Program KB Imbangi Bonus Demografi, Sistem Kapitalis Menyalahi Naluri Manusia


Oleh : Septiyani

Pemerintah Kota Palembang, Sumatera Selatan berupaya menggalakkan kesadaran warga setempat mengikuti program keluarga berencana (KB) untuk mengimbangi ledakan penduduk dan memanfaatkan potensi bonus demografi.

Fitrianti Agustinda selaku Wakil Wali Kota Palembang mengatakan untuk meningkatkan kesadaran warga mengikuti program KB, petugas Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (PPKB) Palembang didorong turun ke kawasan permukiman penduduk melakukan sosialisasi program dan pelayanan KB.

Dia menjelaskan, program KB pada masa pandemi COVID-19 dua tahun terakhir berjalan sesuai target dengan menerapkan protokol kesehatan (prokes) secara ketat. Bahkan sebagai gambaran program sejuta akseptor yang dicanangkan pemerintah pada tahun lalu bisa tercapai sesuai target 100 persen. (Sumsel ANTARA News, 3 Agustus 2022 )

Jika kita perhatikan, akan kita temukan bahwa semua ini adalah akibat diterapkannya sistem sekuler liberal. Dimana pemisahan agama dari kehidupan, membuat manusia bebas membuat aturan dalam menjalani kehidupannya tidak perduli apakah halal ataukah haram.

Ditambah cara pandang sistem kapitalis yang membuat manusia menjadi materialistik. Semuanya harus uang, bekerja dan menghasilkan uang. Membuat standar kebahagiaan menurut mereka jika memiliki banyak uang. 

Jika memiliki banyak anak, akan sangat diperhitungkan uang finansial yang harus dikeluarkan untuk membiayai si anak bersekolah, makan sehari-hari, pakaian dan lainnya. Karena itu mereka memilih untuk melakukan program kb dengan 2 anak cukup. 

Ditambah negara mencanangkan program kb ini untuk mengatur jumlah kelahiran, namun justru dalam perkembangannya, program KB ditujukan untuk membudayakan Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera (NKKBS). Asumsinya ialah bahwa keluarga kecil akan dapat hidup sejahtera dan bahagia, sehingga pengaturan kelahiran menggunakan kontrasepsi menjadi pokok intervensi dalam program KB nasional.

Padahal program kb dapat merusak sistem pernikahan yang telah baku dalam agama. Di mana hak dan kewajiban suami istri telah jelas tergambar dan telah menjadi sistem bangunan keluarga yang praktis. Hal ini terjadi pada kasus kesetaraan gender dalam kontrasepsi dan seruan Ibu bekerja melalui pemberdayaan ekonomi dalam rangka menekan jumlah banyaknya anak di dalam program KB yang diusung di negeri ini. Selain mengancam berjalannya fungsi reproduksi yang menjadi salah satu dari 8 fungsi keluarga yang harus dipenuhi. Sebab, tujuan berkeluarga tidak lain adalah untuk melestarikan keturunan, bukan malah menghambat kelestariannya.

Berbeda dengan sistem kapitalis, dalam islam kebahagiaan seorang muslim adalah mendapatkan ridho Allah SWT. Sumber kebahagiaan adalah ketaatan pada sang pencipta, maka keputusan mempunyai anak ataupun tidak disandarkan pada pertimbangan ridho Allah SWT, bukan pertimbangan akal manusia ataupun hawa nafsunya semata. 

Kasih sayang pada anak merupakan hal yang fitrah pada manusia. Allah SWT menciptakan manusia dibekali dengan gharizah nau' atau naluri melestarikan jenis manusia. Wujud dari gharizah nau' atau adalah rasa kasih sayang pada pasangan halal dan anak-anak. Sehingga manusia pun berketurunan dan tercegah dari kepunahan.

Pasangan suami-istri akan lebih lengkap kebahagiaannya dengan hadirnya sang buah hati. Melihat anak-anak tumbuh besar dan menjadi anak sholeh sungguh merupakan kebahagiaan bagi orang tua.

Allah SWT berfirman : " Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu itu anak-anak dan cucu-cucu dan memberimu rezeki dari yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang batil dan mengingkari nikmat Allah" ( QS. An-Nahl ayat 72) 

Rasulullah SAW bahkan memerintahkan umat Islam untuk memiliki keturunan, tentu saja tetap dengan memperhatikan kualitas generasi. Nabi bersabda : " Nikahilah wanita wanita yang kalian cintai dan (wanita-wanita tersebut) berpotensi untuk memiliki banyak anak. Karena sesungguhnya aku akan merasa bahagia karena banyaknya umatku dibandingkan umat-umat lainnya" (HR. Imam Abu Daud, Imam an-Nasa'i, Imam Baihaqi dan Imam ath-Thabrani)

Maka memiliki anak bagi seorang muslim bukan hal pertimbangan untung-rugi, melainkan karena Allah SWT memerintahkannya. Kecuali jika tidak adanya anak karena ada udzur, misalnya gangguan kesehatan reproduksi. Maka itu adalah Qadha atau ketetapan dari Allah SWT yang harus dijalani dengan sabar dan ikhlas.

Demikianlah keutamaan memiliki anak, setiap muslim akan terdorong untuk memiliki keturunan yang shaleh sebagai wujud ketaqwaan sekaligus upaya Meraih Ridho Allah SWT. Hal ini merupakan suatu investasi akhirat bagi orang tua karena pahalanya akan terus mengalir pada orang tua meski mereka sudah menghadap sang Khaliq.

Selain itu doa anak yang soleh juga akan menjadi amal yang terus mengalir pahalanya ketika orangtua sudah wafat. Sedangkan bagi pasangan yang Allah SWT takdirkan tidak memiliki keturunan, masih terbuka pintu amal shaleh lainnya untuk meraih ridha Allah seperti ibadah mahdhoh, berakhlak karimah, sedekah, amar ma'ruf nahi mungkar, dan lain-lain.

Banyaknya generasi muda muslim bahkan memunculkan bonus demografi yaitu banyaknya penduduk usia produktif. Bonus demografi sendiri dianggap sebagai peluang (window of opportunity) yang dinikmati suatu negara sebagai akibat dari besarnya proporsi penduduk produktif (rentang usia 15 hingga 64 tahun) dalam evolusi kependudukan yang dialaminya. 

Beberapa negara, contohnya Jepang di masa lampau memanfaatkan potensi pemuda untuk menguasai dan menyerang berbagai wilayah. Seperti pengeboman di Pearl Harboor yaitu pangkalan laut terbesar milik Amerika Serikat dan pertempuran Shanghai selama tiga bulan di China. Walaupun setelah itu terjadi pengeboman di Kota Hiroshima dan Nagasaki tapi Jepang berhasil mengembalikan keadaan karena keberhasilan memanfaatkan bonus demografinya.

Kini Jepang menjadi negara dengan perekonomian terbesar ketiga, setelah berhasil mengelola dan memanfaatkan momentum pada fase bonus demografi mereka. Begitu pula Islam telah berhasil memanfaatkan bonus demografi di masa kepemimpinan gemilang Khilafah Islamiyah. Generasi Islam mendapatkan pendidikan yang berkualitas dan berbasis aqidah Islamiyah, hingga umat Islam menjadi mercusuar peradaban di masa itu.

Warga negara lain datang ke negeri-negeri muslim untuk belajar ilmu pengetahuan. Ini adalah hasil penerapan sistem Islam secara Kaffah termasuk dalam aspek pendidikan. Pendidikan bagi generasi, memang bukan semata tanggungjawab orangtua hingga harus merogoh kocek dalam-dalam. Pendidikan juga merupakan tanggung jawab karena pemerintah memiliki tanggung jawab untuk menyediakan pendidikan gratis berkualitas bagi rakyat.

Tidak hanya pendidikan aspek kesehatan pun menjadi tanggungjawab penguasa. Negara juga harus mengelola sumber daya alam yang termasuk milik umum seperti tambang untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. Rakyat tidak akan terbebani secara ekonomi sehingga muncul kekhawatiran memiliki anak.

Kaum muslim bahkan akan terdorong untuk memperbanyak generasi shaleh berkualitas sehingga memberikan sumbangsih bagi peradaban Islam. Lihatlah seperti dalam sejarah Bani Musa bersaudara yang ketiganya menjadi ilmuwan hebat di masanya. Tak Hanya mereka sejarah peradaban Islam dihiasi dengan banyak sekali ulama dan ilmuwan yang kapasitas keilmuannya level dunia. 

Inilah profil generasi Islam, jika umat Islam enggan memiliki anak berkah demografi ini tidak akan kita nikmati. Yang ada justru ancaman kepunahan umat Islam, sebagaimana yang sudah dialami bangsa barat saat ini. Masa depan generasi yang hanya akan ada di tangan umat Islam dengan tegaknya kembali sistem Islam dalam naungan Khilafah.

Post a Comment

Previous Post Next Post