Di Hari Anak Nasional, Presiden Joko Widodo menyampaikan belasungkawa atas meninggalnya seorang siswa di Tasikmalaya, yang menjadi korban perundungan. Menurut Jokowi, kasus perundungan merupakan tanggung jawab seluruh elemen masyarakat. Hal ini disampaikan presiden usai menghadiri puncak Perayaan Hari Anak Nasional di Kebun Raya Bogor, Jawa Barat. Butuh kerja sama dari orang tua, sekolah, tenaga pendidik, hingga masyarakat mencegah terulangnya kasus perundungan. Presiden berharap semua elemen dapat menjaga dunia bermain anak dari perundungan. Polisi sedang mendalami peristiwa perundungan di Tasikmalaya yang menyebabkan kematian bocah berusia 11 tahun. 15 orang diperiksa termasuk keluarga korban dan anak-anak yang berada di lokasi perundungan.Bukan hanya pihak yang melakukan perundungan, tapi polisi juga memeriksa pihak perekam hingga pengunggah video. Polisi berhati-hati menyelesaikan kasus ini karena melibatkan anak di bawah umur.
Semakin maraknya kejadian perundungan yang terjadi akhir-akhir ini bagaikan fenomena gunung es. Laporan yang didapatkan lebih sedikit terlihat di permukaan dibandingkan kasus-kasus besar yang tidak dilaporkan. Dan dapat dipastikan tren kasus seperti ini akan terus meningkat. Jika kita amati, remaja saat ini telah dirusak dari segala arah. Mulai dari serangan sekulerisme liberal yang memisahkan agama dari kehidupan hingga kebebasan dalam menjalani kehidupan yang mereka inginkan. Tentu, kebebasan yang dimaksud adalah kebebasan tanpa batas dalam segala aspek. Termasuk aspek bertingkah laku. Di sisi lain, derasnya informasi dari media yang seolah tak terkendali dengan konten-konten kekerasan didalamnya, mulai dari game hingga film yang pada akhirnya mudah ditiru dalam kehidupan nyata. Hal ini telah berkontribusi membentuk karakter generasi brutal, sarkastis, serta mati rasa kemanusiaan. Miris! Selain pengaruh media yang begitu besar, diketahui bullying merupakan sebuah siklus, dimana para pelaku saat ini kemungkinan besar adalah korban dari pelaku bullying sebelumnya. Ketika menjadi korban, mereka membentuk skema kognitif yang salah, bahwa bullying dapat dibenarkan meskipun mereka merasakan dampak negatifnya sebagai korban. Terjadinya bullying sangatlah menyakitkan bagi si korban. Oleh karenanya bullying merupakan sebuah siklus yang apabila dibiarkan akan terus-menerus terjadi dan memakan banyak korban. Terjadinya kasus tersebut akibat minimnya peran negara dalam membina moral dan akhlak bangsa . Alih-alih menanamkan nilai positif dan menguatkan nilai agama, negara justru menakut-nakuti pelajar dan orang tua mereka dengan ancaman radikalisme, tapi tidak membangun awareness pada tawuran, pergaulan bebas, kekerasan, dsb. Lebih menjengkelkan lagi negara malah menggelar kompetisi game online ketimbang meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah-sekolah.
Islam sebagai agama yang paripurna yang berasakan akidah islam, memiliki solusi tuntas atas tindakan perudungan yang terjadi di kalangan pelajar.Pandangan islam bahwa pentingnya peran keluarga dalam menentukan kepribadian anak, sebagaimana di dalam hadis Rasulullah saw. “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka kedua orangtuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi” (HR. Muttafaq ‘alaih) Keluarga merupakan tempat pendidikan pertama dan utama bagi seseorang, dan orang tua sebagai kuncinya. Pendidikan dalam keluarga terutama berperan dalam pengembangan watak, kepribadian, nilai-nilai budaya, nilai-nilai keagamaan dan moral, serta keterampilan sederhana. Pendidikan dalam konteks ini mempunyai arti pembudayaan, yaitu proses sosialisasi dan inkulturasi secara berkelanjutan dengan tujuan untuk mengantar anak agar menjadi manusia yang beriman, bertakwa, berakhlak luhur, tangguh, mandiri, kreatif, inovatif, beretos kerja, setia kawan dan lain sebagainya.Karenanya tidak ada tontonan yang melenakan berupa film atau games yang membuat kecanduan. Juga terlarang muncul di media konten pornografi dan kekerasan baik dengan pelaku manusia ataupun kartun/animasi. Tidak ada tokoh-tokoh khayalan dengan kekuatan super.
Demikianlah peran hakiki media massa dalam Islam benar-benar mewujudkan fungsinya sebagai sarana informasi, edukasi, persuasi dan hak berekspresi publik dalam rangka amar ma’ruf nahi munkar dan muhasabah lil hukkam. Begitupun pendidikan dalam Islam adalah upaya sadar, terstruktur, terprogram, dan sistematis dalam rangka membentuk manusia yang memiliki: (1) Kepribadian Islam; (2) Menguasai pemikiran Islam dengan handal; (3) Menguasai ilmu-ilmu terapan (pengetahuan, ilmu, dan teknologi/PITEK); (4) Memiliki ketrampilan yang tepat guna dan berdaya guna. Pembentukan kepribadian Islam harus dilakukan pada semua jenjang pendidikan yang sesuai dengan proporsinya melalui berbagai pendekatan. Salah satu di antaranya adalah dengan menyampaikan pemikiran Islam kepada para siswa. Penyelesaian kasus bullying tidak hanya secara individual baik dari sisi pelaku maupun korban namun harus secara sistemik dan terintegrasi dalam sebuah aturan negara yang dalam sistem pemerintahannya menjadikan islam sebagai acuan. Baik dari sisi pembentukan keluarga, penataan media hingga persoalan kualitas pendidikan. Maka solusi tuntas adalah penerapan Sistem Negara Islam yang mampu menerapkan islam secara menyeluruh. Wallahu a’lam Bisshowab
Post a Comment