Oleh : Isti Amalia Ulfah, S.Kom.I
(Muslimah Peduli Umat)
Pemerintah memanifestasikan cita-cita penyejahteraan kaum perempuan di antaranya dengan mempersiapkan RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA). Salah satu isi RUU KIA membahas soal cuti melahirkan selama enam bulan. Badan Legislasi (Baleg) dan tujuh fraksi di DPR telah menyepakati RUU KIA. (Detik News, 19/06/2022).
Salah satu alasan pemerintah memasukkan pembahasan cuti enam bulan bagi pekerja perempuan yaitu fenomena perempuan depresi pasca melahirkan, ini diungkapkan oleh salah satu fraksi dari PKB.
Itulah sebab RUU KIA menjadi penting untuk segera disahkan agar kasus-kasus tersebut bisa di antisipasi.
Ketika keleluasaan waktu 6 bulan cuti melahirkan, kaum perempuan bisa menyusui asi eksklusif, menemani masa pertumbuhan anak dalam kehidupan 1000 hari pertama, bisa menyehatkan kembali kondisi tubuh ibu tanpa diganggu dengan pekerjaan.
Sepintas membela kaum perempuan, tapi perlu kita kritisi lagi lebih mendalam. Kekhawatiran diskriminasi pencari kerja perempuan, perusahaan tidak mau rugi kalau karyawan terlalu lama tidak bekerja selama 6 bulan karena merugikan perusahaan.
Publik menilai, dampak dari cuti enam bulan pasca melahirkan ialah perusahaan akan mengutamakan merekrut karyawan laki-laki. Pada kenyataannya dalam sistem kapitalis tidak seperti itu mereka akan memperkerjakan perempuan dengan banyak keuntungan bagi mereka yaitu, perempuan tidak ada tanggungan keluarga, upah lebih murah, tidak pernah protes, selalu menurut dan ulet dalam bekerja.
Mereka tidak melihat posisi perempuan dalam kacamata agama (Islam). Yaitu perempuan berposisi sebagai ummu warobatul bait, ibu dan pengatur rumah tangga, dan perempuan tidak harus bekerja keluar rumah untuk mencukupi kebutuhan dirinya atau keluarganya. Perempuan dalam islam akan di tanggung nafkahnya oleh suami, ayah atau saudara laki-lakinya. Namun pada posisi sekarang, perempuan bekerja itu untuk mencari nafkah
Islam sangat menghargai kaum wanita untuk mengaplikasikan ilmunya pada masyarakat bukan untuk mencari nafkah. Bahkan negara akan mengatur waktunya agar tidak terbengkalai kewajibannya, dengan posisi bekerja yang hukumnya mubah.
Selama sistem buatan manusia yang diterapkan pada saat ini apapun solusinya tidak akan menyelesaikan masalah karena hukum manusia selalu terbatas dan banyak kekurangan.
Sistem Islam menjalankan fungsi raa’in (pengurus) dan junnah (pelindung) di tengah umat. Seperti yang tercatat pada masa kepemimpinan Umar bin Khaththab radliyallahu 'anhu. Untuk menyenangkan hati para ibu yang sedang menyusui, seusai shalat, Sayyidina Umar mengeluarkan kebijakan berupa santunan kepada setiap anak sejak mereka dilahirkan. Para ibu pun menyambutnya dengan penuh suka cita demi meringankan beban rumah tangga.
Maka, perempuan akan dimuliakan apabila aturan islam diterapkan di seluruh kehidupan
Wallahu a'lam bish-shawab
Post a Comment