Marak Mahasiswa Bunuh Diri, Bukti Kapitalisme Tak Mampu Memberikan Solusi


Oleh Susci U
 (Anggota Komunitas Sahabat Hijrah Banggai Laut Sulteng)

Kasus mahasiswa bunuh diri kembali  menghebohkan publik. Salah-satunya dikabarkan oleh akun twitter @utbkfess. Akun tersebut menyampaikan bahwa seorang calon mahasiswa bernazar jika lulus masuk perguruan tinggi yang diimpikannya, maka akan memberi santunan terhadap anak yatim. Sebaliknya, jika tidak lolos, ia akan mengakhiri hidupnya. Mirisnya, dikabarkan bahwa kini calon mahasiswa tersebut telah mengakhiri hidupnya setelah sebelumnya sempat menghilang. Ia membuktikan apa yang telah disampaikan karena diketahui ia tidak lolos diperguruan tinggi yang diinginkannya. (hops.id, 13/07/2022)


Selaras dengan kasus di atas, mahasiswa berinisial BH, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Mulawarman (Unmul), Samarinda, Kalimantan Timur, juga ditemukan dalam keadaan gantung diri.

Menurut keterangan keluarga korban, sebelumnya almarhum sempat mengeluhkan kuliahnya yang tak kunjung selesai dan skripsi yang sering ditolak.

“Dia diajak ngomong baru nyambung. Katanya kuliah 7 tahun enggak lulus-lulus. Ngajukan skripsi ditolak terus sama dosennya. Sehingga dia diduga stres akhirnya bunuh diri,” tutur Kanit Reskrim Polsek Sungai Pinang, Iptu Fahrudi, setelah mendapatkan keterangan dari keluarga korban (regional.kompas.com, 15/07/2020)

Kasus bunuh diri tak hanya terjadi kali ini saja, tetapi menjadi kasus yang sangat krusial di tengah masyarakat khususnya di kalangan mahasiswa. Menurut keterangan riset The Indonesian Nationtatif of International Association for Suicide Prevention (IASP), sejak tahun 2003 Indonesia sudah berada di zona merah kasus rentan bunuh diri. Maraknya, terjadi ditataran remaja terpaut usia remaja dan usia produktif (antara usia 15-29). WHO menilai bahwa rentannya kasus bunuh diri disebabkan karena adanya tekanan hidup baik yang berasal dari internal maupun eksternal. Sehingga memicu gangguan mental seperti depresi. WHO juga merunutkan, bunuh diri menjadi penyebab utama kematian kedua setelah kecelekaan di jalan. (puspensos.kemensos.go.id)

Dengan melihat data keterangan kasus bunuh diri khususnya pada mahasiswa, tampaknya pendidikan masih belum berada pada zona aman. Padahal beragam kebijakan dan pengawasan pendidikan telah banyak dihadirkan, misalnya beasiswa prestasi, beasiswa kurang mampu dan jalur bebas tes masuk perguruan tinggi dan bantuan beasiswa lainnya dengan tujuan mampu menjangkau pendidikan secara luas. Namun faktanya, semua itu tak mampu mencegah tindakan mengakhiri diri. 

Lantas apa yang salah dari kebijakan yang sering atau tiap tahunnya diberlakukan negara?

Problem Pendidikan Kapitalisme Sekularisme

Kegagalan negara dalam mengelola pendidikan hari ini tak bisa dilepaskan dari paradigma penerapan kapitalisme sekularisme. Sistem yang berlandaskan pemisahan antara agama dengan kehidupan tersebut tidak mampu menghadirkan solusi yang bersinergi dengan problematika yang ada. Bisa dikatakan bahwa negara yang menerapkan sistem kapitalisme sekularisme tidak mampu memunculkan solusi yang menyentuh titik persoalan. Sehingga, bantuan pendidikan yang ditawarkan hari ini tidak menyeluruh dan terkesan berbelit-belit. Alhasil, penjangkauan pendidikan tak bisa dilakukan oleh seluruh elemen masyarakat.

Biaya pendidikan hari ini juga tidak bersinergi dengan biaya hidup sebagian masyarakat. Sebagian masyarakat menampakkan keluhan dan kekecewaan terhadap biaya pendidikan yang terpaut mahal. Hal tersebut yang dialami oleh mahasiswa berinisial BH yang nekat gantung diri karena tak kunjung lulus dan pengakuan bahwa skripsinya belum juga diterima. Tentu hal tersebut akan makin menyulitkan pihak itu sendiri. Pasalnya, perbaikan skripsi yang terus dilakukan akan memakan banyak biaya, ditambah lagi pendidikan yang terus berkelanjutan akan memperparah kondisi pihak yang bersangkutan. Rasa lelah dan tidak sanggup dengan beban tugas akhir begitu dirasakan. Menurutnya, dengan mengakhiri hidup, maka masalah pendidikan yang dialami bisa dapat terselesaikan. Inilah pemikiran pragmatis output dari kapitalisme sekularisme.

Biaya mahal pendidikan hari ini dipicu dengan sikap negara yang tidak indenpenden dalam mengelola perekonomian. Negara cenderung menyerahkan segala bentuk pengelolaan pendidikan maupun SDA kepada pihak asing dan swasta. 

Lemahnya pengelolaan ekonomi akhirnya berdampak pada penyediaan sarana dan prasarana pendidikan. Hal ini seperti yang dialami oleh pelajar bunuh diri akibat ditolak masuk perguruan tinggi favoritnya. Tindakan tersebut disebabkan oleh ketidakmerataan kualitas pendidikan dari satu universitas dengan universitas lain, sehingga mematahkan pilihan-pilihan masuk perguruan tinggi lainnya. 

Selain itu, kapitalisme sekularisme berhasil menjadikan para mahasiswa jauh dari agamanya. Negara yang menerapkan sistem ini tidak akan memedulikan akidah dan kepribadian setiap individu. Pembentukan kepribadian senantiasa dikembalikan kepada peran individu. Pelajaran-pelajaran agama dibatasi hanya satu kali pertemuan dalam seminggu. Itupun dengan materi yang terbatas. Tak heran jika keputusasaan kerap dirasakan.

Pendidikan dalam Islam

Dalam Islam, tindakan bunuh diri akan dapat dihindari. Sebab, Islam memiliki sistem peraturan sistematis dan terstruktur dalam mengatur seluruh urusan kehidupan bermasyarakat. Islam menyediakan sistem pendidikan yang bernuansa pada pembentukan akidah dan kepribadian para mahasiswa. Mereka akan dikuatkan dari segi pola pikir dan pola sikap. Pelajar akan menyadari bahwa standar perbuatan mereka adalah halal dan haram. Ketika Islam melarang keras perilaku bunuh diri, maka secara otomatis para pelajar akan menghindari tindakan tercela tersebut.

Pendidikan dalam Islam tidak akan dipersulit layaknya hari ini. Islam menyadari bahwa pendidikan merupakan kewajiban negara untuk seluruh warga negara. Islam juga tidak menjadikan pendidikan hanya berdasarkan formalitas. Namun pendidikan dapat dimanfaatkan bagi para mahasiswa dalam menjalani kehidupan baik ilmu yang bersifat aqidah maupun sains dan terapan.

Dalam Islam, pendidikan akan digratiskan dan pemerataan kualitas juga dapat dirasakan oleh seluruh instansi pendidikan. Bantuan biaya pendidikan akan diberikan secara menyeluruh untuk seluruh elemen masyarakat. Biaya pendidikan yang diberikan secara gratis dan merata merupakan gambaran keberhasilan Islam dalam mengatur bentuk pengelolaan perekonomian. Dalam Islam, sumber pendapatan berasal pada sumber daya alam yang dikelola secara mandiri dan tidak adanya intervensi dari pihak manapun.

Perekonomian dalam Islam tidak akan membiarkan pengelolaan SDA diserahkan kepada pihak asing maupun swasta. Islam menyadari jika kondisi ini terjadi, maka akan mengganggu kemandirian dan kedaulatan negara.

Jika pendidikan dapat dijangkau dengan gratis dan merata, maka potensi bunuh diri pelajar akan dapat dibendung. Sebab solusi yang ditawarkan Islam menyentuh titik persoalan. Oleh karena itu, sudah seharusnya umat menjadikan Islam sebagai pembuat keputusan yang bersumber dari Allah Swt. Tuhan yang menciptakan alam semesta, ditangan-Nyalah segala yang haq dan batil dapat diketahui.

Waalahua'lam bishshawab

Post a Comment

Previous Post Next Post