SOLUSI PEP, BENARKAH MENJADIKAN PEREMPUAN SEJAHTERA?


Oleh : Ika Wulandriati, S.TP

Menteri Sosial Tri Rismaharini mendorong 1.500 ibu Keluarga Penerima Manfaat (KPM) Program Keluarga Harapan (PKH) untuk berani mengubah nasib lewat berwirausaha.
Hal ini disampaikan Risma—sapaan akrab Mensos—dalam acara Sosialisasi Penguatan Perekonomian Subsisten sebagai Upaya Perekenomian Masyarakat di Pendopo Kabupaten Malang, Jawa Timur (Jatim), Kompas.com, Sabtu (25/6/2022).

Kegiatan tersebut digelar untuk mendorong kemandirian finansial dan meningkatkan kesejahteraan KPM PKH secara bertahap. Mereka diharapkan dapat segera lulus dari program PKH dalam waktu enam bulan ke depan. Pahlawan Ekonomi ini merupakan salah satu program yang digagas oleh Mensos Risma saat masih menjabat sebagai Wali Kota Surabaya tahun 2010 lalu. Dimana para ibu rumah tangga dari keluarga kurang mampu diberi modal mengembangkan UMKM melalui pelatihan dan pendampingan komprehensif. Detik.com, (26/6/2022).

Saat ini jumlah UMKM naik pesat. Di tahun 2010, jumlah UMKM yang ikut pelatihan sebanyak 92 UMKM. Kemudian, naik hingga mencapai 8.565 UMKM setelah 7 tahun berselang. Detik.com (26/6/2022).

Melalui program ini pula, para PE (pahlawan ekonomi) mendapat pelatihan manejemen keuangan. Sehingga, uang yang digunakan tak hanya habis untuk produksi namun juga bisa untuk keperluan mendesak lainnya. "Memang, di program pahlawan ekonomi bukan hanya kualitas marketing, branding, atau packaging saja. Namun juga diajari manajemen keuangan," ujarnya.
Selain target diatas program ini juga untuk meningkatkan partisipasi perempuan di dunia kerja, karena perempuan mempunyai potensi besar sebagai penggerak pemulihan ekonomi pasca pandemi covid-19.

Di sistem kapitalis seperti saat ini, kemiskinan merupakan problem yang harus dihadapi oleh para perempuan, yang diperparah lagi ketika terjadi pandemi covid-19. Perempuan kehilangan nafkah dari para suami yang telah di PHK, usaha gulung tikar, belum lagi bila perempuan tersebut menjadi korban meninggalnya para suami saat pandemi yang akhirnya sebagian para istri ikut serta mencari nafkah untuk mempertahankan ekonomi keluarga.

Dalam sistem kapitalis juga segala sesuatu diukur dengan materi, siapa pun dianggap sebagai sumber daya ekonomi yang harus bisa mendatangkan manfaat secara materi. Demikian juga dengan perempuan, ia dipandang sebagai bagian dari sumber daya, apalagi perempuan memiliki posisi yang lebih rendah dari laki-laki. Perempuan umumnya masuk dunia kerja karena kebutuhan, sehingga mereka cenderung lebih menerima apa pun yang ditetapkan perusahaan tanpa melakukan perlawanan.

Kemudian muncullah arus kesetaraan gender yang memperjuangkan perempuan untuk bisa setara dengan laki-laki dan membuat perempuan memiliki partisipasi ekonomi yang diperhitungkan, jadi inilah yang dijadikan  jawaban dari persoalan kemiskinan perempuan. Maka, upaya pemberdayaan perempuan diarahkan untuk membuat mereka bisa bekerja, memiliki usaha, dan yang menghasilkan uang. Namun, apakah upaya ini mampu menyelesaikan persoalan perempuan? 

Pada saat nafkah keluarga dijadikan tanggung jawab dan kewajiban bersama suami istri, beban yang ditanggung istri ini setidaknya akan berpengaruh terhadap perannya sebagai istri, pendidik anak-anaknya dan pengatur rumah. Terlebih mereka yang bekerja seharian, dari pagi sampai sore, tidak jarang mereka sampai di rumah malam hari. Akibatnya, ia kehilangan kesempatan untuk mengasuh dan merawat anak-anaknya dengan baik. Tentu saja hal ini akan berdampak pada ketahanan keluarga. Di samping itu, tidak jarang istri yang bekerja dan gajinya lebih tinggi dari gaji suami, menjadikan suami kurang percaya diri memimpin keluarga. Banyak istri yang gajinya lebih tinggi merasa lebih berhak mengatur keluarganya dan merasa berat diatur dan menaati suaminya. Jika kondisi ini berlangsung lama, maka akan menyebabkan rumah tangga tidak harmonis dan tidak sedikit yang berujung pada perceraian.

Pemberdayaan perempuan dalam sistem kapitalis jauh dari panggang dengan sistem pengaturan perempuan dalam sistem Islam. Yang menjadi tuntutan bukanlah  kesetaraan gender atau perempuan bukanlah menjadi mesin pendongkrak ekonomi. Pemberdayaan perempuan dalam Islam tercakup dalam dua peran. Pertama, peran domestik, yakni sebagai istri dan ibu bagi anak-anaknya. Peran ini tidak akan bisa digeser oleh siapa pun. Allah telah menempatkan potensi perempuan sebagai pendidik generasi. Perempuan mengandung, melahirkan, menyusui, mengasuh, serta mendidik anak adalah merupakan tugas pokok bagi para ibu. Meski laki-laki pun memiliki kewajiban mendidik anak-anaknya, hanya saja potensi pengasuhan anak memang Allah fitrahkan pada perempuan. Islam memandang perempuan dengan menempatkannya pada posisi mulia, yakni sebagai ibu dan pengatur rumah tangga. Posisi ini sangat strategis, karena masa depan generasi dan bangsa sangat ditentukan pada posisi ini. Proses pendidikan pada anak yang dilakukan oleh kaum perempuan menjadi kunci utama tingginya peradaban sebuah bangsa. Adapun kewajiban mencari nafkah, dibebankan pada kaum laki-laki. Bukan untuk menunjukkan kekuatan laki-laki dan kelemahan perempuan. Peran ini diberikan sesuai dengan kemampuan fisik dan tanggung jawab yang diberikan Allah Swt. pada laki-laki.

Yang kedua, peran publik. Dalam hal ini, baik laki-laki maupun perempuan memiliki hak dan kedudukan yang sama dalam memperoleh pendidikan, menuntut ilmu, mengajarkan ilmu, dan berdakwah. Adapun jika terdapat ketentuan hukum yang berkaitan dengan predikatnya sebagai laki-laki dan perempuan, hal itu tidak bermakna tak setara. Allah Swt. memberikan peran kepada laki-laki dan perempuan dalam kehidupan pernikahan dan bermasyarakat tidak didasarkan pada pengertian kesetaraan gender, tetapi pada apa yang diperlukan secara efektif untuk mengatur kehidupan keluarga dan masyarakat secara fitrah dan berkeadilan. Sehingga, tercipta kehidupan yang harmoni dan sinergi. Perbedaan ketentuan hukum ini bukan berarti diskriminasi. Namun, di sinilah rasa keadilan yang Allah beri untuk makhluk-Nya sesuai kapasitas dan potensi masing-masing. Allah berfirman, “Dan janganlah kamu iri hati terhadap karunia yang telah dilebihkan Allah kepada sebagian kamu atas sebagian yang lain. (Karena) bagi laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi perempuan (pun) ada bagian dari apa yang mereka usahakan. Mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sungguh, Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (TQS An-Nisa: 32).
 
Yang tak kalah penting adalah pemberdayaan perempuan dalam aktivitas dakwah amar makruf nahi mungkar, tidak hanya di bebankan pada laki-laki/perempuan saja, tetapi laki-laki maupun perempuan memiliki kewajiban yang sama, yakni mengoptimalkan peran dan potensinya untuk perjuangan Islam. 

Membentuk kesadaran Islam di tengah masyarakat, mengubah pemikiran rusak seperti sekularisme, liberalisme, feminisme, dan turunannya, inilah yang harus diarahkan pada pemberdayaan perempuan agar masyarakat mempunyai kecerdasan politik. Serta mengubah pandangan hidupnya dengan menjadikan Islam sebagai way of life. Para muslimah harus memberdayakan perannya untuk mewujudkan sistem kehidupan Islam, yakni sebagai ibu pendidik generasi, sahabat bagi suaminya, dan penyelamat kaum ibu dari sesatnya pemikiran yang bertentangan dengan Islam. Inilah pemberdayaan nyata, bukan hanya sekadar mencari uang, dan bukan pula menjadi perantara ide kesetaraan gender yang menyesatkan dan menyalahi Islam. Tetapi, lebih kepada mengaktifkan jati dirinya sebagai hamba Allah Swt.. Melakukan amar makruf nahi mungkar di lingkungan keluarga, masyarakat, dan negara. Berdakwah dan membina umat ini agar menjadikan Islam sebagai jalan hidup yang harus dipilih hingga kaum muslimah merasa bangga berislam Kaffah. Wallahua'lam

Post a Comment

Previous Post Next Post