(Pemerhati sosial masyarakat)
Dilansir dari KOMPAS.com bahwasanya Selama kurun waktu Januari hingga Mei 2022, kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di Sumatera Selatan tercatat mencapai 472,07 hektar. Kepala Balai Pengendalian Perubahan Iklim, Kebakaran Hutan, Lahan (PPIKHL) Wilayah Sumatera, Ferdian Kristanto mengatakan, luasan lahan tahun ini lebih besar dibanding tahun lalu. Sebab, pada 2021, lahan yang terbakar hanya mencapai 100 hektar dari periode Januari sampai Mei. Itu artinya karhutla tahun ini di periode yang sama naik 3 kali lipat.
Daerah lain yang tak kalah hebatnya adalah Provinsi Riau, Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) yang terjadi di Provinsi tersebut mencapai 1.060,85 hektar. Angka tersebut lebih besar dibandingkan Provinsi Sumatera Selatan. Namun, kejadian Karhutlah ini bukanlah hanya terjadi di dua wilayah tersebut melainkan terjadi pula diwilayah-wilayah lain dengan tingkat keparahan yang berbeda-beda.
Kapitalis Biang Masalah Karhutlah
Sudah menjadi rahasia umum bahwa penyebab terjadinya Karhutlah adalah pembukaan lahan untuk usaha perkebunan yang dilakukan oleh banyak pihak baik dari individu masyarakat maupun dari pihak perusahaan. Jikapun ada alasan lain seperti kemarau yang membuat hutan dan lahan mudah terbakar, itu bukanlah hal pokok yang menjadikan terjadinya Karhutlah. Karena dengan kondisi kemarau lah yang justru dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk melakukan Karhutlah.
Pembukaan lahan dengan cara dibakar dipilih oleh pihak-pihak tertentu bukanlah tanpa alasan, hemat dalam pengeluaran dana dan lebih cepat dilaksanakan itu alasan yang utama. Padahal efek dari cara tersebut sangat merugikan, bukan hanya akan merusak ekosistem lingkungan melainkan dapat juga merusak kesehatan masyarakat.
Hal tersebut terjadi karena negara yang menerapkan sistem ekonomi kapitalis menganggap bahwa hutan dan lahan merupakan milik negara. Dengan hak tersebut negara bebas memberikan wewenang kepada pihak-pihak tertentu atau perusahaan swasta untuk mengelola hutan semisal untuk perkebunan.
Karakteristik para pengusaha pastilah menginginkan untung yang sebesar-besarnya namun dengan modal yang seminimial mungkin, itulah yang dilakukan mereka dengan cara pembakaran. Selama sistem ekonomi yang diterapkan oleh negara ini maka kasus Karhutlah tidak akan pernah berhenti.
Islam Solusi Pasti
Rasulullah saw bersabda, “Kaum muslim berserikat dalam 3 hal yaitu padang rumput/hutan, air dan api”.
Dalam islam sudah jelas bahwa hutan merupakan kepemilikan umum bukanlah kepemilikan negara, sehingga negara tidak memiliki hak sebagai regulator untuk memberikan hak kepada pihak swasta untuk mengelola hutan. Melainkan negaralah yang harus mengelolah hutan secara langsung tanpa memikirkan keuntungan. Karena hasil dari pengelolaan hutan tersebut akan dikembalikan kepada rakyat dengan harga yang murah bahkan gratis.
Jikapun tetap terjadi Kathutlah karena kondisi cuaca atau yang lain maka negara wajib untuk segera mengatasi karhutlah tersebut agar tidak menyebar luas dan segera mencari pencegahan agar kasus karhutlah tidak terjadi berulang-ualng dikemudian hari. Semua itu tidak akan bisa diterapkan jika masih berada dalam sistem kapitalis sekuler seperti saat ini. Melainkan hanya bisa diterapkan dalam sistem islam yang sempurna.
****Wallahualam Bishawab****
Post a Comment