Kemenag Halmahera Barat Sarankan Pemda Buat Aturan Kegiatan Keagamaan


By : Sukma

Indonesia adalah Negara yang memiliki banyak keberagaman mulai dari agama, budaya, bahasa hingga suku yang beraneka ragam. Hal ini membuat Indonesia menjadi Negara yang unik akan keberagaman tersebut. Termasuk dalam hal ini Indonesia memiliki enam agama resmi di Indonesia yaitu Islam, protestan, katolik, hindu, Buddha, dan khonghucu.  Indonesia sendiri memandang agama sebagai sesuatu yang sangat penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara hal tersebut tertuang jelas dalam pancasila yaitu sila pertama yang berbunyi “Ketuhanan yang Maha Esa”. Seperti belum lama ini Indonesia yang termasuk dalam salah satu dengan pemeluk agama Islam terbesar di asia tenggara memberangkatkan jutaan masyarakat Indonesia untuk melaksanakan salah satu rukun Islam yaitu menunaikan ibadah haji. Dalam hal ini pemerintah telah berupaya maksimal namun tetap saja dalam pelaksanaannya tak luput dariberbagai kendala yang dihadapi apalagi untuk daerah-daerah bagian Indonesia timur yang terkadang masih mengalami banyak kendala terkhusus wilayah Maluku Utara dalam hal ini Halmahera Barat yang belum lama ini terkendala terkait anggaran kegiatan keagamaan melansir dari malutpost.id, kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Halmahera Barat, Maluku Utara menyarankan Pemerintah Daerah (Pemda) Halbar membuat aturan terkait pelayanan kegiatan keagamaan.

Pasalnya, pelayanan kegiatan keagamaan baik Islam dan Kristen di Halbar belum memiliki payung hukum. Kepala Kantor Kementerian Agama Halmahera Barat Hasbullah Taher mengatakan, kegiatan keagamaan ini merupakan kebutuhan publik. Maka dibutuhkan regulasi karena akan berhubungan dengan anggaran.

“Ini kan kebutuhan, jadi pemda berkewajiban membuat aturan itu. Kita (Kemenag) kan vertikal yang hanya mitra pemda yang ditugaskan untuk membantu kegiatan keagamaan di daerah. Karena itu hal ini butuh payung hukum supaya kegiatan keagamaan sudah jelas anggarannya,” katanya, Selasa (12/7/2022).

Hisbullah mengungkapkan, seperti yang terjadi pada saat pelayanan haji beberapa waktu lalu yang pelayanan tidak maksimal, karena panitia tampak kelabakan menangani masalah anggaran.

“Kalau tidak ada perda nanti saat musim haji seperti kemarin itu baru cari uang kan kasihan juga,” ujar dia. 

Bupati Halbar, James Uang merespon baik masukan Kemenag tersebut.  Politikus Partai Demokrat ini berjanji akan membentuk tim awal untuk membuat naskah rancangan peraturan daerah (Ranperda) terkait itu.

“Ini karena sudah diminta, maka tentunya tim pemerintah daerah segera melakukan kajian naskah Ranperda ke DPRD. Pak Sekda selaku ketua tim Prolegda yang akan memediasi perda yang diminta itu. Jadi tetap Pemda menyikapi hal ini,” katanya. 

Saran kemenag Halbar untuk kegiatan keagamaan dari prespektif sekuler
Kita ketahui bahwa Indonesia menganut paham politik demokrasi dan demokrasi sendiri merupakan anak dari sistem ideologi kapitalisme yang memiliki asas sekularisme atau pemisahan agama dari kehidupan. Terkait hal ini sudah jelas bahwa kapitalisme dalam pelaksanaan regulasinya harus menguntungkan pihak pelaksana aturan tersebut yakni pemerintah itu sendiri hal ini bisa diketahui dari kurangnya perhatian kementerian agama pusat terkait dengan kegiatan agama melansir kemenag.go.id Kemenag menduduki urutan lima besar bersama Kementerian Pertahanan, Kementerian Pekerjaan Umum, Kemdikbud, dan Polri. Tahun 2013, Kemenag mendapat dana APBN sebesar Rp43,9 triliun. Sayangnya, fungsi agama hanya Rp4 triliun, fungsi pelayanan umum Rp2,5 trilun, dan selebihnya sebesar Rp37 trilun untuk pendidikan, kata Zubaidi selaku Kepala Pusat Informasi dan Humas (Kapinmas). Didampingi Kasubdit Pengelolaan dan Pengembangan Dana Haji Ditjen PHU, Sofwan dan Ketua Komisi I DPRD Bangka Barat, Medi Hestari, Zubaidi menjelaskan, kecilnya anggaran fungsi agama menyebabkan tidak seluruh kegiatan keagamaan di tingkat akar rumput dapat dipenuhi. Bahkan untuk pembiayaan di kantor urusan agama (KUA) hingga kini masih menjumpai kendala terkait upaya menghindari gratifikasi yang kini hangat dibicarakan publik, ujar Zubaidi. DPRD Bangka Barat berkunjung ke Kemenag guna mencari informasi seputar dukungan dana transportasi haji dari daerah ke lokasi embarkasi haji. 

Kementrian agama yang merupakan lembaga pemerintah yang bertugas mengurusi berbagai urusan agama tidak dapat menjamin pelaksanaan kegiatan keagamaan atau fungsi agama terlaksana dengan benar. Kemenag pusat pun seakan tidak tahu menahu perihal permasalahan yang dihadapi daerah yang mengalami permasalahan seperti kendala transportasi jamaah haji di Bangka Barat maupun kendala terkait anggaran yang dihadapi oleh kementrian agama Halmahera Barat terkait pelaksanaan kegiatan keagamaan, padahal dalam fungsinya Kementrian agama pusat seharusnya terintegrasi bersama kementrian agama daerah untuk melakukan perencanaan pengelolaan anggaran tersebut agar segala permasalahan yang dihadapi daerah maupun pusat dapat tertangani dengan baik. Permasalahan-permasalahan yang timbul diakibatkan karena dana APBN sendiri dinilai kurang seimbang dalam pendistribusian maupun pengelolaannya karena jika memang sudah dikelola dengan baik seharusnya pemenuhan kebutuhan akan berbagai lini yang tercakup dalam lingkup kementrian agama dapat terpenuhi. 
Dapat kita ambil kesimpulan bahwa sistem kapitalis sekuler ini tidak mampu dalam mengelola maupun memenuhi kebutuhan dalam pelaksanaan kegiatan keagamaan. Lalu sistem apakah yang mampu memenuhi segala pemenuhan kebutuhan dalam hal ini terkait kegiatan agama?

Islam Khilafah memandang terkait kegiatan agama
Didalam Islam manusia diciptakan Allah memiliki naluri dan akal. Naluri sendiri terbagi atas tiga yaitu naluri melestarikan keturuan, naluri untuk mempertahankan diri dan naluri beragama. Naluri beragama adalah naluri yang muncul dalam diri manusia ketika manusia merasa membutuhkan suatu kekuatan yang melebihi dirinya sendiri. Maka tentu saja sesuatu yang kekuatannya melebihi manusia adalah sang pencipta. Islam memandang agama sebagai jembatan antara manusia dengan sang pencipta yaitu Allah subhanahu wa ta’ala tuhan semesta alam yang menciptakan hidup, alam semesta dan manusia. Islam pun menganggap bahwa setiap aktivitas manusia yang menghadirkan ruh Allah bernilai ibadah karena senantiasa merasa diawasi oleh Allah dalam setiap melakukan amal perbuatan. Maka dari itu kegiatan agama merupakan kegiatan yang sangat penting guna membangun kesadaran akan ruh allah dalam diri seseorang. Seperti halnya ibadah haji yang merupakan satu dari lima rukun Islam yang diwajibkan bagi setiap muslim yang mampu melaksanakannya. Sebagaimana firman Allah berikut :
 “Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah.” (TQS Ali ‘Imran [03]: 97).  

Serta sabda nabi salallahu alaihi wasalam
Nabi SAW bersabda, “Wahai manusia, Allah SWT telah mewajibkan haji kepada kalian, maka berhajilah.” (HR Muslim dari Abu Hurairah). 

Maka dari itu Khilafah sebagai sebuah konstitusi dimana hukum syara sebagai kedaulatan tertinggi sangat memperhatikan hal-hal terkait dengan kegiatan keagamaan dalam hal ini terkait ibadah haji. Karena itu, Khilafah sebagai sebuah negara, memiliki beberapa kebijakan:
1-Membentuk departemen khusus yang mengurus urusan haji dan umrah, dari pusat hingga ke daerah. Karena ini terkait dengan masalah administrasi, maka urusan tersebut bisa didesentralisasikan, sehingga memudahkan calon jamaah haji dan umrah. Departemen ini mengurusi urusan haji, terkait dengan persiapan, bimbingan, pelaksanaan hingga pemulangan ke daerah asal. Departemen ini juga bisa bekerja sama dengan departemen kesehatan dalam mengurus kesehatan jamaah, termasuk departemen perhubungan dalam urusan transportasi massal.

2-Jika negara harus menetapkan ONH (ongkos naik haji), maka besar dan kecilnya tentu akan disesuaikan dengan biaya yang dibutuhkan oleh para jamaah berdasarkan jarak wilayahnya dengan Tanah Haram (Makkah-Madinah), serta akomodasi yang dibutuhkan selama pergi dan kembali dari tanah suci. Dalam penentuan ONH ini, paradigma negara Khilafah adalah ri’ayatu syu’un al-hujjaj wa al-‘ummar (mengurus urusan jamaah haji dan umrah). Bukan paradigma bisnis, untung dan rugi, apalagi menggunakan dana calon jamaah haji untuk bisnis, investasi, dan sebagainya. Khilafah juga bisa membuka opsi: rute darat, laut dan udara. Masing-masing dengan konsekuensi biaya yang  berbeda. Di zaman Sultan ‘Abdul Hamid II,  Khilafah saat itu membangun sarana transportasi massal dari Istambul, Damaskus hingga Madinah untuk mengangkut jamaah haji. Jauh sebelum Khilafah Utsmaniyah, Khalifah ‘Abbasiyyah, Harun ar-Rasyid, membangun jalur haji dari Irak hingga Hijaz (Makkah-Madinah). Di masing-masing titik dibangun pos layanan umum, yang menyediakan logistik, termasuk dana zakat bagi yang kehabisan bekal.

3-Penghapusan visa haji dan umrah: Kebijakan ini merupakan konsekuensi dari hukum syara’ tentang kesatuan wilayah yang berada dalam satu negara. Karena seluruh jamaah haji yang berasal dari berbagai penjuru dunia Islam bisa bebas keluar masuk Makkah-Madinah tanpa visa. Mereka hanya perlu menunjukkan kartu identitas, bisa KTP atau Paspor. Visa hanya berlaku untuk kaum Muslim yang menjadi warga negara kafir, baik kafir harbi hukman maupun fi’lan.

4-Pengaturan kuota haji dan umrah: Khalifah berhak untuk mengatur masalah ini, sehingga keterbatasan tempat tidak menjadi kendala bagi para calon jamaah haji dan umrah. Dalam hal ini, Khalifah harus memperhatikan: Pertama, kewajiban haji dan umrah hanya berlaku sekali seumur hidup. Kedua, kewajiban ini berlaku bagi mereka yang memenuhi syarat dan berkemampuan. Bagi calon jamaah yang belum pernah haji dan umrah, sementara sudah memenuhi syarat dan berkemampuan, maka mereka akan diprioritaskan. Pengaturan ini akan bisa berjalan dengan baik, jika negara Khilafah mempunyai data base seluruh rakyat di wilayahnya, sehingga pengaturan ini bisa dilaksanakan dengan baik dan mudah.

5-Pembangunan infrastruktur Makkah-Madinah: Pembangunan ini telah dilakukan terus-menerus sejak zaman Khilafah Islam. Mulai dari perluasan Masjidil Haram, Masjid Nabawi, hingga pembangunan transportasi massal dan penyediaan logistik bagi jamaah haji dan umrah. Hal yang sama akan terus-menerus dilakukan oleh Khilafah di masa mendatang. Namun, harus dicatat, perluasan dan pembangunan ini tidak akan menghilangkan situs-situs bersejarah, karena situs-situs ini bisa membangkitkan kembali memori jamaah haji tentang perjalanan hidup Nabi dalam membangun peradaban Islam, sehingga bisa memotivasi mereka. (mediaumat.com, 31/10/2012)

Adapun dalam pelaksanaannya Negara berperan penting dalam mengawasi tiap berlansungnya pelaksanaan haji dari awal pelaksanaan hingga pada akhir pelaksanaan haji bahkan dalam hal ini Negara tetap berperan hingga jamaah haji pun tetap diawasi hingga sampai ke daerah mereka masing-masing. Maka bisa kita simpulkan bahwa hanya Islam satu-satunya yang menjadi solusi dari segala masalah yang dihadapi baik individu, masyarakat maupun Negara sebagai pelaksana suatu aturan Wallahualam.

Post a Comment

Previous Post Next Post