Selama pandemi Covid-19, pekerja-pekerja migran sangat
rentan jadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Serikat Buruh Migran
Indonesia (SBMI) berharap saat peringatan Hari Anti Perdangan Orang Sedunia (31
Juli 2022) menjadi momentum membangun kesadaran kritis masyarakat dan
merefleksikan kerentanan Pekerja Migran Indonesia (PMI/TKI) pada korban TPPO,
khususnya di masa pandemi Covid-19 ini.
Pada waktu yang sama dengan peringatan Hari Anti Perdagangan
Orang Sedunia (31 Juli 2022), laman berita tvonenews.com memberitakan bahwa ada
60 Warga Negara Indonesia (WNI) yang disekap di Kamboja. Karo Penmas Divisi
Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan membenarkan adanya laporan terkait
penyekapan tersebut. Sebanyak 55 WNI yang terdiri dari 47 pria dan 8 wanita
telah dibebaskan dari penyekapan oleh kepolisian Kamboja. Sedangkan 5 orang
lainnya masih dalam proses pembebasan, tutur Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno
Marsudi (tvonenews.com, 31 Juli 2022).
Dilansir dari tempo.co data BP2MI memperlihatkan
selama masa pandemi Covid-19 pada 2020-2021, jumlah penempatan PMI menurun,
tetapi angka kasus pengaduan TPPO meningkat. Hal tersebut diungkap dalam studi
SBMI tentang ‘Pemberdayaan Ekonomi Mantan PMI terdampak Covid-19’ bahwasannya
mayoritas PMI yang pulang ke tanah air di masa pandemi mengalami masalah
ekonomi dan banyak yang tidak bekerja, serta sulit mengakses bantuan
pemerintah. Sehingga situasi membuat PMI yang pulang ke Indonesia rentan
terjebak dalam jeratan utang dan menjadi korban TPPO.
Kasus penyekapan 60 WNI di kamboja ini mengindikasikan
masih sangat besarnya dorongan mencari kerja di luar negeri meski risiko
keselamatan dan nyawa mengancam. Ini bukan kali pertama kita dengar kasus
tentang penyekapan pekerja migran atau tentang perdagangan orang. Sulitnya
lapangan pekerjaan dan kemiskinan mendorong mereka sang pejuang nafkah
melakukan migrasi. Kurangnya informasi, kesulitan administrasi, iming-iming
janji manis pihak calo, membuat mereka (pekerja migran) memilih jalan illegal. Sehingga
tidak terlalu memperhatikan keselamatan diri sendiri.
Kasus Human trafficking atau TPPO tidak cukup
diselesaikan dengan usaha pembebasan-penyelamatan yang dilakukan oleh
pemerintah. Suatu saat kasus ini akan terulang sehingga butuh perlindungan
total dari pemerintah. Perlindungan total hanya bisa dilakukan pemerintah bila
di dalam negeri sendiri tersedia cukup lapangan kerja, adanya kemudahan dalam
memenuhi kebutuhan dasar masing-masing individu rakyat. Sehingga para ‘pencari
nafkah’ tak perlu terpaksa untuk mencari kerja di luar negeri. Sedikitnya
lapangan pekerjaan membuat sebagian banyak rakyat tidak memiliki pekerjaan.
Belum lagi kebutuhan dasar seperti halnya sembako, kebutuhan dapur, yang
cendrung naik. Begitupun dengan biaya sekolah anak dan biaya kesehatan yang
memberatkan bagi banyak masyarakat. Maka jalan apapun akan mereka pilih untuk
bertahan hidup dan berharap agar hidup lebih layak.
Lalu bagaimana cara Islam dalam memberikan
perlindungan total terhadap rakyatnya?
Dalam Islam kebutuhan setiap individu rakyat dijamin
oleh negara Khilafah. Negara Khilafah berbeda dengan bentuk negara apapun di
dunia. Khilafah memposisikan negara sebagai periayah, mengurusi urusan agama
dan dunia. Maka dalam menjalankan tugasnya memastikan setiap kebutuhan warga
negara telah terpenuhi dengan sebaik-baiknya. Termasuk dalam pekerjaan. Sebagaimana
sabda Rasulullah SAW, “Imam (kepala negara) laksana penggembala, hanya dialah
yang bertanggung jawab terhadap urusan rakyatnya”.
Dalam konsep ekonomi Islam, lapangan pekerjaaan
penting bagi ekonomi negara dan keluarga. Negara Khilarah akan memastikan
setiap laki-laki yang menjadi penanggung jawab nafkah mendapat pekerjaan. Tidak
harus pegawai negara, menjadi apapun sesuai keahliannya. Tulisan Ustadz Hafidz
Abdurrahman, MA dalam laman helpsharia.com menuliskan bahwa negara khilafah
mempunyai kewajiban untuk membuka lapangan pekerjaan, dan kesempatan berusaha
bagi seluruh rakyatnya. Jika ada yang mampu bekerja, tetapi tidak mempunyai
modal usaha, maka bisa mengadakan kerja sama dengan sesama warga negara, baik
Muslim maupun non-Muslim. Bisa juga dengan mekanisme qardh (utang), hibah
(pemberian cuma-cuma), maupun yang lain. Jika modal usaha tersebut terkait
dengan negara, misalnya seperti tanah pertanian milik negara, maka negara
khilafah bisa memberikannya untuk dikelola. Inilah yang disebut Iqtha’. Negara
juga menjamin kepemilikannya atas tanah mati, yang tidak dikelola lebih dari 3
tahun oleh pemilik asalnya, jika tanah mati tersebut dia kelola. Dan, masih
banyak mekanisme yang lain. Dengan begitu perekonomian akan stabil.
Sumber daya alam dalam Khilafah akan dikelola secara
mandiri oleh negara tanpa campur tangan asing. Sehingga kekayaan milik umat
benar-benar dikelola negara untuk kepentingan rakyat. Dalam video yang
disiarkan dalam kanal youtube MMC menyampaikan bahwa konsep ini akan membuka
lapangan pekerjaan yang luas karena pasti akan dibutuhkan pekerja dalam jumlah
yang banyak, baik dari tenaga ahli maupun terampil. Dalam Khilafah warga
negaranya tidak perlu sampai mengundi nasib hingga membahayakan nyawa mereka dengan
recehan uang. Namun jika ada warga Khilafah yang ingin berkarir di luar negeri
maka pilihan tersebut harus diiringi tiadanya mudharat dan pemberian jaminan
perlindungan oleh negara. Inilah jaminan yang diberikan khilafah yang tidak akan
sanggup dipenuhi oleh sistem Kapitalisme.
Wallahu
A’lam Bishowwab
Referensi
Muslimah
Media Center (MMC). 2022, 5 Agustus. 60 WNI Sempat Jadi K0rban P3nyekapan di
Kamboja, Bekerja Tanpa Perlindungan? | Serba-serbi MMC [Vidio]. Youtube.
https://www.youtube.com/watch?v=Xzlkv03iRmk
https://www.tvonenews.com/berita/nasional/57295-60-wni-disekap-di-kamboja-begini-kata-mabes-polri
diakses pada 8 Agustus 2022
https://dunia.tempo.co/read/1617736/pekerja-migran-rentan-jadi-korban-tppo-selama-pandemi-covid-19
diakses pada 8 Agustus 2022
http://helpsharia.com/2017/01/13/program-jaminan-untuk-rakyat-dalam-negara-khilafah/
diakses pada 9 Agustus 2022
Post a Comment