NIK Jadi NPWP, Stop Bayar Pajak Hanya Ilusi


By : Maryam Sakinah 
(pegiat literasi) 
 
Tagar stop bayar pajak sempat viral di media sosial bahkan Sri Mulyani, Menteri Keuangan, turut merespons persoalan ini. Disampaikan olehnya bahwa mereka yang tidak mau bayar pajak sama saja dengan tidak ingin melihat Indonesia maju. Oleh karena itu, masih menurutnya, ajakan-ajakan #stopbayarpajak lebih baik tidak perlu dihiraukan. 


Atas cuitan Sri Mulyani, Teddy 
Gusnaidi, Ketua Umum Partai Garuda  menyampaikan penilaiannya, tidak seharusnya Menteri Keuangan menanggapi hashtag tersebut. Karena sudah jamak diketahui bahwa membayar pajak itu wajib dan ketentuannya sudah diatur jelas dalam undang-undang. Yang dibutuhkan pemerintah hanya perlu menegakkan aturan tersebut. 


Saling sahut dalam cuitan di media sosial antara pejabat negara dan petinggi partai menunjukkan ketidaksensitifan dan hilangnya empati mereka pada nasib rakyat. Bagaimana tidak, seluruh subsidi rakyat dicabuti dengan alasan agar rakyat mandiri. Akibatnya harga-harga kebutuhan pokok melambung tinggi nyaris tidak terkejar. Sementara lapangan pekerjaan sulit didapat. Di sisi lain, mereka diwajibkan untuk membayar berbagai jenis pajak. Sungguh sempurna kesengsaraan yang dialami rakyat. 


Nah, di saat rakyat menyuarakan keinginan bebas dari beban pajak pemerintah justru malah meresmikan penggunaan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Peraturan ini memastikan tidak seorang pun bakal lolos dari jerat pajak. Pemerintah akan mudah saja menarik pajak dari orang-orang yang diwajibkan membayar pajak. Mudah pula memantau siapa-siapa yang menunggak membayar pajak karena identitas kependudukan diintegrasikan menjadi kartu wajib pajak. 


Peresmian kebijakan ini mengindikasikan bahwa seruan #stopbayarpajak hanyalah sekadar harapan semu rakyat. Alih-alih seruan itu mendapat perhatian dan dijadikan bahan pertimbangan oleh para penguasa, malah penunggak pajak diancam pidana maupun sanksi moral. Kebijakan ini jelas menggambarkan negara tak ubahnya sebagai pemalak bukan penyelenggara hajat hidup rakyat.  


Namun memang beginilah konsep sistem ekonomi kapitalisme. Sistem ini membakukan pajak sebagai sumber pendapatan utama selain utang. Karena kebakuan ini, tata kelola sumber daya alam yang melimpah di negeri ini lebih diserahkan pada swasta. Negara hanya berharap tetesan pemasukan dari pajaknya. Dampaknya bisa ditebak, jangankan memberikan subsidi pada rakyatnya, menjalankan roda pemerintahan pun kesulitan. Solusinya, pemerintah akan menaikkan persentase pajak, mencari sumber pajak baru, dan mengejar rakyat yang mengemplang pajak, tetapi memberikan tax amnesty pada konglomerat. Sungguh ironis bukan? 

Namun demikianlah adanya. Saat ini jelas-jelas negara tidak menunjukkan keberpihakannya pada rakyat. Seruan stop bayar pajak benar-benar hanya ilusi.

Post a Comment

Previous Post Next Post