Muharam: Hijrah Untuk Politik

Oleh: Kharimah El-Khuluq

Satu Muharam merupakan hari bersejarah dalam Islam. Dimana diperingati sebagai tahun baru Islam. Berbagai aktifitas dilakukan dalam mengisi hari tahun baru Islam, yaitu tablig, pawai obor, pengajian, santunan anak yatim, dll.

Namun, kita sebagai muslim aktifitas memperingati 1 Muharam bukan sekadar melakukan euforia semata. Akan tetapi, ada hal penting yang perlu diketahui. Yakni, momen meneladani ketegasan dan kesabaran Rasulullah dalam mengemban dakwah Islam. Berkat keteguhan, ketegasan dan kesabaran beliau, risalah Islam tersebar di seluruh pelosok dunia.

Untuk memperoleh keberhasilan dalam mendirikan dan melangsungkan kehidupan negara Islam Rasulullah tidak berdiam diri melainkan melakukan hijrah. Sebab, ketika Rasulullah berdakwah di Makkah selama 13 tahun, berbagai cara telah dilakukan oleh Rasulullah untuk menyebarkan Islam di Makkah, tetapi tidak banyak penduduk yang menerima dakwahnya. Beliau dan para sahabat malah lebih dominan mengalami berbagai penindasan dan penyiksaan oleh kaum kafir Quraisy. Dan wilayah tujuan hijrah Rasulullah adalah di Madinah.

Untuk hijrah ke Madinah Rasulullah tidak langsung berangkat tetapi ada beberapa tahapan dan pemantauan oleh Rasulullah terkait perkembangan Islam di Madinah. Sebelumnya beliau mengutus Mus'ab bin Umair sebagai duta dakwah di Madinah untuk mengajari 12 orang dari madinah yang telah datang untuk menemui dan mengimani agama yang dibawa Rasulullah. Pengakuan keimanan dan kepatuhan 12 orang ini terhadap apa yang dibawa oleh Rasulullah disebut sebagai baiat aqabah.

Berkat kegigihannya Mus'ab bin Umair dalam mengemban dakwah Islam maka dalam waktu satu tahun Madinah mampu ditaklukan oleh Mus'ab bin Umair. Mus'ab bin Umair pun melaporkan hal ini kepada Rasulullah. Tentu Rasulullah bergembira atas mendengar kabar tersebut.

Sehingga, pada 622 Masehi, 73 orang datang ke Makkah untuk berhaji. Mereka berasal dari suku Aus dan Khazraj yang berniat menemui Rasulullah dan menyatakan komitmennya untuk membela dan mengikuti Rasulullah beserta kaum muslim dari kaum Quraisy. Mereka pun siap menyerahkan kekuasaannya kepada Rasulullah agar beliau berhijrah ke Madinah. Maka, dari sinilah awal hijrahnya Rasulullah.

Oleh karena itu, jika kita berkaca kepada hijrahnya Rasulullah bahwa momentum hijrah itu tidak bisa diartikan hanya sebatas berpindah tempat, merubah penampilan semata dari berpakaian terbuka kemudian memakai pakaian tertutup. Akan tetapi perubahannya harus lebih dari itu. Yaitu berubah atau berpindah dari keadaan yang kotor menuju keadaan yang bersih secara keseluruhan. Tidak hanya pada satu sisi melainkan harus menanggalkan dan meninggalkan segala hal yang buruk. Yakni, pemikiran dan tingkah laku buruk jahiliyah itu sendiri. Dan bertransformasi ke pemikiran sahih yang terdapat dalam ideologi Islam dan mengemban serta menerapkan Islam sebagai pedoman dalam segala lini kehidupan.

Maka dari itu, memperingati momentum ini sudah seharusnya para penguasa negara-negara mayoritas Islam untuk mengikuti jejak hijrahnya Rasulullah khususnya Indonesia. Mengingat pondasi dari negeri ini masih menerapkan demokrasi. Hasil dari penerapan sistem pemerintahan yang berasaskan demokrasi adalah mencetak para pejabat yang sibuk mengembalikan modal pesta demokrasinya. Dan tidak tanggung-tanggung mereka melakukan tindakan korupsi. Maka dari itu, untuk terlepas dari belenggu korupsi, nepotisme, kolusi Indonesia harus berhijrah dari menggunakan asas demokrasi dengan berpindah menggunakan asas Islam secara menyeluruh dalam tata kelola sistem pemerintahannya.

Ketika Indonesia telah hijrah ke sistem pemerintahan Islam, maka secara otomatis dimensi-dimensi lain yang cacat akan turut bertranformasi kearah yang benar sesuai syariat Islam. Sebut saja dimensi yang paling menonjol yang menyengsarakan umat saat ini adalah sistem ekonomi menggunakan sistem kapitalisme. Sehingga, yang ada rakyat bukan sejahtera tetapi saling memakan sesamanya, ibarat hukum rimba yang kuat yang akan menang dan menguasai medan kehidupan. Nah, ketika sudah hijrah ke sistem Islam maka pengelolaannya menggunakan sistem ekonomi Islam. Hak kepemilikan dipilah secara jelas dalam Islam. Bahkan, pendistribusian pun diatur sedemikian rupa.

Dan masih banyak kebobrokan-kebobrokan dari sistem demokrasi ini, bahkan seluruh lini kehidupan manusia tidak ada secuil pun keberadaan sistem ini memberikan suatu kemanfaatan untuk umat. Dari rakyat untuk rakyat dan oleh rakyat itu hanya sebatas lagu untuk terus menyenyakan tidur umat.

Oleh karena itu, apa lagi yang diharapkan dari sistem bobrok ini. Tegapkan badan mantapkan langkah ayo hijrah yang sesungguhnya. Bukan hijrah individu, jamaah, dll melainkan hijrah total ke syariat Islam dan yang harus memandu hijrah ini adalah negara itu sendiri.

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS Al-Baqarah: 218).

Wallahualam Bishawwab.

Post a Comment

Previous Post Next Post