lroni Malnutrisi di Negeri Lumbung Padi, Hanya Islam Solusi Pasti


Oleh: Ummu Hanan
(Analis Media, Aktivis Dakwah Islam)


Kasus malnutrisi atau gizi buruk memang merupakan hal yang penting, yang sayangnya masih menjadi PR panjang bagi negara-negara berkembang dunia, termasuk Indonesia. Wakil Presiden RI, Ma'ruf Amin menyebutkan ada 12 provinsi yang saat ini menjadi prioritas pemerintah untuk mengatasi masalah stunting atau gizi buruk untuk menciptakan Sumber Daya Manusia (SDM) berkualitas. Adapun 7 provinsi dengan prevalensi Stunting tertinggi disebutkan Wapres yakni NTT, NTB, Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, dan Aceh. (news.okezone.com, 08/08/2022)

Masalah kekurangan gizi ini juga bukan hanya berpengaruh pada kesehatan, tetapi juga memicu tantangan bagi pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) nasional, mengingat dampak jangka panjang masalah gizi akan berpengaruh buruk pada kualitas hidup dan produktivitas masyarakat.

Bank Pembangunan Asia (Asian Development Bank/ADB) melaporkan prevalensi anak penderita stunting usia di bawah lima tahun (balita) Indonesia merupakan yang tertinggi kedua di Asia Tenggara. Prevalensinya mencapai 31,8% pada 2020. (katadata.co.id, 25/11/2021)

Beberapa faktor penyebab masalah gizi di Indonesia, antara lain konsumsi makanan yang tidak memenuhi jumlah dan komposisi zat gizi, penyakit infeksi, dan tingkat kemiskinan sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan gizi.

Tentu saja kasus gizi buruk atau malnutrisi di negeri ini menjadi sebuah ironi. Pasalnya, Indonesia sendiri merupakan negeri yang kaya akan pangan. Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengatakan produksi pangan Indonesia cukup kuat dan terkendali. Tahun ini, sebagian besar provinsi mengalami surplus produksi. (pertanian.go.id, 4/5/2020)

Ketimpangan distribusi pangan untuk memenuhi kebutuhan gizi rakyat tentu menjadi luka besar negara yang harus segera dipulihkan agar kondisi tidak demikian memburuk. Tentu saja, seluruh penduduk negeri wajib menerima akses pangan yang layak, terjangkau dan mampu memenuhi hajat kehidupannya.

Namun tentu saja ini bukan tugas yang sederhana, bukan tugas individu atau lembaga sosial masyarakat. Pemenuhan pangan sebagai hajat hidup masyarakat jelas merupakan kewajiban negara sebagai penanggung jawab utama. Negara memiliki akses luas yang mampu menjangkau terpenuhinya hak rakyat dalam kebutuhan pangan.

Namun tingginya angka prevalensi stunting yang kian naik di negeri ini, tentu menandakan adanya kesalahan penanganan yang tak hanya menjadi beban bagi pemerintah daerah saja. Melainkan menjadi tugas negara yang membutuhkan solusi sistemik.

Kasus Stunting Indonesia: Bak Tikus Mati Di Lumbung Padi
Selama semester I 2019, Indonesia berhasil mengekspor pangan segar sebanyak 15 ribu ton ke 29 negara. Nilai total keseluruhan mencapai USD 12 juta atau Rp 170 miliar. (liputan6.com, 12/08/2019)

Keterpurukan Indonesia dalam kasus gizi buruk memang mengingatkan kita pada pepatah “Tikus Mati Di Lumbung Padi”. Baik balita, remaja, dewasa bahkan tua renta mengalami kasus malnutrisi akibat kelangkaan pangan dan kesulitan memenuhi asupan nutrisi harian. Padahal pangan dari negeri ini ramai diborong asing dan menghasilkan keuntungan yang cukup besar.

Sistem kapitalisme mengeluarkan banyak kebijakan perundang-undangan, yang menguntungkan pemilik modal. Swasta bisa dengan bebas memprivatisasi sektor publik. Hanya pemilik modal itulah yang bisa menikmati kekayaan alam yang ada. Sedangkan rakyat hanya bisa menonton sambil gigit jari.

Miris memang, namun begitulah sistem dengan basis kapitalis neoliberal menganggap rakyat bukan untuk diberi pelayanan terbaik. Sistem kapitalis neoliberal memang memandang warga negara sebagai konsumen bagi sumber daya yang dihasilkan. Maka tidak heran jika rakyat harus merogoh kocek cukup dalam untuk memenuhi kebutuhan pangan harian.

Di sisi lain, harta yang dimiliki rakyat tidak bisa mencukupi kebutuhan pangan personal bahkan keluarga (anak dan istri) akibat minimnya pemasukan kepala keluarga. Lapangan pekerjaan yang disediakan negara pun terbatas sehingga akhirnya banyak yang sulit mencari nafkah dan jatuh di garis kemiskinan.

Islam Solusi Pasti Tangani Malnutrisi
Lain halnya dengan sistem kapitalis neoliberal, Islam merupakan sebuah sistem paripurna yang pernah berjaya mengentaskan kemiskinan saat aturannya diterapkan. Pada masa pemerintahan khalifah Umar bin Khattab, umat Islam di sekitar Madinah ditimpa bencana kelaparan yang telah menyebabkan wabah penyakit dan kematian.

Kelaparan dan penderitaan rakyat itu dirasakan oleh Umar sebagai penderitaan bagi dirinya. Karena itu, beliau bersumpah tidak akan mengecap daging dan minyak samin. ''Bagaimana saya dapat mementingkan keadaan rakyat, kalau saya sendiri tiada merasakan apa yang mereka derita,'' begitu kata Khalifah Umar yang amat berkesan pada waktu itu.

Umar lantas mengirim surat kepada Abu Musa al-Asy'ari di Bashrah dan Amr bin Ash di Mesir. Kedua gubernur itu mengirimkan bantuan yang besar lewat laut melalui Madinah.

Abu Ubaddah juga mengirim bantuan berupa 4.000 hewan tunggangan yang dipenuhi dengan makanan. Dengan cepat, Umar mendistribusikan semua bantuan yang diterima kepada kaum Muslimin.

Dari kisah teladan sahabat yakni Umar bin Khattab, beliau mencontohkan bahwasanya kebutuhan pangan rakyat sejatinya bisa terpenuhi jika negara turut andil mengatur dan mendistribusikan bahan pangan yang layak dengan segera.

Sistem Islam mencontohkan bahwa negara senantiasa menjamin tiap perut warga negara bisa terisi dengan baik. Pemenuhan kebutuhan domestik akan lebih diutamakan. Fasilitas pangan pun diberikan percuma tanpa beban biaya. Jikalau ada harga yang harus dibayar, tak ada pematokan harga. Tentu harga dan jumlah stok akan dijaga agar tetap stabil.

Selain itu, lapangan kerja akan senantiasa dibuka dengan luas dalam Sistem Islam. Pendidikan pun akan senantiasa dipermudah sehingga setiap warga bisa memiliki skill dan ilmu yang cukup sebagai bekal mereka mencari nafkah.

Negara Islam juga senantiasa bertanggung jawab memenuhi kebutuhan pokok bagi seluruh warga negara Islam terlebih pada warga rentan khususnya orang tua, yatim, dan para wanita yang tidak memiliki wali. 

Begitulah keagungan sistem yang diwahyukan pada Rasulullah saw, sistem pemerintahan Islam, yang kemudian dilanjutkan oleh para sahabat dan khalifah-khalifah. Inilah sistem pemerintahan yang kelak mampu menunaikan tugas untuk mengentaskan malnutrisi di seluruh pelosok negeri.

Wallahua’lam bishshowab

Post a Comment

Previous Post Next Post