BBM Bersubsidi Makin Langka, Sekarang Naik Harga!

Oleh: Septiwi Mutmainah


Kuota BBM bersubsidi selalu menjadi alasan penyebab kelangkaan. Apakah kuota yang disediakan memang tidak memenuhi kebutuhan kelompok masyarakat yang disubsidi? Mengapa tidak ditambah kuotanya?  Atau ini sengaja dibiarkan sebagai prakondisi menaikkan harga BBM? Bandingkan dengan cara Islam menyediakan kebutuhan energi bagi masyarakat.

Kelangkaan BBM bersubsidi pun menyebabkan harga BBM sekarang naik harga. Jika dilihat, pemerintah kerap kali menaikkan harga BBM dengan argumen menyelamatkan APBN. Jika tidak dinaikkan konon APBN akan jebol dari argumen ini sebenarnya mencerminkan dua hal yakni kemalasan berpikir pemerintah untuk mencari solusi yang tepat dan tidak menyusahkan rakyat dan ketundukan pada asing khususnya negara-negara kafir penjajah. 

Kemalasan berpikir dan ketundukan pemerintah pada asing ini tampak dari kebijakan pemerintah yang mengandalkan pendapatan negara melalui sektor pajak yang mencapai lebih dari 80% pendapatan yang notaben mengandalkan santunan rakyatnya sendiri. Sementara kekayaan alam yang melimpah tetap saja dibiarkan dalam cengkeraman swasta baik asing maupun domestik. Bahkan 90 dan kekayaan migas telah dikuasai oleh asing dari sumber yang terakhir ini. Negara hanya mendapatkan tetesan air liur saja.

Lagi-lagi karena kemalasan berpikir dan ketundukan pada asing ini pemerintah dengan seenaknya mencari tambahan pendapatan dari kenaikan harga BBM dengan mengatakan jika tidak dilakukan maka APBN akan jebol sekali lagi rakyat yang harus menanggung beban seumur hidup. Jika saja mereka tidak malas berpikir dan tunduk pada asing maka mereka bisa menemukan solusi. 

Solusi untuk masalah ini bisa dibaca dalam kitab Al-amwal, karya Syeikh Abdul Qadir zallum. Solusi ini ditawarkan kepada umat dan akan diterapkan oleh negara khilafah yang tidak lama lagi akan berdiri dengan izin dan pertolongan Allah. Pasalnya, dalam Islam BBM merupakan harta milik umum dan pendapatannya juga untuk seluruh kaum Muslim serta merupakan barang yang dibutuhkan semua orang. 

Maka setiap individu rakyat memiliki hak untuk memperoleh manfaat dari harta tersebut dan pendapatannya. Dalam hal ini tidak dibedakan baik rakyat tersebut laki-laki, perempuan, anak-anak, dewasa, orang Shalih, jahat, kaya ataupun miskin. Semua mempunyai hak yang sama hanya saja harus dipahami bahwa dalam pemanfaatan harta milik umum tidaklah semuanya sama. 

Terdapat dua cara pemanfaatan harta milik umum. Pertama, harta milik umum yang dapat dimanfaatkan oleh rakyat secara langsung. Contohnya air, padang rumput, api, jalan umum (laut, sungai, danau, dan terusan atau kanal). Cara memanfaatkannya baik secara langsung maupun menggunakan alat tertentu sebagai contoh air, padang rumput maupun api dapat dimanfaatkan langsung oleh rakyat untuk kebutuhannya sendiri atau rakyat boleh juga memanfaatkan sumur mata air dan sungai. Kemudian airnya dialirkan untuk hewan serta ternaknya. 

Para penggembala boleh menggembalakan hewan dan ternaknya di padang rumput dan pengumpul kayu juga boleh mengambil kayu di hutan. Seseorang juga boleh memasang alat atau hydrant/pengatur air di sungai yang besar untuk menyirami tanaman dan pohon-pohon miliknya. Karena sungai yang besar terbuka bagi semua orang sehingga pemasangan alat-alat di atasnya tidak akan membahayakan siapa pun dari kaum Muslim. Setiap orang boleh memanfaatkan jalan umum laut sungai.

Kedua, harta milik umum yang tidak dapat dimanfaatkan secara langsung. Harta ini membutuhkan upaya dan biaya untuk pengolahannya seperti minyak khas dan barang-barang tambang lainnya. Karena itu negaralah yang mengambil alih tanggung jawab eksploitasinya untuk mewakili kaum Muslim. Kemudian hasilnya disimpan di baitul mal kaum Muslimin. Khalifah memiliki wewenang dalam hal pendistribusian hasil dan pendapatannya sesuai dengan ijtihadnya yang dijamin oleh hukum-hukum syara.

Semua itu dilakukan dengan tujuan mewujudkan kemaslahatan kaum Muslim. Distribusi dan pembagian hasil dari harta milik umum dan pendapatan milik umum bisa dilakukan untuk: Pertama, membiayai kebutuhan yang berhubungan dengan hak milik umum seperti bangunan kantor, catatan sistem pengawasan dan pegawainya. Kedua, untuk pemberian gaji para peneliti, penasihat teknisi pegawai dan orang-orang yang memberikan jasanya menemukan sumber tambang dan penyalurannya atau juga untuk mendanai eksplorasi minyak bumi, gas, barang tambang dan dana untuk kegiatan eksplorasi produksi dan proses penyelesaiannya hingga membuatnya layak untuk digunakan. 

Ketiga, untuk membeli berbagai peralatan dan membangun industri pengeboran, penyulingan minyak bumi dan gas, pemisah dan pembersih bijih barang tambang, pemrosesan barang tambang hingga layak digunakan. Keempat, untuk alat-alat yang bisa mengeluarkan air, memompa dan untuk pipa-pipa salurannya. Kelima, pembangkit listrik, gardu tiang-tiang penyangga dan kawat-kawatnya. Keenam, untuk membeli kereta api dan trem listrik dan sebagainya. 

Seluruh pengeluaran ini berkaitan dengan hak milik umum termasuk manajemen dan pemanfaatannya karena itu biayanya menggunakan pendapatan dari harta milik umum. Ini sama dengan upah untuk para pengelola zakat yang berasal dari harta zakat itu sendiri, sebagaimana yang Allah firmankan dalam Al-Qur'an surah at-Taubah ayat 60 yang artinya,  "Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil zakat, yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk (memerdekakan) hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang yang berutang, untuk jalan Allah dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah."

Pendapatan dari kepemilikan umum tersebut dibagikan kepada individu rakyat karena rakyat memang merupakan pemilik harta milik umum beserta pendapatannya khalifah tidak terikat oleh aturan tertentu. Dalam pendistribusian ini khalifah berhak membagikan harta milik umum, seperti air, listrik, minyak bumi, gas dan segala sesuatu yang diperlukan kepada yang memerlukannya untuk digunakan secara khusus di rumah-rumah mereka dan pasar-pasar mereka secara gratis. 

Namun bila saja khalifah menjual harta milik umum ini kepada rakyat dengan harga yang semurah-murahnya atau mengikuti pasar khalifah juga bisa membagikan uang hasil keuntungan harta milik umum ini kepada mereka. Semua kebijakan tadi ditetapkan dan diambil dalam rangka mewujudkan kebaikan dan kemaslahatan bagi seluruh rakyat negara khilafah.

Dari uraian di atas, untuk kasus BBM maka jelas merupakan harta milik umum yang tidak bisa dimanfaatkan langsung oleh rakyat karena harus dieksploitasi dan dieksplorasi untuk bisa dimanfaatkan semua ini membutuhkan investasi dan biaya yang besar. Karena itu negara harus mengambil alih tanggung jawab tersebut. Negara juga tidak boleh memprivatisasi harta milik umum ini kepada siapapun baik swasta asing maupun domestik. 

Selain digunakan untuk membiayai biaya produksi termasuk infrastruktur yang dibutuhkan terdapat tiga opsi distribusi hasil pengelolaan BBM yakni: Pertama, negara khilafah bisa mendistribusikannya langsung kepada rakyat. Kedua, negara khilafah bisa saja juga menjual BBM ini kepada rakyat dengan harga semurah-murahnya atau mengikuti harga pasar. 

Ketiga, negara khilafah juga bisa membagikan hasil keuntungan harta milik umum ini kepada mereka tidak dalam bentuk materinya tetapi dalam bentuk uang. Semua kebijakan tadi ditetapkan dan diambil dalam rangka mewujudkan kebaikan dan kemaslahatan bagi seluruh rakyat negara khilafah. Inilah kebijakan yang akan diterapkan oleh negara khilafah.[] 

Post a Comment

Previous Post Next Post