By : Wiwik Afrah
Aktivis Muslimah
Sri Lanka didera krisis dan disebut bangkrut. Rakyatnya harus mengantre berhari-hari untuk mendapat bahan bakar. Terbaru, perdana menteri dan presidennya berjanji akan mundur dari posisi mereka.
Krisis di Sri Lanka disebut sangat serius. Negara tetangga India itu memiliki utang sebesar USD51 miliar dan tak mampu membayar bunga dari pinjamannya yang sebagian besar dikucurkan oleh IMF.
Sementara sektor pariwisata yang jadi tulang punggung ekonomi Sri Lanka, kolaps sejak aksi bom gereja di Kolombo tahun 2019, dan akibat pembatasan selama pandemi.
Mata uang Sri Lanka pun terperosok hingga 80 persen. Nilai tukar yang lemah menyebabkan biaya impor semakin mahal dan membuat harga makanan melonjak mencapai 57 persen.
Kini negara itu tak memiliki cukup uang untuk mengimpor bahan bakar minyak, susu, gas LPG, hingga kertas toilet. Belum lagi masalah korupsi yang semakin membuat rumit masalah ekonomi. Memperkaya diri sendiri dan justru memperburuk perekonomian.
Kemiskinan Sistemis
Bank Dunia menyebut resesi global sudah di depan mata. Mereka pesimis negara-negara di dunia bisa menghindari ancaman kemunduran perekonomian global.
Apalagi setelah bank-bank sentral seperti The Fed menaikkan suku bunga acuannya untuk meredam inflasi terburuk yang dihadapi AS selama 40 tahun terakhir. Imbasnya, mayoritas negara berkembang mengalami inflasi. Akibatnya, 71 juta warga negara berkembang jatuh miskin dalam waktu tiga bulan.
Selain itu, inflasi global juga menyebabkan beban utang negara berkembang kian membengkak.
Di antara negara-negara yang menghadapi dampak paling drastis adalah Armenia, Uzbekistan, Ghana, Kenya, Rwanda, Pakistan, Sri Lanka, Ethiopia, Mali, Nigeria, Tanzania, dan Yaman.
Beberapa deretan negara-negara tersebut dulunya adalah negara kaya, tetapi saat ini menjadi negara miskin, bahkan mengalami kebangkrutan parah. Sebagai contoh, Mali, negeri yang kaya dengan kekayaan emas, minyak, dan uraniumnya ini kini menjadi negara tertinggal.
Penyebabnya ialah intervensi militer yang dilatarbelakangi agenda khusus demi mengamankan penguasaan sumber daya alam negeri tersebut oleh para kapitalis.
Contoh lainnya adalah Sri Lanka yang bangkrut karena krisis ekonomi yang terus memburuk. Kenaikan inflasi dan tingginya utang hingga gagal bayar membuat Sri Lanka tidak mampu bertahan dari kejatuhannya. Bahkan, negara tersebut kesulitan memenuhi kebutuhan pokok berupa makanan, obat-obatan dan BBM.
As saja, sebagai negara maju pengusung kapitalisme, berulang kali mengalami krisis hingga diprediksi saat ini akan mengalami resesi. Ini artinya kapitalisme pada dasarnya rapuh dan tidak bisa memberi solusi mengatasi kemiskinan dan kelaparan secara global.
Negara-negara yang bangkrut dan jatuh miskin itu sejatinya bukan karena tidak memiliki SDA, tetapi lantaran SDA-nya dikuasai negara kapitalis dengan jalan intervensi, investasi, dan eksploitasi.
Tidakkah kita pernah berpikir mengapa AS atau negara maju lainnya yang minim SDA itu menjelma menjadi negara adidaya? Hal itu disebabkan oleh imperialisme yang mereka lakukan atas negara-negara berkembang yang posisinya lemah secara global. Begitulah cara kerja kapitalisme menjerat negara hingga membuatnya sekarat.
Bagaimana dengan Indonesia? Menkeu mengeklaim bahwa kondisi ekonomi Indonesia masih aman. Bank Dunia bahkan menyebut Indonesia bisa lepas dari resesi karena melonjaknya ekspor komoditas yang memberi kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi global.
Mestinya Indonesia merasa tidak aman. Sebab, ancaman resesi dan tinggi inflasi berpengaruh pada nilai tukar rupiah terhadap dolar. Jika nilai rupiah jatuh, utang Indonesia akan makin membengkak, harga-harga akan naik.
Efeknya, ekonomi rakyat makin sulit dengan pungutan pajak tinggi hingga kenaikan harga yang mengerek naiknya angka kemiskinan, kelaparan, dan pengangguran. Pujian Bank Dunia jangan membuat terlena, karena kondisi Indonesia sebenarnya tidak sedang baik-baik saja.
Kelemahan Ekonomi Kapitalisme
Dari fakta di atas, kita dapat mencermati bahwa kelemahan ekonomi kapitalisme sangat jelas terlihat. Pakar ekonomi syariah Dwi Condro Triono memaparkannya dalam beberapa poin. Pertama, bertumpu pada sistem mata uang kertas yang hanya berbasis pada kepercayaan (trust), bukan pada nilai intrinsiknya.
Kedua, sistem utang-piutang yang berbasis pada bunga (interest) yang bersifat tetap (fix rate). Sistem utang-piutang seperti ini diwujudkan pada sistem perbankannya.
Ketiga, sistem investasinya yang berbasis pada perjudian (speculation). Sistem investasi model ini diwujudkan dengan jual-beli saham, sekuritas dan obligasi di sistem Pasar Modalnya, (Al-Wa’ie, 2020).
Tiga pilar ekonomi ini memang memberi kontribusi pertumbuhan ekonomi secara cepat, tetapi menghasilkan pertumbuhan yang semu. Ibarat balon udara yang cepat menggelembung (bubble economic), dari luar tampak besar, tetapi isinya kosong dan rentan meledak.
Pertumbuhan ekonomi kapitalisme hanyalah fatamorgana. Hanya berkutat pada uang, utang, dan saham yang mewujud dalam kertas-kertas transaksi yang tidak riil.
Akibat ditopang sektor nonriil inilah yang menyebabkan kapitalisme sangat rentan dengan krisis.
Sedikit saja suku bunga dinaikkan, inflasi meluas. Dampaknya, negara-negara yang menggantungkan kehidupannya pada utang dan impor bahan baku pada akhirnya menjadi tidak stabil.
Tidak heran jika kenaikan berbagai komoditas pangan maupun BBM banyak terjadi di negara-negara berkembang.
Salah satunya Indonesia yang belakangan rajin menaikkan harga di tengah ekonomi rakyat yang makin sulit. Kali ini, wacana kenaikan BBM juga mengemuka dengan alasan harga minyak dunia juga naik.
Solusi Islam
Jika persoalannya adalah sistem dan ideologi kapitalisme maka Islam sebagai sistem kehidupan juga memiliki solusi sistemis dalam menghadapi krisis.
Dalam wawancaranya dengan majalah Al-Wa’ie, pakar ekonomi syariah Dwi Condro Triono menjelaskan bahwa sistem ekonomi Islam memberikan pengaturan dasar tata kelola perekonomian sebuah negara.
Pertama, pembagian kepemilikan secara benar. Pembagian kepemilikan dalam ekonomi Islam itu ada tiga, yaitu: kepemilikan individu, kepemilikan umum dan kepemilikan negara. Pembagian ini sangat penting agar tidak terjadi dominasi ekonomi, yakni hegemoni pihak yang kuat menindas yang lemah.
Dominasi itu terjadi karena penguasaan sektor kepemilikan umum yang tidak semestinya dimiliki perseorangan atau perusahaan swasta.
Semisal, penguasaan individu atau swasta atas barang tambang, gas, minyak bumi, kehutanan, sumber daya air, jalan umum, pelabuhan, bandara, dan sebagainya yang menjadikan ekonomi mereka kuat, meluas, hingga mendominasi kekayaan.
Kedua, pengaturan pembangunan dan pengembangan ekonomi yang benar, yaitu bertumpu pada pembangunan sektor ekonomi riil, bukan nonriil. Dengan begitu, krisis ekonomi tidak akan terulang lagi.
Ketiga, distribusi harta kekayaan oleh individu, masyarakat, dan negara. Sistem ekonomi Islam akan menjamin bahwa seluruh rakyat Indonesia akan terpenuhi semua kebutuhan asasinya (primer). Sistem ekonomi Islam juga menjamin bagi seluruh rakyatnya untuk dapat meraih pemenuhan kebutuhan sekunder maupun tersiernya.
Itulah gambaran global sistem Islam sangat tahan dengan krisis. Selain itu, sistem ekonomi Islam juga ditopang dengan mata uang emas dan perak yang telah terbukti stabil dan antiinflasi. Kemiskinan ekstrem hanya terjadi dalam ideologi kapitalisme.
Sementara, dalam sistem Islam, masalah kemiskinan sangat minim terjadi. Itu pun cenderung menimpa individu rakyat saja, tidak sampai menjadikan sebuah negara bisa bangkrut dan bergantung pada belas kasih negara lain melalui mekanisme utang berikut bunganya yang menjerat.
Dalam sistem Islam, perputaran harta tidak akan beredar di kalangan orang kaya saja. Sebab, ada kewajiban mengeluarkan zakat bagi harta yang dimilikinya sesuai ketentuan syariat.
Sistem Islam akan mengoptimalkan segala potensi sumber daya alam di negeri-negeri Islam untuk menghidupi rakyatnya.
Jika kapitalisme sudah begitu rapuh dan ambruk, bukankah ini saatnya bagi umat Islam dan dunia mengambil Islam sebagai solusi bagi permasalahan global?
Mari perjuangkan Islam sebagai ideologi global yang mampu menyelamatkan negeri-negeri dari penjajahan kapitalisme di segala bidang.
Wallahu ‘alam bisshowab.
Post a Comment