(Pemerhati Sosial)
Perbincangan mengenai apa itu non-biner kembali mencuat. Hal tersebut bermula usai viral di media sosial video mahasiswa (maba) Unhas dikeluarkan dosen pada Jum'at (19/8/2022).
Diketahui, pada video viral tersebut terlihat seorang maba (mahasiswa baru) Fakultas Hukum Unhas (Universitas Hasanuddin) Makassar dikeluarkan dosen dari ruangan saat proses pengenalan kampus.
Mulanya, seorang mahasiswa baru yang mengenakan almamater serta kaca mata dipanggil agar maju ke depan. Kemudian, mahasiswa yang diketahui bernama NA tersebut ditanya oleh dosen mengenai status jenis kelaminnya. Secara mengejutkan NA menjawab bahwa statusnya adalah non-biner (non binary).
Jawaban NA sontak membuat sang dosen cukup tersulut emosinya. Dosen tersebut kemudian meminta panitia agar mengeluarkan NA dari ruangan.
Saat NA maju ke depan ditanya mengenai status kelaminnya, rupanya ada yang memvideokan. Video tersebut kemudian dijadikan konten oleh NA di media sosial dengan kata-kata yang kurang pantas. Rektor Unhas Jamaluddin Jompa pun meminta maaf atas insiden yang terjadi. ( _Suara.com_)
*Kampus, 'Kawah Candradimuka'nya kaum intelektual*
Kehidupan masyarakat saat ini memang makin bebas dan liberal. Orang dengan mudahnya memutuskan untuk tidak menjadi laki-laki, perempuan, atau keduanya sekehendak hatinya. Padahal, Allah Swt. telah menciptakan manusia sesuai fitrahnya, menjadi laki-laki ataupun perempuan.
Kebebasan manusia yang kebablasan dan makin berani ini adalah buah busuk penerapan sistem hidup liberal kapitalistik. Penyakit penyimpangan seksual eljibitiqi mudah menyebar karena manusia tidak tegas menolak nilai-nilai eljibitiqi dan perilakunya.
Kampus adalah “kawah candradimuka”, tempat insan akademik menggembleng diri menjadi calon pemimpin bangsa. Di kampuslah tempat bergolak berbagai pemikiran dan paham, seperti sosialisme, kapitalisme, dan Islam.
Mahasiswa adalah para pemuda yang rasa ingin tahunya masih sangat tinggi. Berbagai pemikiran yang bergerak bebas di kampus harus disaring dengan benar agar civitas academica tidak ikut larut dalam pemikiran serba permisif dan liberal tanpa batas, apalagi berhubungan dengan orientasi seksual semacam eljibitiqi. Jika salah langkah, akan sulit melepaskan diri dari jerat pemikiran eljibitiqi.
Oleh karenanya, ada beberapa langkah yang perlu diambil oleh pemegang kebijakan di kampus untuk menekan laju eljibitiqi di sana.
Pertama, melarang seluruh civitas academica kampus untuk terlibat menjadi pelaku eljibitiqi atau pendukungnya. Kampus harus berani menghapus segala regulasi yang cenderung membiarkan eljibitiqi atau akomodatif terhadap kegiatan-kegiatan para aktivis eljibitiqi. Jika kedapatan ada oknum yang melanggar, pihak kampus harus berani menegur dan memberikan peringatan tegas.
Kedua, mengaktifkan kembali kegiatan intra dan ekstra kampus yang bermanfaat bagi kemajuan dan peningkatan level berpikir civitas academica. Kegiatan akademis semacam lomba-lomba mahasiswa, penelitian, dan pengabdian masyarakat, tidaklah cukup. Perlu ruang lebih untuk mahasiswa terbiasa berdiskusi tentang nalar kritis dan berpikir positif, mengisi hari-harinya dengan kegiatan bermanfaat, baik untuk kemajuan kampus maupun di masyarakat.
Ketiga, menggalakkan kegiatan keagamaan semacam rohis di kampus dan tidak melabeli mereka dengan teroris, radikalis, ekstremis, dan sebagainya. Kampus harus paham bahwa merebaknya eljibitiqi adalah akibat lemahnya keimanan dan ketakwaan manusia kepada Allah Taala, lupa dengan batasan-batasan syariat yang harusnya ditaati dengan sepenuh hati, bukan dengan terpaksa.
Ketiga langkah ini adalah langkah konstruktif dalam membentuk kontrol sosial di tengah masyarakat yang harus didukung oleh seluruh lapisan masyarakat. Kampus harus menjalankan fungsinya sebagai filter pemikiran yang rusak.
Namun demikian, tidak boleh meninggalkan upaya mendorong negara menerapkan regulasi—tertulis maupun tidak—bahwa eljibitiqi adalah perbuatan melanggar norma agama mana pun dan itu adalah perbuatan rusak dan merusak generasi selanjutnya.
*Islam Melawan Eljibitiqi*
Secara syariat, eljibitiqi jelas-jelas menentang aturan Allah Taala yang harus mendapat sanksi tegas. Rasulullah saw. bersabda, “Dilaknat orang yang melakukan perbuatan kaum Nabi Luth (homoseksual).” (HR At-Tirmidzi dan Ahmad dari Ibnu Abbas)
Al Qur’an juga menyebutkan perilaku homoseksual yang ditunjukkan oleh kaum Nabi Luth di dalam QS Al-A’raf: 81 berikut,
اِنَّكُمْ لَتَأْتُوْنَ الرِّجَالَ شَهْوَةً مِّنْ دُوْنِ النِّسَاۤءِۗ بَلْ اَنْتُمْ قَوْمٌ مُّسْرِفُوْنَ
“Sungguh, kamu telah melampiaskan syahwatmu kepada sesama lelaki bukan kepada perempuan. Kamu benar-benar kaum yang melampaui batas.”
Gerakan eljibitiqi telah secara terang-terangan menunjukkan eksistensinya, baik di dunia maya maupun nyata, mengadakan acara-acara besar berskala nasional bahkan lintas negara. Asas kebebasan yang kebablasan atas nama HAM ini pun turut menggerogoti jiwa kaum muslim.
Gerakan eljibitiqi tidak cukup dilawan oleh gerakan individual. Negara harus hadir di garis terdepan menyelamatkan generasi dari kehancuran. Eljibitiqi sangat nyata menyalahi fitrah manusia dan membuat perilaku manusia makin liberal, menyalahi potensi dari naluri melestarikan jenis (gharizah nau’), yakni laki-laki secara fitrah adalah menikahi perempuan dengan tujuan untuk melanjutkan generasi.
Secara konstitusional, aturan liberal kapitalistik saat ini justru menyuburkan eljibitiqi karena ide dan jiwa mereka seiring sejalan, yaitu bebas sebebas-bebasnya tanpa aturan dari Allah Taala.
Aturan konstitusi yang bisa menyelamatkan generasi dari eljibitiqi hanyalah Islam. Dengan menerapkan sistem hukumnya secara kafah, perilaku menyimpang eljibitiqi akan tuntas terberantas sampai ke akarnya. Wallahualam.
Post a Comment