Penulis: Nur
Pada Desember 2021 lalu pemerintah telah mengeluarkan kebijakan dana abadi pendidikan sebagai bentuk perhatian negara pada kualitas pendidikan. Sebab pendidikan dianggap sebagai sumber kemajuan bangsa dengan meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
Dana abadi yang ada dalam pendidikan merupakan dana yang bersifat abadi untuk menjamin keberlangsungan program pendidikan bagi generasi berikutnya yang tidak boleh digunakan untuk belanja (Retizen.republika, 23/12/2021). Sehingga dana abadi pendidikan disebut sebagai modal awal untuk setiap instansi agar tetap mengembangkan dana tersebut yang harapannya, instansi dapat mengandakan, mengelola atau meningkatkan pendanaan sendiri untuk keberlanjutan pendidikan selanjutnya. Setelah dana abadi pendidikan diberikan untuk masing-masing instansi maka selanjutnya pemerintah akan memberikan kebebasan kepada instansi yang telah memiliki badan hukum sendiri untuk mengelola dan mencari pendanaan dengan mandiri tanpa harus menghabiskan dana abadi yang telah diberikan oleh pemerintah. Dan perlu diketahui dana abadi pendidikan sampai saat ini hanya diberikan kepada PTN BH atau Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum dan LPDP pihak Lembaga Pengelola Dana Pendidikan.
Dana abadi pendidikan digunakan untuk pengembangan pendidikan nasional, penelitian, kebudayaan, perguruan tinggi kelas dunia yang dipilih, dana abadi pesantren (dana pengembangan pendidikan nasional). Dan digunakan juga untuk pendanaan beasiswa tertentu yang telah ditetapkan. Selain itu dana abadi pendidikan digunakan untuk pelaksanaan kampus merdeka belajar untuk menunjang Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH) menjadi perguruan tinggi berkelas dunia (BeritaSatu, 27/6/2022). Sehingga dana abadi pendidikan harus disalurkan dan digunakan untuk mengembangkan semua bidang yang telah disebutkan tadi. Bila pendanaan yang diberikan pemerintah kurang dalam mengembangkan dan menfasilitasi pendidikan yang layak dan berkualitas, maka pendanaanya tetap diserahkan kepada pihak kampus itu sendiri, bisa melalui pengambilan UKT atau melakukan kerjasama pada masyarakat dan swasta.
Kebijakan pendanaan terbatas seperti ini menunjukan bahwa pemerintah menginginkan kampus hanya berjalan sendiri dalam meningkatkan kualitas pendidikan sedangkan pemerintah hanya memberikan bagian yang sangat sedikit dalam bidang pendidikan dan membatasi dana yang digunakan hanya pada aspek tertentu yang sebagai modal awal dengan ketentuan tidak boleh habis. Dampaknya ketika beban pendidikan ditimpakan kepada pihak kampus, maka fokus dan orientasi kampus akan ternodai dan rusak dalam mencetak para ilmuan dan ahli di bidang sains/teknologi yang menjadi solusi dalam menyelesaikan permasalahan masyarakat atau melahirkan penemuan untuk mensejahterakan masyarakat. Hal ini dapat dilihat ketika kampus membuat kebijakan, target atau tujuan pendidikan selalu mengarah pada pesanan para indistri. Jika industri membutuhkan suatu produk sains dan teknologi atau membutuhkan pekerja yang memiliki kemampuan tertentu seperti pariwisata maka mahasiswa yang dicetak oleh instansi akan sesuai dengan keinginan para industri tersebut. Sehingga fokus utama pendidikan adalah kepentingan para industri bukan kemaslahatan kehidupan masyarakat.
Generasi intelektual yang menguasai berbagai bidang ilmu atau ilmuan yang menghasilkan produk sains/teknologi terbaru sebagai kemaslahatan umat tidak akan mampu dan maksimal dicetak oleh kampus saat ini. Sebab kampus sebagai produsennya generasi telah disibukan untuk meningkatkan perekonomian kampus dalam pendidikan. Kampus dituntut untuk tetap memutar otak mencari pendanaan pendidikan yang sejatinya merupakan kewajiban bagi negara untuk memberikan pendidikan layak dan berkualitas untuk setiap individu masyarakat sebagai hak dasar mereka. Sedangkan masyarakat atau mahasiswa juga semakin terbebani dengan biaya kuliah atau fasilitas kampus yang semakin mahal. Walau ada beasiswa yang diberikan tetapi itu hanya diperuntukan untuk segelintir orang dengan prosedur yang sangat ribet.
Bukan hanya itu, kolaborasi pendanaan pendidikan antara pemerintah, masyarakat dan swasta yang disebutkan oleh kemendikbut akan melahirkan sejumlah kebijakan dan peraturan dalam dunia pendidikan yang terfokus pada dunia kerja. Mahasiswa hanya dijadikan sebagai produk pekerja atau buruh yang dihasilkan oleh kampus sebagai pesanan para industri. Kebijakan dan aturan akan dirancang untuk menguntungkan para industri sebab para industrilah yang juga memberikan modal dalam dunia pendidikan kampus.
Maka dalam sistem kapitalisme yang diterapkan dunia saat ini tetap akan mengatas namakan setiap kebijakan sebagai asas manfaat semata. Tidak ada ketulusan dan keseriusan yang diberikan bila tidak ada motif keuntungan dan kepentingan di dalamnya. Bahkan dalam pengaturan sistem pendidikan, semua yang ada di dalamnya dapat menjadi medan pasar yang akan sangat menyengsarakan umat. Sebab, bila masyarakat ingin mendapatkan pendidikan yang layak maka harus mengeluarkan modal yang tidak sedikit, tapi setelah lulus belum tentu menjamin generasinya telah memiliki kualitas yang dapat berkontribusi untuk membantu mempermudah kehidupan bermasyarakat. Negara juga belum mampu membangun lapangan pekerjaan yang memadai untuk menyalurkan potensi dan mempermudah kehidupan umat disamping kehidupan yang serba sulit dan mahal yang didapatkan dalam dunia kapitalisme sekarang ini.
Berbeda halnya bila sistem aturan dalam kehidupan diatur oleh syariat Islam. Islam sangat memandang penting pendidikan bahkan menjadikan pendidikan sebagai kebutuhan mendasar yang harus didapatkan oleh setiap warga negara yang diterapkan Islam secara keseluruahan di dalamnya atau yang disebut khilafah. Pendanaan dalam pendidikan khilafah sepenuhnya akan ditanggung secara gratis oleh negara yang menjadi kewajibannya. Pembiayaan dalam pendidikan tidak diambil melalui gabungan para investor yang memiliki kepentingan dan mengharapkan keuntungan sebagai asas manfaat sebagaimana yang dilakukan dalam sistem kapitalisme. Tetapi dalam islam, pendanaan pendidikan diperoleh dari pengelolaan sumber daya alam yang dikelola oleh Negara. Sehingga negara khilafah yang berkewajiban untuk memastikan setiap warga negaranya mendapatkan pelayanan pendidikan yang gratis dan berkualitas tanpa harus memandang agama, ras, suku dan lain-lain.
Tujuan pendidikan dalam Islam yang diterapkan dalam khilafah adalah mencetak generasi yang berkepribadian Islami dengan pola pikir dan pola sikap Islam serta membentuk para ilmuan yang ahli dalam bidangnya untuk berkontribusi dalam mempermudah kehidupan di tengah masyarakat. Sehingga, kampus hanya akan fokus untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan mengembangkan potensi mahasiswanya bukan atas dasar pesanan dan kependingan para industri karena semua pendanaan dan pembiayaan telah difasilitasi oleh Negara. Maka, tidak perlu lagi untuk mencari kepentingan lain. Pengelolaan pendidikan yang gratis, berkualitas dan bebas dari kepentingan hanya akan didapatkan bila sistem Islam diterapkan dalam kehidupan bernegara secara menyeluruh dalam institusi khilafah. Maka memperjuangkan dan menerapkannya adalah suatu kewajiban yang bukan hanya tuntutan tetapi juga solusi tuntas.
Wallaahu a'lam bisshowwab.
Post a Comment