Orang Tua Indonesia Makin Sulit Biayai Kuliah Anak. Judul di headline harian Kompas (28 Juli 2022) ini menjadi perbincangan masyarakat. Tidak hanya harian Kompas, hampir seluruh media sosial ramai membahas tingginya biaya masuk universitas melalui seleksi mandiri.
Salah satunya akun Twitter @mudirans yang mengunggah foto berisi persyaratan Jaminan Kemampuan Keuangan (JKK) bagi calon mahasiswa Institut Teknologi bandung (ITB) pada Sabtu (18/7/2020).
Dalam JKK tersebut,i orangtua atau wali mahasiswa harus mencantumkan rekeningnya dengan nominal minimum Rp 100 juta.
Selain itu, akun Twitter @bacteriofaggh juga mengunggah twit yang berisikan informasi rincian biaya Uang Kuliah Tunggal (UKT) dan Sumbangan Pembangunan Institusi (SPI) di Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta.
Merespon hal ini, Wakil Ketua Komisi X DPR RI Dede Yusuf Macan Effendi, mengakui bahwa biaya kuliah di tanah air saat ini masih terbilang mahal. Dede Yusuf mengungkapkan, banyak orang tua tak melanjutkan studi kuliah sang anak lantaran benturan biaya.
Biaya mahal tersebut, kata Dede Yusuf, tidak cukup tertutupi dengan sejumlah program pemerintah baik dari beasiswa Kartu Indonesia Pintar atau KIP.
Dede Yusuf menegaskan, diperlukannya intervensi negara mengenai pembiayaan kuliah saat ini. Pasalnya, hal ini diperlukan jika memang Sumber Daya Manusia/SDM ingin menikmati bonus demografi dan menmbus industri 4.0.
Dede Yusuf menambahkan, untuk mewujudkan hal itu juga diperlukannya perubahan mindset dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi atau Dikti, bahwa pendidikan/ilmu tidak harus mahal. Bukan gratis, tapi tidak mahal dan tidak memberatkan.
Konsultan Pendidikan dan Karir, Ina Liem menyampaikan, penyebab mahalnya biaya masuk jalur seleksi mandiri di universitas disebut karena beberapa universitas negeri tengah didorong untuk berbadan hukum. Sejak sebelum pandemi, Perguruan Tinggi Negeri (PTN) memang didorong untuk berbadan hukum supaya bisa menerima dana dari masyarakat, agar bisa lebih berkembang (Kompas.com, 21/7/2020).
Menurutnya, hal ini dilakukadan seperti subsidi silang.
Sejak tahun 2000, diawali empat PT pertama ditetapkan secara bersamaan sebagai BHMN (Badan Hukum Milik Negara (BHMN). yaitu UI, UGM, IPB dan ITB. PTN BHMN ini memiliki otonomi penuh dalam mengelola anggaran rumah tangga dan keuangan.
Konsekuensinya terjadi pengurangan subsidi dari pemerintah yang membuat PTN berbadan hukum untuk mencari dana tambahan dari pihak swasta guna menjalankan aktivitas kampus dan melakukan pembangunan infrastruktur. Selain itu pihak kampus juga menaikkan biaya pendidikan bagi mahasiswa.
Meskipun terjadi kenaikan gaji, tettap tidak mampu mengimbangi biaya pendidikan tinggi di masa depan. Kenaikan biaya rata-rata perguruan tinggi lebih tinggi dari kenaikan gaji. Sangat ironis, kata-kata mutiara "Gantungkan Cita-citamu Setinggi Langit", akhirnya akan tinggal barisan kata tak bermakna. Tidak bisa dipungkiri di saat ini bahwa kuliah adalah jalan tol untuk mendapatkan pekerjaan yang layak dan dengan gaji yang lebih besar.
Kapitalisme adalah akar masalah mahalnya biaya pendidikan. Dan inilah wujud nyata liberalisasi pendidikan dalam sistem kapitalisme. Pendidikan dikomersialisasi hingga akhirnya menjadi komoditi ekonomi. Pemerintah berlepas dalam mengurusi kebutuhan rakyat terhadap pendidikan. Negara mengalihkan perannya ke pihak korporasi (swasta) sebagai penyelenggara pelayanan dan mendudukkan diri sebagai regulator (pembuat kebijakan) saja.
Hal ini sesuai dengan prinsip kebebasan kepemilikan yang dianutnya, sehingga siapa saja berhak memiliki apa pun dan mengomersialkannya, termasuk pendidikan. Negara tidak bertanggung jawab atas biaya dan fasilitas pendidikan rakyat. Selain itu dengan negara yang hanya mengandalkan pemasukan dari pajak dan investasi swasta membuat mustahil untuk memberikan pendidikan gratis.
Dalam Islam, pendidikan adalah hak warga negara dan juga merupakan kebutuhan dasar rakyat. Negara wajib memenuhi kebutuhan tersebut secara gratis. Semua rakyat berhak mendapatkan jaminan tersebut tanpa syarat-syarat tertentu baik miskin maupun tidak.
*"Imam (khalifah) adalah RAA'IN (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya."*
(HR. Bukhari)
Negara tidak bisa mengalihkan tanggung jawabnya kepada korporasi. Karena bisa disebut sebagai pelanggaran syariat, tidak amanah, , dan bukti bahwa negara melepas tanggung jawabnya sebagai raa'in.
Dalam islam, seluruh pembiayaan pendidikan sepenuhnya berasal dari Baitul Mal. Terdapat dua sumber pendapatan Baitul Mal yang dapat digunakan membiayai pendidikan, yaitu:
(1) pos fai` dan kharaj –yang merupakan kepemilikan negara– seperti ghanimah, khumus, jizyah, dan dharibah;
(2) pos kepemilikan umum, seperti tambang minyak dan gas, hutan, laut, dan hima.
Biaya pendidikan dari Baitul Mal itu secara garis besar dibelanjakan untuk 2 (dua) kepentingan. Pertama, untuk membayar gaji segala pihak yang terkait dengan pelayanan pendidikan, seperti guru, dosen, karyawan, dan lain-lain. Kedua, untuk membiayai segala macam sarana dan prasana pendidikan, seperti bangunan sekolah, asrama, perpustakaan, buku-buku pegangan, dan sebagainya.
Keadaan seperti ini sudah pernah terjadi di masa kejayaan islam jauh sebelum sekuler-kapitalisme mengusai dunia.. Bahkan, dengan kesadaran dari rakyat akan pentingnya pendidikan, sejarah mencatat, melalui wakaf, banyak orang kaya yang membangun sekolah dan universitas. Dari wakaf ini, rakyat akan mendapatkan pendidikan non formal secara gratis atau paling tidak biaya yang murah bagi rakyat.
Tidakkah kita ingin menikmati masa seperti itu? Janji Allah SWT akan tegaknya negara bersistem islam secara global telah disampaikan oleh Rasulullah Muhammad SAW dalam bisyarohnya. Masa itu makin dekat. Pastikan diri kita berada dalam barisan yang memperjuangkannya. []
Post a Comment