Kerugian Terus Terjadi, Islam Tawarkan Solusi

Oleh: Azizha Nur Dahlia

Aktivis Muslimah

  

Lagi dan lagi, kebangkrutan BUMN terjadi lagi. BUMN yang seharusnya bisa membantu menambah keuntungan dalam negara justru nyatanya malah menambah beban negara. Tak hanya satu atau dua BUMN yang sudah dicabut operasinya namun puluhan hingga ratusan suah lagi tak beroperasi. Permasalahan ini diduga terjadi karena salah pengelolaan.

Dilansir dari CNBC.com Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan keputusan ini menjadi langkah terbaik karena ketiga BUMN tersebut sudah tidak dapat melaksanakan perannya dalam memberikan kontribusi terhadap perekonomian nasional, meraih keuntungan, dan memberikan kemanfaatan umum sesuai Undang-Undang BUMN No.19 Tahun 2003. Langkah ini juga sejalan dengan transformasi yang dijalankan Kementerian BUMN agar perusahaan-perusahaan BUMN makin profesional, transparan, dan akuntabel. Menurutnya, pembubaran ini akan berlaku efektif apabila Peraturan Pemerintah (PP) Pembubaran sudah ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo yang diharapkan dapat terbit pada Juni 2022.

 

Adapun BUMN yang dikabarkan akan gulung tikar: Pertama, PT Industri Sandang Nusantara (ISN). ISN merupakan salah satu BUMN yang bakal dibubarkan oleh Erick Thohir menyusul perusahaan yang terus-terusan merugi. Padahal pabrik tekstil dan benang ini sebelumnya beroperasi di tujuh wilayah yakni Makassar, Pasuruan, Malang, Semarang, Bandung, Cilacap, dan Tegal. Erick Thohir sebelumnya berujar bahwa BUMN ini merupakan BUMN dengan kategori sakit kronis. Namun, pemerintah akan tetap memanfaatkan asetnya meskipun perusahaan dibubarkan. 

 

Kedua, PT Pembiayaan Armada Niaga Nasional (PANN). PANN masuk dalam daftar BUMN selanjutnya yang banyak menanggung kerugian. BUMN yang bergerak di bidang multifinance untuk perkapalan ini memiliki beban utang sejak 1994 tanpa memperoleh pemasukan. PANN juga telah mengeluarkan pembiayaan USD 34 juta

 

Ketiga, PT Kertas Kraft Aceh (KKA). KKA adalah bekas tempat kerja Presiden Joko Widodo saat dirinya merantau ke Aceh. Perusahaan berbasis di Lhoksumawe ini berhenti beroperasi sejak 2007 lantaran kesulitan memperoleh bahan baku. Padahal produsen kertas pembungkus semen ini memiliki kapasitas terpasang 135.000 ton per tahun.

 

Keempat, PT Merpati Nusantara Airlines. Merpati Nusantara Airlines berhenti mengudara berhenti terbang sejak 2014 silam. Pesawat ini kalah saing dengan armada bertarif murah seperti Lion Air. Setahun setelah resmi berhenti beroperasi, Merpati Nusantara masih membukukan pendapatan Rp43 miliar, atau turun 64% daripada pendapatan tahun terakhirnya. Namun, perusahaan ini mencetak rugi bersih Rp2,48 triliun.

 

Kelima, PT Industri Gelas. Presiden Jokowi meminta pembubaran PT Industri Gelas karena perusahaan ini tidak mampu lagi menanggung beban usaha. Kendati memiliki pendapatan Rp690 juta dan pendapatan lain-lain senilai Rp2,84 miliar namun pada 2018 beban usahanya mencapai Rp6,56 miliar. Selain itu masih terdapat beban lain-lain Rp57,13 miliar dan beban bunga Rp48 miliar.

 

Jelas dari fakta tersebut kebangkrutan BUMN bukan hanya tentang salah kelola namun karena salah dalam memandang aset negara dan aset rakyat. Dalam Islam pengelolaan aset negara tentu berbeda dengan aset rakyat.

 

Setidaknya ada 3 penyebab kenapa masalah ini terjadi: Pertama, kesalahan negara dalam penetapan aset. Islam dengan sempurnanya mengelola dan memilah aset. Aset milik umum, milik rakyat dan milik negara harus secara terpisah dalam pengelolaannya. Namun dalam keadaan sekarang ketiga set tersebut dijadikan satu pengelolaannya, seakan-akan semuanya menjadi milik negara. Sehingga negara bisa secara bebas bisa memberikan kepada siapa pun kepada seorang bahkan asing sekalipun.

 

Berbeda dengan Islam, Aset-aset ada yang menjadi milik umum, contohnya sumber daya alam yang tersedia dalam jumlah yang berlimpah. Dalam hadits Nabi dikatakan bahwa kaum Muslimin dan umat manusia, mereka berserikat dalam tiga hal yakni air, padang gembalaan dan api. Artinya, berbagai sumber daya alam dalam berbagai bentuknya yang tersedia dalam jumlah yang melimpah maka menurut syariat Islam itu adalah milik umat. Sehingga haram hukumnya diprivatisasi, tidak boleh negara sekalipun memberikan hak pengelolaannya kepada orang tertentu bahlan asing.

 

Kedua, bagaimana negara ini mengelola aset berorientasi pada profit. Padahal pengelolaan aset milik rakyat tidak boleh sama sekali  berorientasi pada profit dan haru dikembalikan lagi manfaatnya kepada rakyat, bukan justru mengambil keuntungan sebesar-besarnya.

 

Ustadzah Nida Sa’adah dalam MuslimahNews.com menuturkan kalau dilihat dari penamaan BUMN. Dari nama itu saja sudah dapat kita lihat konsepnya adalah sebagaimana perusahaan atau korporasi. Yang membedakan adalah perusahaan ini merupakan milik negara. Dalam Islam, diberikan regulasi secara khusus bahwa tidak boleh pejabat publik apalagi khalifah melakukan suatu usaha atau berbisnis pada saat ia menjabat. Begitu juga dengan para pejabat publik lainnya. Ini untuk menutup celah-celah kemungkinan terjadinya manipulasi dan kemungkinan terjadinya korupsi. Termasuk tadi penetapan orientasi profit yang harusnya tidak dilakukan pada aset-aset yang menjadi milik umat.

Ketiga, negara yang salah menetapkan tujuan. Aset rakyat yang harusnya dikembalikan lagi kepada rakyat untuk dinikmati justru oleh negara dijadikan aset negara. Ditambah lagi negara menjadikan aset-aset ini untuk menaikan kompetsi global. Ini mengakibatkan tidak seimbangan pertumbuhan ekonomi dalam negeri. Seharusnya aset rakyat digunakan untuk memenuhi kebutuhan pokok secara individu juga komunal justru malah tidak terlihat manfaatnya. Akhirnya baik negara maupun rakyat jauh dari kata sejahtera dan juga makmur. Berbeda dengan Islam yang tidak berfokus pada kompetisi global untuk meraih profit yang besar tetapi untuk mengemban dakwah ke seluruh alam.[]

 


Post a Comment

Previous Post Next Post