Kapitalisme Melahirkan Pemimpin Ambisi Kekuasaan




Oleh  Salsabilla Al-Khoir
(Aktivis Muslimah Kalsel)

Bak buah simalakama, kondisi masyarakat kian tercekik, berbagai biaya hidup kian melambung tinggi. Mulai dari BBM naik, berimbas pada kebutuhan pokok sampai tarif ojol pun nampak nya akan naik. Sungguh hal ini menjadi alarm bagi negeri untuk menuntaskan problem ini.

Sebagaimana dilansir oleh Tempo.com (4/9/2022), bahwa pertemuan antara Ketua DPP PDIP Puan Maharani dengan Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto pada Ahad, 4 September 2022, dinilai bisa mengancam ambisi Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar untuk menjadi calon wakil presiden pada Pilpres 2024.

Demikian, Bawono mengatakan, Prabowo Subianto sebagai tiga besar kandidat capres dengan elektabilitas baik mengharapkan agar calon pendampingnya dalam pemilihan presiden mendatang juga punya modal mumpuni. Di sisi lain, Bawono meragukan apakah Puan bersedia menjadi pendamping Prabowo jika Partai Gerindra dan PDI-P sepakat berkoalisi dalam Pilpres 2024. Sebab, kata Bawono, PDI-P merupakan partai pemenang Pemilu dengan dan mempunyai jumlah kursi terbesar dari hasil Pemilu 2019. kompas.com , 5/9/2022).

Sungguh ironis, di tengah himpitan kondisi masyarakat yang begitu sulit hari ini di sisi lain bahwa pemimpin-pemimpin hari ini jauh empati dan malah memikirkan agar membangun elektabilitas tapi disisi lain kebijakan-kebijakannya sungguh memberikan beban pada umat. Maka, wajar saja jika hari ini masyarakat kian mengkritik berbagai kebijakan-kebijakan yang menyulitkan rakyat hari ini. Sebab, rakyat sudah amat sangat terbebani dengan kondisi sulit hari ini.

Saat rakyat sedang kelimpungan mengatasi dampak domino kenaikan BBM, para petinggi negara termasuk ketua wakil rakyat sibuk mematut diri mencari pasangan kontestasi dan juga memake up diri agar nampak layak kembali mendapat kepercayaan. Sungguh realitasnya para petinggi negara hanyalah mengumbar iming-iming dalam mematut diri demi raih kekuasaan yang nyatanya nyaris tidak dipergunakan dengan baik, malah banyak kedzaliman yang diperlihatkan.

Begitulah realita para pemimpin saat ini yang kurang empati dan membuat rakyat terbebani dengan kondisi yang ada. Ini adalah watak asli sistem demokrasi. Sistem yang hanya melahirkan sosok pengabdi ambius kursi kekuasaan bukan pelayan rakyat yang merasakan penderitaan mereka.

Tak heran mereka senantiasa memanfaatkan kondisi terpuruk rakyat demi kepentingan politik. Namun, jika menelusuri konsep pemerintahan demokrasi, maka hal ini bukan menjadi tabu, sebab asas politik demokrasi adalah manfaat dan kepentingan.

Maka, wajar rakyat hanya dibutuhkan saat kompetensi pemilu untuk meraih kekuasaan. Selebihnya peran dan suara rakyat diabaikan. Inilah watak sistem demokrasi yang hanya menghasilkan pemimpin tak amanah dan aktivitasnya jauh dari pengurusan urusan umat. Namun, hanya mengurusi kepentingan pemilik modal.

Islam Melahirkan Pemimpin Terbaik

Adapun jika penguasa dan partai tak bisa lagi diharapkan dalam mengurus urusan rakyat. Maka, rakyatlah yang harus menghadang kuatnya kekuasaan. Kala melawan kemungkaran, maka dibutuhkan kesadaran memahami politik dengan benar.

Umat tidak boleh alergi dengan politik. Umat harus memahami bahwa politik dalam Islam bukanlah sebatas kekuasaan. Sebab, politik Islam adalah ri'ayah su'un maal al-ummah, yaitu mengurusi urusan umat. Salah satu aktivitas politik adalah meluruskan penguasa yang zalim, mengoreksi kebijakan yang bertentangan dengan Islam dan menasehati penguasa. Sedangkan, politik pragmatis yang ada dalam sistem sekuler.

Hal ini tidak akan melahirkan pemimpin, negarawan, dan politisi sejati sebab para penguasa di sistem kapitalisme demokrasi hanya untuk meraih kekuasaan dan mempertahankannya, serta menghalalkan segala cara dalam memenangkan kekuasaan.

Sedangkan dalam Islam, politik mendapat tempat dan hukum bisa menjadi wajib karena mengurus dan memelihara urusan kaum muslimin bagian kewajiban syariah Islam. Pentingnya politik dalam Islam tercermin dalam ungkapan Imam Al-Ghazali, "Kekuasaan dan agama adalah saudara kembar yang tidak bisa dipisahkan".

Sejak awal turunnya Islam, kaum Muslimin sudah berpolitik yaitu menghukumi persoalan dengan syariah Islam, ikut dalam kegiatan bernegara seperti berjihad, mengirim utusan ke penguasa non Islam bahkan mendirikan negara. Contohnya negarawan terbaik ada dalam diri Rasulullah saw., Khulafaur Rasyidin, serta para pemimpin Islam terdahulu.

Orientasi politik dalam Islam bukan meraih kekuasaan setinggi-tingginya. Kekuasaan hanyalah jalan menegakkan syariah Islam sebagai hukum Allah Ta’ala. Tujuan politik dalam Islam ialah menerapkan syariah Islam sebagai solusi fundamental dalam permasalahan manusia, termasuk dalam hal jaminan terpenuhinya kebutuhan pangan.

Politik Islam seharusnya diperjuangkan oleh umat saat ini, sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah saw. di Madinah. Yang selanjutnya dikenal dengan istilah Khilafah. Sifat dan karakter para pemimpin pada masa khilafah sangatlah berbeda. Mereka terbukti punya nilai lebih di atas rata-rata, jika dibandingkan para pemimpin atau pejabat sekarang. Sebab, mereka bukan sekadar basa- basi pemanis kampanye dan sumpah jabatan tetapi ketika memimpin malah membuat kezaliman dan menyengsarakan rakyat.

Namun, para khalifah terbukti dalam langkah nyata saat proses jabatannya dengan tidak beda yang disampaikan ketika kampanye dan sumpah jabatan dengan realitas ketika menjabat.

Maka, inilah gambaran para penjabat dalam masa khilafah sangat memegang syariah Islam baik dalam hal keimanan maupun syariah dalam muamalah. Para pejabat yakin setiap kebijakan yang diambil akan dimintai pertanggungjawaban kelak di akhirat, dengan balasan surga atau neraka.

Maka dengan kekuatan iman yang
menjadi pegangan pertama sehingga tidak mau dan tidak melakukan kemaksiatan walaupun dengan imbalan dan janji palsu yang dikeluarkan. Dengan panduan syariah Islam para pejabat dalam Islam mempunyai sifat dan karakter baik, diantaranya memberikan rasa aman pada masyarakat.

Demikian khilafah olislamiyah juga memiliki komitmen mencukupi kebutuhan masyarakat. Maka inilah yang menjadi hal terpenting dan menjadi fokus tugas khalifah dan seluruh pejabatnya. Inilah wujud esensi adanya negara jadi pelayan bagi rakyatnya, artinya negara hadir memenuhi seluruh kebutuhan dasar rakyatnya, per individu. Hingga dengan begitu tak ada lagi kemiskinan di seluruh wilayah khilafah.

Oleh karena itu, komitmen hal ini bukan hanya janji atau sumpah jabatan yang minim realisasi atau omong kosong namun dijalankan dan diwujudkan menjadi kenyataan.

Demikianlah gambaran sistem politik Islam yang hanya bisa di wujudkan dengan sistem Khilafah Islamiyah. bukankah kita merindukan pemimpin seperti ini?

Wallahu a'lam  bishawab 

Post a Comment

Previous Post Next Post