Oleh Cahyani Pramita, SE.
(Pemerhati Masyarakat)
Ibuku pahlawanku. Banyak jasa ibu bagi kehidupan kita. Tak diragukan pengorbanannya bagi anak hingga keluarganya. Semakin hari, saat ekonomi semakin sulit, kaum ibu semakin dibidik untuk menjadi pahlawan ekonomi keluarga.
Mensos, Tri Rismaharini menjadikan program Pahlawan Ekonomi (PE) Pemkot Surabaya sebagai percontohan nasional. Risma menjelaskan program Pahlawan Ekonomi (PE) digagas dengan semangat bersama mengubah nasib warga kurang mampu (republika.co.id, 26/6/2022).
Program ini digagas Bu Risma saat masih menjabat sebagai walikota Surabaya. Dimulai sejak 2010, para ibu rumah tangga dari keluarga miskin diberi jalan mengembangkan bidang di skala UMKM melalui pelatihan dan pendampingan komprehensif.
Bisnis UMKM memang tampak lebih bisa bertahan di tengah kondisi krisis seperti saat ini. Data kementerian koperasi dan UKM menunjukkan mayoritas pelaku UMKM adalah perempuan. Di mana 52% mengelola usaha mikro, 50% usaha kecil, 34% usaha menengah. Di kala banyak perempuan kehilangan nafkah karena suami di PHK, usaha gulung tikar atau terbunuh menjadi korban Covid-19. Akhirnya perempuan, para ibu banyak ikut terjun mencari nafkah demi mempertahankan ekonomi keluarga.
Ditambah lagi, adanya arus kesetaraan gender membuat perempuan memiliki partisipasi ekonomi yang diperhitungkan. Upaya pemberdayaan perempuan diarahkan untuk membuat perempuan bekerja, memiliki usaha, menghasilkan uang. Sehingga semakin berbondong bondong lah perempuan menjadi penopang ekonomi keluarga.
Padahal, pada saat nafkah keluarga dijadikan tanggung jawab dan kewajiban suami-istri maka ini justru memberatkan perempuan (istri). Beban yang ditanggung mereka jadi lebih besar dan berpengaruh pada optimalisasi peran utamanya sebagai ibu pendidik anak-anaknya dan pengatur rumah suaminya. Tidak mudah bagi perempuan mengejar kondisi ideal untuk menjadi pahlawan ekonomi keluarga. Ia akan kehilangan waktu, tenaga, fokus pikiran serta kesempatan untuk mengasuh dan mengurus anak-anak dengan baik. Dan ini berpengaruh pada ketahanan keluarga juga.
Sudahlah memberatkan perempuan, kondisi ekonomi keluargapun tak juga tertolong sebagaimana yang diharapkan. Perempuan digaji dengan lebih rendah karena mereka cenderung "menerima" berapapun kompensasi atas hasil kerja mereka. Ditambah lagi, biaya hidup juga semakin tinggi. Sembako, fasilitas pendidikan, kesehatan dan lainnya serba dikomersilkan. Tak ada jaminan pemenuhan oleh negara, rakyat berjuang sendiri untuk bisa bertahan hidup. Kalau sudah begini, apakah betul perempuan mampu menjadi pahlawan ekonomi? Atau justru perempuan jadi korban eksploitasi?
Sesungguhnya kita manusia adalah makhluk yang lemah. Tak perlu membebani diri diluar beban tanggung jawab yang sudah diberikan ilahi. Cukuplah kita mengikuti segala ketentuan syara' tanpa perlu mengikuti hawa nafsu atau akal kita. Allah Swt. telah menetapkan kewajiban penafkahan pada kaum lelaki saja, bukan perempuan.
Allah Swt berfirman dalam QS Al-Baqarah ayat 233, yang artinya: “ … dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara makruf….”
Rasulullah saw. pun bersabda, “Ketahuilah, setiap dari kalian adalah pemimpin dan setiap dari kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Seorang pemimpin umat manusia adalah pemimpin bagi mereka dan ia bertanggung jawab dengan kepemimpinannya atas mereka. Seorang lelaki adalah pemimpin bagi keluarganya dan ia bertanggung jawab atas mereka. Seorang wanita adalah pemimpin bagi rumah suaminya dan anaknya dan ia bertanggung jawab atas mereka. Seorang budak adalah pemimpin bagi harta tuannya dan ia bertanggung jawab atasnya. Maka, setiap dari kalian adalah adalah pemimpin yang bertanggung jawab atas kepemimpinannya.” (HR Abu Dawud)
Allah telah menetapkan kewajiban perempuan adalah sebagai ummu wa rabbatul bayt. Memaksakan perempuan berperan sebagai pencari nafkah, merupakan bentuk eksploitasi perempuan sekaligus pelanggaran terhadap ketentuan Allah yang meletakkan kewajiban menanggung nafkah hanya pada lelaki.
Meskipun demikian, Islam tetap mampu menyejahteraan perempuan. Islam memiliki seperangkat mekanisme untuk menjamin kesejahteraan perempuan meskipun ia tak bekerja. Menyejahterakan seluruh rakyat (termasuk perempuan) adalah tanggungjawab negara. Negara menjamin terpenuhinya segala kebutuhan mendasar (sandang, pangan, papan, pendidikan, keamanan, kesehatan) sehingga perempuan optimal menjalankan peran utama mereka, yaitu sebagai istri dan ibu, pengatur rumah tangga, dan pendidik generasi.
Hukum bekerja bagi perempuan adalah mubah (boleh). Bekerjanya ia bukan untuk menafkahi diri serta keluarga. Patut dipegang kuat bahwa tidak boleh amal mubah ini mengalahkan amal wajibnya mengurus rumah tangga serta menjadi istri dan ibu. Jikalau karena suatu sebab syar’i perempuan tidak mendapatkan nafkah, misal suami meninggal atau sakit, perempuan hidup sebatang kara, ataupun sebab lainnya, Islam memiliki berbagai mekanisme untuk menjamin nafkah perempuan dan anak-anaknya, mulai dari mewajibkan walinya, hingga ditanggung oleh negara.
Walhasil, dalam Islam, perempuan dapat optimal melaksanakan tugas kodrati dalam kondisi sejahtera yang dijamin negara. Sejahtera tanpa harus bekerja, tanpa harus menjadi tulang punggung keluarga. Jaminan hakiki atas kesejahteraan rakyat, termasuk perempuan, hanya dapat terwujud ketika Islam diterapkan secara kafah dalam bingkai khilafah islamiyah. Dengan sistem pemerintahan Islam, ekonomi Islam dan supporting system lainnya. In syaa Allah.
Wallahu a'lam bishawwab
Post a Comment