Mempertanyakan Alasan Pemblokiran Kemkominfo!

Oleh: Nurul Rabiatul Adawiyah

Menteri komunikasi dan informatika (kominfo) memblokir delapan sistem elektronik (PSE) lingkup privasi. Pemblokiran tersebut dilakukan lantaran tidak mendaftarkan pada PSE milik kominfo.

Kewajiban mendaftarkan PSE pun diatur dalam undang-undang No. 05 tahun 2020 tentang penyelenggaraan sistem elektronik lingkup privasi.

Adapun delapan PSE yang di blokir kominfo, yakni Yahoo search engine atau mesin carinya, Steam, Dota, Counter-Strike, Epic Games, Origin.com, Xandr.com, dan PayPal.

Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kominfo, Semuel Abrijani memberikan waktu kepada pengguna PSE untuk segera melakukan pendaftaran kepada keminfo, batas waktu yang di berikan sekitar tanggal 30 juli jam 00.00 Wib. (Okezone.com, Sabtu 30/07/22).

Banyak warganet yang kecewa terhadap keputusan tersebut lantaran mereka tidak bisa lagi mengakses situs-situs yang ada pada aplikasi yang biasa mereka gunakan. Contohnya salah satu dari aplikasi itu adalah paypal. Paypal merupakan aplikasi alat pembayaran yang umum digunakan dalam transaksi lintas negara. Akibat pemblokiran tersebut, banyak pengguna yang dirugikan, bahkan hingga harus kehilangan nafkahnya.

Perusahaan agregator (distribusi musik digital) maupun label yang memberikan layanan untuk mendistribusikan karya musik ke platform digital, seperti Spotify, dipastikan juga akan kesulitan ketika menggunakan layanan PayPal untuk proses monetisasi.

Walaupun pihak Kominfo menyatakan bahwa pendaftaran PSE ini agar pengguna internet mendapatkan perlindungan, baik data pribadi maupun ruang digital yang aman. Namun, tetap saja, masyarakat merasa makin terbatasi dalam berselancar di dunia maya.

Publik protes keputusan ini karena tidak ada alasan mendasar untuk memblokir. Alih-alih melindungi konsumen dari penipuan dan kerugian, pengguna malah dirugikan dengan pemblokiran tersebut.

Tapi kalau misalnya pemblokiran itu dilakukan pada situs-situs yang berbahaya bagi warganet yah itu tidak masalah. Tapi di sisi lain mereka malah tidak mempermasalahkan tentang situs judi yang malah berbahaya untuk masyarakat hanya karena sudah melakukan pendaftaran pada kominfo.

Semisal aplikasi domino yang di duga salah satu aplikasi judi yang mendapatkan izin PSE. Walau kemudian Dirjen Aptika Kementerian Kominfo, Semuel Abrijani menegaskan bahwa website-website yang terdaftar sebagai PSE bukanlah sebuah platform judi online, melainkan sebuah aplikasi permainan.

"Saya sudah dapat laporan itu, ada yang namanya Domino itu permainan. Jadi permainan bukan judi, silahkan download kita bisa bermain itu membeli koin kok. Jadi terima kasih juga masyarakat, tapi yang kemarin kami cek itu permainan kartu domino permainan online," (CNBC Indonesia.com, Minggu 31/7/22).

Sebetulnya pemblokiran situs dan aplikasi memang hak pemerintah. Keberadaannya harus ada untuk melindungi rakyat dari segala macam marabahaya. Entah itu bahaya pencurian data pribadi, maupun lingkungan ruang digital yang aman, terutama bagi generasi. Negara harus memiliki kekuatan untuk bisa menindak tegas situs atau aplikasi berbahaya.

Akan tetapi, persoalannya bukan di situ (pemblokiran). Masyarakat tentu akan menerima jika yang diblokir adalah situs atau aplikasi yang terbukti berbahaya menurut standar syariat. Yang masyarakat resahkan adalah keberpihakan pemerintah bukanlah pada kemaslahatan umat.

Pemerintah terkesan tidak segan langsung memblokir situs yang dibutuhkan umat hanya karena aturan administratif (pajak). Dari sini kita bisa melihat bahwa keberpihakan pemerintah bukan pada kebutuhan umat tapi demi pundi-pundi rupiah seperti pajak.

Akar permasalahan sesungguhnya terletak pada kebijakan kapitalistik dalam sistem demokrasi. Kebijakannya selalu menguntungkan oligarki dan kapitalis, serta merugikan rakyat. Oleh karenanya, jangan pernah berharap pemblokiran situs akan berdasarkan pada kebutuhan umat jika sistem demokrasi kapitalisme masih diterapkan.

Dalam pandangan Islam, kominfo/pemerintah wajib melindungi rakyat dari beragam kerusakan dan kerugian. Selayaknya pemblokiran dilakukan dilakukan dengan alasan kuat, tentunya sesuai dengan tuntunan syara’ misal terhadap PSE judi, sia-sia atau konten-konten maksiat atau tidak ada faedah lainnya. Jangan sampai pemerintah membiarkan dan hanya memblokir aplikasi yang unfaedah hanya demi mendapatkan untung atau memfasilitasi pihak tertentu dan merugikan provider lain.

Jika Islam diterapkan secara sempurna, kebijakan akan berfokus pada umat. Keberadaan penguasa adalah untuk melindungi umat dari segala bahaya. Pemblokiran situs dan aplikasi akan mengikuti kemaslahatan umat dan tidak akan terjadi pada situs dan aplikasi yang bermanfaat. Sedangkan terhadap situs berbahaya, bukan hanya pemblokiran, melainkan ada sanksi bagi pengelolanya.

Selain itu, negara memiliki kontrol penuh terhadap konten media. Apa pun yang sampai pada umat hanyalah kebenaran tentang agamanya beserta nilai-nilai kehidupannya. Dari sini akan lahir semangat fastabiqul khairat dalam diri pebisnis media, yakni agar karya mereka bisa makin menambah keimanan umat manusia.

Terkait perlindungan data pengguna, negara akan berusaha seoptimal mungkin dalam menjaganya. Segala yang menyangkut keamanan masyarakat menjadi kewajiban negara untuk melindunginya. Oleh karenanya, alokasi dana untuk pendidikan dan riset akan sangat besar sehingga akan terlahir individu yang mampu menciptakan teknologi tercanggih, misalnya dalam hal perlindungan data.

Begitu pula suntikan dana hibah bagi perusahaan rintisan, akan deras mengalir sehingga negara mampu membuat sendiri berbagai aplikasi untuk keperluan transaksi dan kemudahan rakyatnya. Derasnya dana riset dan pendidikan, serta suntikan pada para pebisnis ini bisa terealisasi karena negara memiliki kekuatan pada kas negara.

Wallahualam bishawwab.

Post a Comment

Previous Post Next Post