jenis BBM khusus penugasan (JBKP). Ketiga, yakni dengan pembatasan penggunaan BBM bersubsidi dan menambah kuota BBM bersubsidi. 


Banyaknya masyarakat yang seharusnya menjadi pengguna bahan bakar non subsidi tapi ikut menjadi konsumen bersubsidi membuat ruang bagi masyarakat terutama kalangan menengah kebawah menjadi semakin sedikit dalam memperoleh haknya. Sehingga, apabila hal ini terus menerus dibiarkan, maka akan menyengsarakan rakyat yang berada pada level ekonomi menengah kebawah karena penyaluran bahan bakar subsidi tak tepat sasaran. 


Hal ini seharusnnya tak terjadi di Indonesia yang berstatus sebagai salah satu negara dengan cadangan minyak bumi terbesar di dunia. Dilansir dari gramedia.com setidaknya beberapa daerah yang telah lama dikenal sebagai penghasil minyak di indonesia diantaranya wilayah Jawa Tengah, Kalimantan Timur, Sumatera Selatan, Riau, Jawa Barat, Papua, Jawa Tengah dan Sumatera Utara. Bahkan wilayah Cilacap, Jawa Tengah menempati posisi sebagai kilang minyak terbesar di Asia Tenggara yang memasok sekitar 34 persen kebutuhan BBM nasional. 


Melihat fakta ini sangat mengherankan apabila Indonesia bahkan sampai mengimpor minyak dari Singapura yang tidak memiliki tambang minyak bumi. Rasanya kenaikan harga BBM tak perlu terjadi apalagi mempermasalahkan subsidi yang sepatutnya diperoleh seluruh rakyat bukan mengklasifikasikan berdasarkan taraf ekonomi. Semua ini akan wajar terjadi di negara dengan ideologi kapitalisme yang menganggap subsidi sebagai beban bagi negara. Friedrich Hayek dan Milton Friedman sebagai penggagas utama kapitalisme aliran neo-liberal berpandangan bahwa intervensi pemerintah dalam ekonomi adalah “ancaman paling serius” bagi mekanisme pasar. Sehingga dalam hal ini, subsidi adalah bentuk intervensi pasar sedangkan pelayanan publik harus mengikuti mekanisme pasar yaitu negara harus menggunakan prinsip untung-rugi dalam penyeleggaraan bisnis publik.


Pandangan ideologi ini kemudian membuat negara merasa berat hati memberikan subsidi kepada rakyat karena dipandang sebagai pemborosan dan inefisiensi. ketersediaan SDA yang seharusnya menjadi hak rakyat malah dijadikan bisnis dengan asing dan hanya menguntungkan pihak mereka saja. Kesengsaraan semacam inilah yang dihasilkan oleh sistem kapitalisme maka untuk menghentikannya dibutuhkan sistem Islam yang mengurusi urusan umat tanpa adanya prinsip untung-rugi antara negara dengan rakyat. Nabi Shallallahu 'Alayhi wa Sallam bersabda :" manusia berserikat (punya andil) dalam tiga hal, yaitu air, padang rumput, dan api." (HR. Abu Dawud)


Dalam sistem Islam, kekayaan SDA dengan skala besar seperti tambang migas termasuk ke dalam kategori kepemilikan umum sehingga tidak bisa dinikmati langsung oleh rakyat. Sebab pengelolaannya yang membutuhkan biaya besar, maka negara lah yang akan mengelola dan mengeksplorasi SDA tersebut dan hasilnya akan diberikan kepada rakyat dengan dua mekanisme yaitu secara langsung dengan cara memberikan subsidi kepada rakyat dan tidak langsung dengan cara menjamin segala fasilitas sarana prasana terpenuhi secara total untuk rakyat dengan menggunakan dana dari hasil pengelolaan SDA tersebut sehingga kebutuhan dasar publik dalam bentuk jaminan pendidikan, kesehatan, dan keamanan dapat diakses dengan gratis oleh setiap warga negara islam. 


Negara akan bekerja secara totalitas dalam melayani rakyat dan akan menjalin hubungan kerja sama luar negeri dengan bertolok ukur pada hukum islam. Sehingga tak akan terjadi kasus rakyat yang tidak mendapatkan jaminan pemenuhan kebutuhan dikarenakan harga-harga kebutuhan pokok yang tak sanggup dibeli oleh rakyat. Harga kebutuhan pokok seperti BBM akan murah karena rakyat hanya dibebani biaya produksi. Demikian pula yang akan diberlakukan pada jenis-jenis kebutuhan pokok lainnya sehingga rakyat akan sejahtera dalam segala bidang meliputi pendidikan, kesehatan, pangan dan yang lainnya. 

Wallahu a'lam bishowwab 

Post a Comment

Previous Post Next Post