BBM Naik lagi, Kapitalisme Terus Mencekik


Oleh Thama Rostika
(Muslimah Peduli Umat)

Setelah sebelumnya BBM jenis Pertamax naik di saat umat Islam tengah menyambut Ramadhan. Lalu muncul wacana bahwa pemerintah akan kembali berencana menaikkan harga BBM bersubsidi, yakni pertalite dan solar pada 1 september 2022. Alasannya, karena telah terjadi pembengkakan subsidi BBM yang membebani APBN, yakni sebesar Rp502 triliun. Maka, rencananya subsidi tersebut akan dicabut. Efeknya tentu saja harga BBM akan naik.

Menanggapi hal tersebut, berbagai aksi demonstrasi pun digelar sebagai bentuk protes.
Sejumlah massa di daerah mulai demonstrasi protes kenaikan harga BBM bersubdisi. Demonstrasi itu terjadi di Surabaya hingga Nusa Tenggara Barat. Dikutip dari www.suara.com

Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam atau PB HMI mengancam akan menggelar demo tolak kenaikan BBM yang lebih besar jika pemerintah benar- benar menaikkan harga Pertalite dan solar. HMI tegas menolak wacana kenaikan BBM oleh pemerintah. "Kami menyiapkan aksi besar di daerah-daerah kalau jadi naik," kata Arven. Dikutip dari www.nasional.tempo.co

Aksi protes senada juga digelar oleh para driver ojek online (Ojol) di depan gedung DPR/MPR. Mereka berkumpul untuk menyuarakan penolakannya terhadap rencana kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) karena dinilai akan menyulitkan rakyat, khususnya para driver ojol yang mengaku khawatir pendapatannya akan berkurang dengan kenaikan harga BBM. (Tangerangnews.com/26-08-2022)

Akhirnya, walaupun aksi demo digelar di beberapa daerah, Presiden Joko Widodo tetap mengumumkan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) mulai dari Pertalite, Solar, dan Pertamax. Harga terbaru BBM bersubsidi dan non-subsidi itu mulai berlaku pada Sabtu (3/9/2022) pukul 14.30 WIB. Hal ini pun ramai diberitakan di berbagai media. 
Dikutip dari kompas.com, Sebagaimana yang dijabarkan Menteri ESDM Arifin Tasrif bahwa penyesuaian harga BBM terbaru per 3 september 2022 mulai sore nanti yakni sebagai berikut:
Harga Pertalite dari Rp 7.650 per liter menjadi Rp 10.000 per liter
Harga Solar subsidi dari Rp 5.150 per liter menjadi Rp 6.800 per liter
Harga Pertamax dari Rp 12.500 menjadi Rp 14.500 per liter.

Sebenarnya kenaikan BBM ini kerap terjadi setiap tahunnya di Indonesia dan negara selalu berargumen dengan menyatakan bahwa kenaikan ini dipicu oleh kenaikan bahan bakar di tingkat internasional. BBM (Bahhan Bakar Minyak) jelas merupakan kebutuhan pokok rakyat. Jika harganya kembali naik maka akan berpengaruh kepada kenaikan harga bahan kebutuhan  pokok lainnya. Hal ini jelas  akan semakin mencekik rakyat.

Kapitalisme Salah Urus
Beban yang terus menghimpit di saat hidup semakin sulit adalah fakta buruk pengurusan kapitalisme, bahkan dalam semua kebijakan tak hanya soal BBM. Alasannya pun selalu diulang, entah itu APBN defisit, BUMN merugi, dan berbagai alasan lainnya. Lihat saja bagaimana pemerintah telah memuluskan jalan menaikkan pajak, tarif listrik, iuran BPJS, gas elpiji dan kini kembali harga BBM dinaikkan.
Harga bahan kebutuhan pokok hingga kini masih belum stabil dan terus naik dan belum hilang pula ingatan di awal gejolak naiknya harga minyak goreng maka bisa dibayangkan apa yang akan terjadi setelah kenaikan tarif harga BBM ini diresmikan? 
Jika benar para pemangku kekuasaan memikirkan nasib rakyat, berbagai persoalan defisit anggaran tak seharusnya selalu dibebankan kepada rakyat. Saat rakyat terus merasa tercekik oleh rezim kapitalisme dengan dalih defisit anggaran, namun pemerintah sendiri selalu berlaku foya-foya.

Kapitalisme yang diterapkan hari ini menjadikan negara berlepas tangan terhadap pengurusan rakyatnya. Sebab sejatinya negara dalam bingkai kapitalisme menempatkan diri sekadar sebagai regulator, bukan pelayan rakyat. Lewat legislasi UU, negara juga memprivatisasi aneka sumber daya alam, memberi karpet merah kepada pihak swasta asing maupun lokal untuk menguasai SDA negeri ini, tak terkecuali migas. Walhasil, rakyatlah yang menjadi korbannya. Di tengah melimpahnya kekayaan migas di negeri ini, rakyat harus merogoh kocek dalam demi mendapatkannya. Inilah konsekuensi logis atas penguasaan SDA bukan oleh negara, melainkan oleh pihak swasta yang tentu saja berbasis bisnis.

Selain itu, kapitalisme juga telah membentuk mental serakah atas nama kepentingan materi. Betapa banyak kita saksikan praktik penimbunan BBM di beberapa daerah. Sebagaimana yang baru-baru ini terkuak oleh pihak kepolisian, sebanyak 17 ton BBM jenis solar dan pertalite ditimbun oleh lima orang tersangka di Samarinda, Kalimantan Timur. (KompasTV)
Dampak kenaikan BBM jelas akan memberi efek domino negatif bagi kelangsungan kehidupan rakyat secara keseluruhan. Rakyat akan menghadapi berbagai macam kenaikan barang dan jasa. Ini akan menambah penderitaan rakyat yang semakin dalam dan jurang kemiskinan akan semakin melebar.

Tambahan kucuran dana bantuan sebesar 24,17 triliun bagi 20,65 juta jiwa penduduk miskin Indonesia tidak akan mampu menjadi solusi atas kebijakan naiknya harga BBM. Meskipun Badan Pusat Statistik menyatakan, jumlah penduduk miskin pada Maret 2022 sebesar 26,16 juta orang, menurun 0,34 juta orang terhadap September 2021 dan menurun 1,38 juta orang terhadap Maret 2021. Yang menjadi poin utama kita kritisi adalah standar kemiskinannya.

Badan Pusat Statistik mencatat, Garis Kemiskinan pada Maret 2022 tercatat sebesar Rp505.469,00/kapita/bulan dengan komposisi Garis Kemiskinan Makanan sebesar Rp374.455,00 (74,08 persen) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan sebesar Rp131.014,00 (25,92 persen).

Berdasarkan data di atas, benarkah bagi individu rakyat yang memiliki penghasilan sedikit di atas garis kemiskinan berarti sudah tidak tercatat sebagai penduduk miskin. Padahal, secara realitasnya besaran nilai tersebut tidak mampu memenuhi kebutuhan individu secara baik untuk kebutuhan pokok, makan sehari-hari, pendidikan, kesehatan, tarif listrik, air, dan lain-lain.

Maka sungguh, efek domino dari kenaikan BBM tidak dapat diatasi hanya dengan sekadar memberi tambahan dana bantuan yang jumlahnya tidak sebanding dan penerimanya sangat terbatas. Bahkan, sudah menjadi persoalan lama yang belum juga terselesaikan bahwa dana bantuan sosial tidak tepat sasaran.

Dengan naiknya harga BBM saat ini maka bisa dibayangkan jumlah kemiskinan akan terus naik. Keadaan ini dapat memicu angka kriminalitas makin meningkat. Lagi-lagi kesejahteraan yang diidam-idamkan rakyat makin jauh dari jangkauan.

Sudahi Derita Dengan Islam Kaffah
Jauh berbeda dari kapitalisme, dimana Subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) yang dianggap sebagai beban oleh negara, justru dalam pandangan Islam pada hakikatnya sudah menjadi tugas negara dalam menjamin pemenuhan energi bagi rakyatnya. Hal tersebut merupakan bagian dari aktivitas ri’ayah su’unil ummah (pemeliharaan urusan rakyat) yang. menjadi kewajiban negara. Maka persoalan naiknya harga BBM di negeri ini tentu tidak bisa dibiarkan karena BBM merupakan kebutuhan rakyat dan harus dikelola dengan baik. Sebagai penguasa harus memahami cara mengurus rakyatnya dengan baik karena kelak akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah SWT. 

Islam memandang bahwa kebutuhan akan bahan bakar minyak adalah kebutuhan dasar yang harus dipenuhi oleh negara karena berpijak pada hadis dari Rasulullah SAW berikut :
"Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api" (HR. Abu Dawud dan Ahmad). 

Hadis tersebut menyatakan bahwa ketiga unsur itu merupakan milik kaum Muslim sehingga tidak boleh dimiliki oleh individu. Pengelolaan ketiganya diserahkan pada negara yang hasilnya diberikan untuk kemaslahatan kaum Muslim. 

BBM sendiri merupakan bagian dari unsur api yang termasuk dalam hadits tersebut, maka memfasilitasinya dengan harga murah bahkan gratis merupakan kewajiban yang harus dilakukan oleh negara. Hal ini tidak boleh dikomersialkan untuk kepentingan negara apalagi untuk pejabat dalam pemerintahan. 

Adapun, terkait penentuan harga BBM yang selalu dikaitkan dengan harga internasional, sejatinya sistem ekonomi islam berdiri secara independen tanpa bayang-bayang negara lain sehingga memiliki kemandirian dalam ekonomi. 

Indonesia sebagai negeri dengan mayoritas penduduknya islam, sesungguhnya memiliki potensi untuk menjadi negara mandiri secara ekonomi dan politik. Tinggal memiliki political will untuk berani terlepas dari cengkraman neo-imperialisme. Berani untuk terlepas dari  ikatan sistem kapitalisme dan beralih menuju sistem Islam yang sempurna dan membawa keberkahan.

Oleh sebab itu, kita belajar dari Rasulullah dan para sahabat yang begitu luar biasanya menjalankan pengurusan rakyat agar tidak terjadi kecurangan dan kezaliman. 

Imam at Tirmidzi meriwayatkan hadis dari Abyadh bin Hammal:  Sesungguhnya ia pernah meminta kepada Rasullah SAW untuk mengelola tambang garamnya. Lalu beliau memberikannya. Setelah ia pergi, ada seseorang dari majelis tersebut bertanya,  "Wahai Rasulullah, tahukah engkau, apa yang engkau berikan kepadanya? Sesungguhnya engkau telah memeberikan sesuatu yang bagaikan air mengalir". Rasulullah kemudian bersabda,  kalau begitu, cabut kembali tambang tersebut darinya (HR. at-Tirmidzi).

Menaikkan harga BBM bukanlah solusi untuk meringankan APBN karena rakyat itu sejatinya dilayani bukan dibebani. Pemerintah harusnya bijak dan berpikir keras memahami krisis dan persoalan negeri ini secara serius karena mereka dipilih rakyat untuk mengurus kepentingan rakyat bukan kepentingan pengusaha. Maka sudah sejatinya hanya sistem Islamlah yang layak untuk mengurus rakyat karena sudah terbukti kiprahnya di tengah kehidupan selama 13 abad dan dapat dirasakan keberkahannya dalam kehidupan.
Wallahu'alam Bi Shawwab.

Post a Comment

Previous Post Next Post