BBM NAIK LAGI, INFLASI MENANTI


Oleh Siami Rohmah
Pegiat Literasi

Akhirnya, pemerintah kembali menaikkan harga BBM, setelah sebelumnya rakyat bisa sedikit lega karena kabar naiknya harga BBM sempat ditunda. Tapi ternyata penundaan itu hanya ibarat isapan jempol, karena pada akhirnya tetap naik juga. Tidak tanggung-tanggung pemerintah menaikkan harga hingga 30%. Jika sebelumnya harga Pertalite Rp7.650 per liter, harga sekarang adalah Rp10.000 per liter. Untuk solar dari Rp5.150 menjadi Rp7.200 per liternya. Sedangkan Pertamax yang awalnya RP12.500 kini menjadi Rp14.500 per liternya.
Tercatat sudah tujuh kali pemerintah di era Jokowi menaikkan harga BBM. Kali ini pemerintah beralasan bahwa beban subsidi BBM terlalu berat untuk negara, maka harga dinaikkan. Laporan Bank Mandiri dalam Global and Indonesia Economic Outlook 2022 memperkirakan harga secara ekonomi Pertalite itu seharusnya Rp 14.250 per liter. Jika bertahan di harga Rp 7.650 per liter kompensasi yang harus dibayar ke Pertamina akan semakin melonjak. Maka harga tetap naik, meski harga minyak dunia sedang turun.

Anggota Komisi VII DPR RI Nurhasan Saidi, politisi dari PKS ini mengaku pihaknya telah berulang kali memberikan pemahaman kepada pemerintah terkait kenaikan harga BBM, tetapi pemerintah seperti kehilangan arah prioritas pembangunan dan keberpihakannya kepada rakyat. 
Kebijakan yang diambil memang begitu nyata menunjukkan ketidakpekaan pemerintah atas kondisi rakyat. Rakyat yang mulai bangkit dari keterpurukan ekonomi saat pandemi, kembali dibebani dengan naiknya harga BBM.   
                                                                          Dengan naiknya harga BBM akan membawa efek inflasi. Komoditas sudah bisa dipastikan akan mengalami kenaikan harga, jika ini terus menerus terjadi maka inflasi tak bisa dihindarkan lagi. Daya beli masyarakat akan turun, karena harga yang melambung tinggi.
Jika berbicara untung rugi dari pengelolaan BBM di negeri ini, pemerintah selalu menyebut subsidi membebani negara. Kwik Kian Gie pada laporan APBN 2017 menyebut pemerintah untung 235 triliun dari bisnis BBM dan LPG. Saat itu harga minyak dunia sedang naik. Jika sekarang harga minyak dunia turun, tapi harga BBM naik, tentu sungguh tidak pantas pemerintah terus mengeluh membebani negara. Karena mahalnya harga BBM ini disebabkan pada arah dan tata kelola minyak yang kapitalistik. Pemerintah melalui Pertamina berbisnis dengan rakyat, yang seharusnya bisa mengelola minyak dengan harga semurah mungkin, ini malah sebaliknya, rakyat dibuat menjerit, padahal di bumi negeri ini minyak-minyak itu digali.

Minyak bumi merupakan harta milik umum, yaitu rakyat, jadi sudah seharusnya pemanfaatannya dikembalikan kepada rakyat, dengan akses semudah dan harga semurah mungkin. Ketika rakyat tidak bisa mengelolanya sendiri, maka menjadi tugas negara untuk mengelolanya, karena negara bertanggungjawab memenuhi kebutuhan dari rakyatnya. Dan dengan catatan negara tidak boleh mengelola harta milik umum itu sesukanya, misal menyerahkan pengelolaannya kepada swasta, baik domestik atau dalam negeri. Kemudian negara juga tidak boleh menjadikan pengelolaan minyak ini sebagai bisnis, untuk mendapat untung.

Islam, lebih dari 14 abad yang lalu sudah menetapkannya, Rasulullah bersabda, 
"Kaum muslimin berserikat dalam tiga perkara, air, padang rumput, dan api." (HR. Abu Daud).

Sayangnya saat ini berharap pengelolaan energi sesuai apa yang diperintahkan oleh Allah dan Rasulnya seperti panggang jauh dari api, karena selama kapitalisme yang dijadikan rujukan tata kelola, mak  pemerintah akan tetap memberlakukan bisnis kepada rakyat. Sesungguhnya keberkahan, termasuk dalam pengelolaan energi, hanya akan dirasakan oleh rakyat ketika pengelolaannya dikembalikan sesuai apa yang ditetapkan oleh Allah dan RasulNya, yaitu kembali kepada Islam. Wallahualam bissawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post