Peringatan menyambut tahun baru hijriyah selalu semarak setiap tahun, ini menandakan ada semangat untuk mensyiarkan momen-momen bersejarah dalam Islam. Semua lapisan masyarakat turut serta merayakan dengan caranya masing-masing, ada pawai siswa sekolah, dari jenjang Taman Kanak-kanak hingga Sekolah Menengah Atas. Ada yang meramaikan dengan twibbon di media sosialnya masing-masing, ada pula tradisi membuat bubur Suro dan menyantuni anak yatim. Hanya sekedar rutinis tahunan seperti inikah dari tahun ke tahun? tanpa ada aksi nyata untuk berubah lebih baik? Jika demikian apa makna tahun baru Islam? Apakah hanya sekedar perayaan kemudian selesai?
Perayaan Tahun Baru Islam 1 Muharram harus dimaknai mengingat kembali momen hijrah Rasulullah SAW dari Makkah ke Madinah. Hijrah dari jahiliyah menjadi Islami, dari kufur menjadi beriman, dari biadab menjadi beradab, dari maksiat menjadi taat, tanggalkan hukum jahiliyah dan terapkan Islam kaffah. Hijrah dengan makna seperti ini akan membawa perubahan yang berarti bagi umat, Islam pun akan menjadi rahmatan lil alamin.
Namun, cukupkah hijrah hanya pada level individu dan komunitas? Hijrah pada tataran individu dan komunitas tak akan membawa perubahan yang berarti. Karena sekuat apapun individu/komunitas untuk berubah tidak akan berhasil jika sistem kehidupannya tidak mendukung. Menjadi taat sendiri akan di bully. Menjadi solihah sendiri akan diolok-olok. Menentang muamalah riba tak berdaya di tengah masifnya pinjol. Melawan arus moderasi dalam dunia pendidikan pun tak mampu karena bukan pengampu kebijakan. Mengkritisi mahalnya biaya kesehatan pun tak akan didengarkan. Perundungan yang mengakibatkan kematian tak mampu dicegah. Yang bisa dilakukan hanyalah melihat kedzaliman demi kedzaliman yang terpampang nyata di depan mata. Belum lagi drama korupsi para pejabat yang silih berganti. Jika demikian parah kondisi negeri ini, mampukah keshalihan individu membawa perubahan? Tentu jawabannya, tidak !
Sistem kehidupan hari ini menihilkan sebagian besar syariat Islam sehingga wajar jika masalah tak kunjung usai. Ibarat orang sakit yang dapat resep obat dari dokter, tapi obatnya tidak diminum hanya resep obatnya yang dibaca berulang-ulang. Bisa dipastikan penyakit tidak akan enyah dari pasien. Beginilah gambaran umat hari ini, syariat Islam yang termaktub dalam kitabullah dan Sunnah Rasulnya diabaikan. Syariat dari Allah SWT hanya sekedar sebagai pengetahuan tanpa aplikasi, maka kehidupan hari ini pun jauh dari rahmatan lil alamin.
Perubahan yang dibutuhkan adalah perubahan sistem kehidupan yang selama ini melenakan kaum muslimin. Sistem kehidupan yang mengabaikan dimensi ruhiyah sehingga umat terjebak dalam kungkungan kapitalisme liberal. Sistem inilah yang menyebabkan kerusakan pada semua aspek kehidupan. Mengubah sistem kehidupan yang sudah mengakar tentu membutuhkan kerja keras dan kerja jamaah, agar perubahan kehidupan ke arah yang lebih baik dapat tercapai .
Hijrah harus didasari pada evaluasi pada sistem politik dan kepemimpinan yang saat ini berjalan dan paham sistem pengganti yang menjamin kehidupan menuju kesempurnaan. Maka dibutuhkan perubahan di level keumatan agar sistem kehidupan sesuai rekomendasi Sang Pencipta kehidupan. Inilah makna hijrah yang hakiki, hijrah dari sistem kufur ke sistem Islam. Memformat ulang sistem kehidupan dibutuhkan andil individu, masyarakat dan negara untuk mewujudkannya. Kerjasama ketiga elemen inilah yang akan menghasilkan perubahan mendasar menuju kehidupan yang rahmatan lil alamin.
Muharram 1444H menjadi momentum hijrah untuk menyongsong peradaban gemilang yang dijanjikan oleh Rasul SAW. Sekecil apapun partisipasi kita dalam mewujudkan peradaban ini akan tercatat sebagai pahala di sisi Allah SWT, karena usaha kitalah yang dinilai sedangkan hasilnya Allah SWT yang menentukan.
Wallahu a’lam bisshawab
Post a Comment