Pernikahan Beda Agama, Ajang Liberalisasi Umat


Oleh : Susci U 
(Anggota Komunitas Sahabat Hijrah Balut Sulteng)

Pengadilan Negeri (PN) Surabaya kembali mencuit perhatian publik. Pasalnya, putusan perizinan nikah beda agama yang ditetapkan banyak menuai kontroversi. Salah satu muncul dari Dekan Syariah dan Hukum UIN Jakarta, Tholabi Kharlie. 

“Putusan ini membuka keran bagi pengesahan peristiwa nikah beda agama lainnya," (nasional.sindonews.com, 24/6/2022)

Tak dapat dimungkiri, kasus nikah beda agama kini marak terjadi. Berbagai macam media dan hiburan terpublikasikan, menggambarkan adanya upaya liberalisasi umat. Tentu hal ini memberikan impak negatif bagi umat Islam. Padahal, anjuran memilih pasangan telah ditentukan dalam Al-Qur'an. 

“Dan janganlah kalian menikahi wanita-wanita musyrik sehingga mereka beriman. Sesungguhnya seorang budak perempuan yang mukmin itu lebih baik daripada wanita musyrik walaupun dia menarik hatimu dan janganlah kalian menikahkan laki-laki musyrik  sehingga mereka beriman. Sesungguhnya budak laki-laki yang beriman itu lebih baik dari daripada orang musyrik sekalipun dia menarik hatimu. Mereka itu mengajak ke neraka, sedangkan Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya, dan Allah menjelaskan ayat-Nyakepada manusia agar mereka mengambil pelajaran. 
(TQS. Al-Baqarah: 221) 

Pelarangan nikah beda agama adalah bentuk kemaslahatan bagi umat Islam. Jika pernikahan beda agama diliberalisasikan bagi seluruh agama, maka umat Islam dalam hal ini telah dirugikan. Sehingga penting bagi umat dalam menelaah kondisi dan menulusuri faktor dari maraknya nikah beda agama. 

Negara menjadi pilar penting kemajuan suatu bangsa. Kebijakan dan keputusan yang tepat menggambarkan arah nasib bangsa. Sebaliknya, kegagalan menentukan arah kehancuran. Penerapan kapitalisme sekularisme merupakan hulu munculnya problematika. Kapitalisme sekularisme dengan asas demokrasi yang menyuarakan kebebasan, telah memberikan ruang bebas bagi siapa saja dapat mengeksekusi perilaku. Dengan motif pemisahan antara agama dengan kehidupan, segala keputusan cenderung tidak memperhatikan agama. Sedangkan Islam menjadi agama yang berkaitan erat dengan kehidupan, tak dapat ditemukan rumus pemisahan seperti yang dilakukan hari ini.

Jika penerapan kapitalisme hulu sumber akar masalah, maka hilir dari masalah adalah lemahnya keimanan individu muslim. Lemahnya keimanan umat Islam disebabkan karena kurangnya pemahaman Islam kafah (menyeluruh), sehingga tindakan-tindakan yang menyimpang terus saja dilakukan termasuk keinginan nikah beda agama. Ketidakpahaman umat Islam adalah impak dari hulu yakni kapitalisme dan sekularisme. 

Selain itu, abainya masyarakat menjadi alasan munculnya kerusakan. Masyarakat memiliki peran dalam beramal makruf nahi mungkar. Keputusan ataupun tindakan yang dilakukan negara ataupun individu-individu masyarakat yang tidak sesuai dengan ajaran Islam, haruslah diperbaiki. Kontribusi masyarakat sangatlah dibutuhkan. Namun, kapitalisme sekularisme berhasil memunculkan sikap individualisme. Sehingga,  meminimalisir sikap kepedulian antar sesama.

Individu dan masyarakat yang bermasalah akan lebih mudah diperbaiki jika adanya negara yang benar dari segi konsep dan metode peraturan, maka ideologi kapitalisme sekularisme inilah yang menjadi faktor kegagalan paling utama. Sekalipun, individu ataupun masyarakat  benar, namun jika sistem yang digunakan adalah batil maka konsep dan metodenya pun pasti batil, termasuk segala peraturan yang lahir darinya ikut batil.

Oleh karena itu, umat membutuhkan negara yang menerapkan sistem Islam yakni khilafah, sebuah institusi yang berdiri atas landasan syariat Islam. Khilafah tidak akan menggunakan kepemimpinan otoriter ataupun memanfaatkan kekuasaan demi kepentingan tertentu, apalagi mengambil kebijakan yang melemahkan akidah kaum muslim.

Khilafah memahami bahwa pernikahan beda agama tidak diperbolehkan dalam syariat. Allah Swt. menyampaikan bahwa hanya Islam agama yang diridai-Nya. Sehingga, mencampuradukkan antara Islam dan agama lain adalah batil. 

Ketika masih ada di antara kaum muslim yang menginginkan pernikahan beda agama, maka khalifah sebagai pemimpin akan melakukan periayahan akidah bagi mereka. Khalifah tidak akan membiarkan kaum muslim terjerat pada tindakan yang salah. 

Selain itu, khilafah memiliki sanksi tegas bagi pelanggar yakni berupa sanksi zawabir (pencegahan) dan jawabir (penebus dosa). Sanksi tersebut akan memberikan efek jera bagi pelaku pelanggaran. Sehingga, menghindarkan dari perbuatan berulang.

Sekalipun khilafah melarang nikah beda agama. Namun bukan berarti Islam membatasi hak hidup bagi umat beragama lain. Dalam khilafah, tak hanya kependudukan Islam, namun juga ada nonmuslim yang disebut kafir dzimmi. Kafir dzimmi hidup di bawah naungan khilafah. Khilafah membiarkan mereka tetap dengan agamanya dan mendapatkan hak mereka sebagaimana hak kaum muslim. Hanya saja interaksi mereka dibatasi termasuk dalam hal mencampuradukkan antar agama.

Sungguh pengaturan yang sangat apik. Khilafah akan menjaga Islam dan penganutnya dari jeratan kapitalisme sekularisme yang sesat dan menyesatkan. Oleh karena itu, sudah selayaknya umat mencampakan sistem kufur tersebut dan beralih ke Islam kafah.

Wallahiua'lam bishshawab

Post a Comment

Previous Post Next Post