Oleh: Ummu Mumtaz
(Aktivis Dakwah)
Ibu adalah tempatnya sejuta kasih sayang, bahkan lebih, yang selalu didamba oleh semua anak di dunia. Bahkan sosok ibu yang baik adalah harapan semua bapak-bapak yang ingin mendidik anak-anaknya di tangan mereka. Dalam satu kalimat di atas, faktanya adalah Ibu adalah salah satu pilar pendidikan generasi, atau pendidik pertama dan utama, bukan satu-satunya. Sayangnya, harapan dan angan-angan untuk memiliki ibu dan istri yang baik terenggut oleh sistem kapitalis sekuler yang bobrok, hingga hati dan jiwa ibu pun tergadaikan.
Sebagian besar ibu-ibu saat ini hanya memikirkan masalah isi perut, kepuasan hati, kepuasan mata, langkah yang selalu menyimpang dari tujuan semula. Tadinya ibu sebagai ummu warobatul bait telah sirna, ibu sebagai pendidik telah tercekik oleh jaman, yang tadinya penuh kasih sayang berubah menjadi geram laksana hewan buas yang memakan mangsanya. Sungguh miris dan sangat keterlaluan.
Fakta di masyarakat banyak penyimpangan yang mengarah kepada kejahatan. Yang tadinya bermanis budi berubah menjadi kejam tak berhati. Kita lihat saja seorang ibu yang benar-benar hatinya telah mati, ini terbukti terjadi di Surabaya seorang ibu tega menganiaya anaknya yang berusia 5 bulan dengan kejam hingga mati dan jasadnya pun ditinggalkannya karena ingin mengikuti acara kantor suaminya.
Perbuatan tersebut sering ia lakukan karena anaknya rewel dan sering menangis bahkan jika kesal dan marah pada suaminya anak selalu dijadikan sasaran kemarahannya. MNews, Kamis, (23/06/22).
Sungguh dalam sistem kapitalis sekuler seorang ibu tidak berhati nurani dan menjadi sadis. Begitulah dalam sistem yang berlaku sekarang segala berubah dengan drastis, tadinya lemah lembut jadi sadis, yang tadinya jujur jadi pembohong dan begitulah terus bagaikan fenomena alam yang bisa berubah-berubah.
Ibu jahat buah dari kapitalis
Baik buruknya seseorang tergantung dari norma yang berlaku di masyarakat, sedangkan saat ini kita dipaksa untuk turut pada sistem jelas- jelas membuat kerusakan negeri ini, segala sesuatunya bersumber dari aturan buatan manusia dari mulai hidup berkeluarga, bermasyarakat bahkan bernegara sangat jauh sekali dari aturan agama, aturan bisa diutak-atik menurut hawa nafsu kadang yang haram jadi halal dan sebaliknya. Sebenarnya mau dibawa kemana masa depan negara ini. Apalagi sekarang ini banyak kerusakan-kerusakan yang menimpa para ibu yang sepatutnya masa depan para generasi itu tergantung pada pendidikan dan bimbingan para ibu yang hebat, tangguh dan bermartabat. Apa jadinya kalau para ibu lemah, tidak berpendidikan, kurang ilmu agama, bagaimana masa depan para generasi muda kita nantinya. Padahal sejarah banyak membuktikan bahwa seorang ibu yang kuat, pintar akan melahirkan generasi-generasi emas untuk mendobrak ketidakadilan dan kedholiman.
Dalam sistem kapitalis sekuler seorang ibu hanya disibukkan dalam masalah ekonomi menjadi tulang punggung keluarga untuk mencari sesuap nasi, tak memperdulikan lagi masa depan anak-anaknya dan generasi. Ibu-ibu banyak diberdayakan dalam bidang ekonomi dengan dalih supaya para ibu bahagia, padahal semua itu hanya akan memicu pada kedholiman yang berujung kehancuran keluarga, anak-anak tak diperhatikan dan tugas-tugas yang lainnya terabaikan. "Ibu hanya memikirkan materi dan kesenangan dunia saja, jauh dari sang pencipta sehingga jiwa makin gersang dan mental tidak sehat." Ini salah satu ungkapan dari Pengamat Perempuan, Anak dan Generasi. ( Dr. Arum Harjanti ).
Menurutnya lagi, "Sistem kapitalis sekuler mematikan fitrah keibuan". MNews, selasa (28/06/22).
Hakikat Peran Ibu
Dalam Islam posisi ibu dan istri adalah peran utama perempuan disamping kewajiban-kewajiban lainnya yang harus tertunaikan. Islam sangat menjunjung tinggi peran ibu, sangat menjaga kemuliaan dan ketinggian martabat seorang ibu.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَنْ أَحَقُّ النَّاسِ بِحُسْنِ صَحَابَتِي قَالَ أُمُّكَ قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ أُمُّكَ قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ أُمُّكَ قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ أَبُوكَ
Dari Abu Hurairah radliallahu `anhu dia berkata; "Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah shallallahu `alaihi wasallam sambil berkata; "Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berhak aku berbakti kepadanya?" beliau menjawab: "Ibumu." Dia bertanya lagi; "Kemudian siapa?" beliau menjawab: "Ibumu." Dia bertanya lagi; "kemudian siapa lagi?" beliau menjawab: "Ibumu." Dia bertanya lagi; "Kemudian siapa?" dia menjawab: "Kemudian ayahmu." (HR. Bukhari) [No. 5971 Fathul Bari]
Islam sangat memuliakan peran seorang ibu, bahkan dalam hadis di atas disebutkan kata "ibu" sebanyak tiga kali. Begitupun Islam menetapkan bahwa peran ibu adalah sebagai ummu wa rabbatul bait, sebagai pencetak generasi sehingga terlahir generasi yang berkualitas prima sebagai pejuang-pejuang Islam yang ikhlas, melahirkan mujahid mujtahidah yang mampu membangun peradaban Islam yang tinggi dan cemerlang.
Bukan seorang ibu yang lemah, tak punya hati dan kejam seperti yang ada dalam sistem sekuler yang jauh dari agama dan Al Khaliknya.
Hanya dengan menerapkan Syari'at Islam kaffah dalam bingkai Khilafah Islamiah seorang ibu akan bahagia dan sejahtera, punya hati dan naluri keibuan yang hakiki.
Wallohu'alam Bu Shawwab.
Post a Comment