Oleh: Rina Umma Riefa
(Aktivis Muslimah)
Keterpurukan Ekonomi akibat pandemi begitu terasa di berbagai negeri, tak terkecuali Indonesia. Tingkat kemiskinan meningkat drastis, hal inilah yang mendorong Pemerintah untuk segera bangkit dari kondisi ekonomi yang terpuruk menuju ekonomi yang sehat. Banyak program yang kemudian digulirkan untuk mengatasi masalah kemiskinan ini, salah satunya adalah program Pahlawan Ekonomi (PE). Program ini adalah gagasan Mensos Risma saat masih menjabat sebagai Wali Kota Surabaya tahun 2010 lalu.
Program Pahlawan Ekonomi (PE)
Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini mendorong 1.500 ibu keluarga penerima manfaat (KPM) Program Keluarga Harapan (PKH) untuk berani mengubah nasib lewat berwirausaha. Hal ini disampaikan Risma—sapaan akrab Mensos—dalam acara Sosialisasi Penguatan Perekonomian Subsisten sebagai Upaya Perekenomian Masyarakat di Pendopo Kabupaten Malang, Jawa Timur (Jatim), Sabtu (25/6/2022).
Kegiatan tersebut digelar untuk mendorong kemandirian finansial dan meningkatkan kesejahteraan KPM PKH secara bertahap. Mereka diharapkan dapat segera lulus dari program PKH dalam waktu enam bulan ke depan. Agar semangat para ibu KPM untuk berwirausaha semakin terbakar, Risma memutarkan video Gading Ogi Saputra pada kesempatan itu.
Gading merupakan remaja difabel asal Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah (Jateng) yang berprofesi sebagai pedagang keliling. Kisahnya sempat viral dan menginspirasi banyak orang. Pasalnya, di tengah keterbatasan fisik, semangat Gilang untuk mencari nafkah tetap tinggi. Bahkan, pekerjaan itu ia lakukan dengan bersepeda dan harus menempuh jarak berkilo-kilometer. Atas dasar itu, Kementerian Sosial (Kemensos) memberikan Gading motor listrik guna memudahkan operasional usahanya.
Risma berkata, saat ini, omzet Gading meningkat berkat semangat dan bantuan motor listrik dari pihaknya. Setiap hari, ia bisa meraup omzet Rp 200.000. Bahkan, ia mampu membelikan orangtuanya motor seharga Rp 18 juta dari hasil berjualan. Tabungan remaja tersebut pun sudah mencapai Rp 30 juta. Mantan Walikota Surabaya pada 2010–2020 itu melanjutkan, ibu-ibu KPM PKH adalah orang-orang beruntung karena diberikan kondisi fisik sempurna. Karena itu, ia berharap agar mereka berani mengubah nasib. “Ibu-ibu (KPM PKH) mempunyai tangan lengkap dan suara sempurna, beda dengan Gading. Kalau semua nikmat pemberian Tuhan tidak dioptimalkan, kufur nikmat namanya,” katanya dalam keterangan pers yang diterima Kompas.com, Minggu (26/6/2022).
Cara Kerja Program Pahlawan Ekonomi (PE)
Mensos sangat optimis bahwa Program Pemberdayaan Perempuan (PEP) dianggap menjadi solusi untuk meningkatkan ekonomi rakyat dan jalan keluar dari kebuntuan masalah ekonomi. Apakah betul jika perempuan berdaya, taraf ekonomi rakyat akan naik dan rakyat akan sejahtera?
Pandangan Islam dalam pemberdayaan perempuan
Islam memandang laki-laki dan perempuan itu sama mulianya. Islam tidak mendiskriminasi perempuan. Allah Swt. memberikan kewajiban yang sama kepada keduanya untuk beribadah dan meninggikan agama-Nya.
Pemberdayaan perempuan dalam perspektif Islam dimaknai sebagai upaya mencerdaskan muslimah agar mampu berperan optimal dalam menjalankan seluruh kewajiban dari Allah Swt., baik di ranah domestik maupun publik.
Dalam Islam, perempuan disebut berdaya jika ia mampu menjalankan peran sebagai ummun wa rabbatul bait (ibu dan manajer rumah tangga) dengan optimal dan sesuai syariat Islam; sebagai mitra laki-laki untuk melahirkan generasi cerdas, bertakwa, menjadi pejuang agama Islam yang terdepan.
Jadi, salah besar jika pemberdayaan perempuan diarahkan agar mandiri secara ekonomi, bahkan menjadikan fungsi perempuan di keluarga dan rumah tangga bergeser dari yang seharusnya. Apalagi dengan PEP yang diarahkan agar perempuan tidak lagi bergantung kepada laki-laki dalam hal nafkah, bahkan menjadi perempuan “kepala keluarga” atau tulang punggung keluarga, tentu akan makin menjauhkannya dari fitrahnya sebagai perempuan.
Pemberdayaan perempuan tidak boleh keluar dari tujuan menjaga dan mengukuhkan ketahanan keluarga muslim. Muslimah berperan besar melahirkan generasi berkualitas pejuang dan senantiasa beramar makruf nahi mungkar di tengah masyarakat. Semuanya harus tetap dilakukan dalam koridor syariat Islam.
Kapitalisme, Kesalahan besar solusi ubah nasib
Kapitalisme adalah ideologi yang menjadikan harta (uang) dan takhta (kekuasaan) sebagai tujuan tertinggi. Siapa yang menguasai modal dan sumber daya, ialah yang berkuasa, sebagaimana hukum rimba.
Ukuran kesejahteraan rakyat dalam konsep kapitalisme adalah dengan menghitung rerata pendapatan rakyat secara general, bukan person to person. Inilah yang kemudian menjadi masalah besar. Ada orang yang yang sangat kaya, ada orang yang sangat miskin. Pada faktanya, jumlah orang miskin jauh lebih banyak dibandingkan dengan orang kaya. Kesenjangan ekonomi akibat penerapan sistem kapitalisme adalah sebuah keniscayaan.
Ketika pengangguran merajalela dan ekonomi terpuruk, kapitalisme menawarkan agar para perempuan turut berpartisipasi mengatasi keadaan. Perempuan didorong untuk terjun ke sektor ekonomi menjadi pelaku ekonomi. Dimunculkanlah program-program, seperti UMKM, PEP, dsb. yang intinya perempuan dianggap sebagai satu jalan keluar untuk mengatasi masalah ekonomi yang ada saat ini. Padahal, sumber masalahnya bukan itu. Solusi pelibatan perempuan ini malah menimbulkan masalah baru dalam kehidupan sosial.
Sumber masalahnya karena kapitalisme membiarkan individu masyarakat menguasai SDA strategis, seperti pertambangan yang seharusnya dikelola negara untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Yang terjadi sekarang, justru SDA yang berpengaruh terhadap hajat hidup orang banyak malah dijual dan dikuasai asing, semisal Freeport.
Kemudian, para perempuan didorong untuk terjun ke berbagai sektor ekonomi, menjadikan mereka sebagai mesin penggerak ekonomi rakyat. Efek dominonya terhadap kehidupan sosial sangatlah banyak. Salah satunya terjadi masalah keluarga, seperti perselingkuhan dan perceraian sebab peran utama perempuan dalam keluarga menjadi terganggu.
Solusi “ubah nasib” ala kapitalisme justru menciptakan banyak masalah. Apalagi di kalangan perempuan berembus opini bahwa perempuan itu harus mandiri, harus punya uang sendiri, dan tidak bergantung kepada laki-laki. Status ibu rumah tangga pun dianggap sebelah mata dan dinilai menambah jumlah pengangguran.
Pada akhirnya, para perempuan harus memainkan peran ganda di sektor domestik dan publik yang kerap mengalami dilema. Sukses di sektor publik, tetapi tidak sedikit keluarga hancur. Penyebabnya bukan hanya masalah teknis, seperti kurang cakapnya ibu mengatur keluarga, melainkan terlebih karena kesalahan paradigma berpikir tentang keluarga. Dalam kondisi dilema ini, disematkan label “Pahlawan Ekonomi” bagi perempuan. Kondisi ini sejatinya sangat menyedihkan.
Islam Memberi Solusi Fundamental Masalah Ekonomi
Sistem ekonomi kapitalisme menciptakan kemiskinan struktural di tengah masyarakat. Kapitalisme juga memaksa perempuan terjun ke dunia kerja tanpa disertai kecakapan teknis manajemen rumah tangga yang baik, serta tanpa pemahaman yang benar tentang pentingnya keutuhan dan ketahanan keluarga.
Akhirnya, peran utama perempuan sebagai ummum wa rabbatul bait menjadi terabaikan. Hal inilah yang Barat inginkan, yaitu hancurnya tatanan keluarga muslim.
Padahal, kita tahu bahwa peran ibu rumah tangga sangat penting bagi tegaknya sebuah peradaban. Ia berperan mendidik anak-anaknya agar berkepribadian Islam dan mengurus keluarga sebaik mungkin. Islam memuliakan para ibu dan tidak memberikan beban tambahan dengan persoalan ekonomi.
Untuk menciptakan tatanan ekonomi yang stabil, solusi ekonomi Islam adalah dengan membedakan tiga kepemilikan harta, yaitu individu, umum, dan negara. Kepemilikan individu berarti izin Asy-Syari’ (Allah Swt.) untuk memiliki dan memanfaatkan barang atau zat tertentu dengan memperhatikan mekanisme yang dijelaskan oleh syariat Islam.
Kepemilikan umum adalah izin Asy-Syari’ (Allah Swt.) kepada suatu komunitas masyarakat untuk sama-sama memanfaatkan benda atau barang. Benda-benda yang termasuk dalam kategori kepemilikan umum adalah benda-benda yang telah dinyatakan oleh Asy-Syari’ memang diperuntukkan bagi suatu komunitas masyarakat karena mereka masing-masing saling membutuhkan, dan Asy-Syari’ melarang benda tersebut dikuasai oleh seorang saja.
Benda-benda ini tampak pada tiga macam, yaitu pertama, merupakan fasilitas umum yang kalau tidak ada di dalam suatu negeri atau suatu komunitas, maka akan menyebabkan sengketa dalam mencarinya. Kedua, barang tambang yang tidak terbatas. Ketiga, SDA yang sifat pembentukannya menghalangi untuk dimiliki hanya oleh individu.
Yang merupakan fasilitas umum adalah apa saja yang dianggap sebagai kepentingan manusia secara umum. Islam menjelaskan tentang fasilitas umum ini dalam sebuah hadis, dari segi sifatnya, bukan dari segi jumlahnya.
Yang ketiga adalah kepemilikan negara. Milik negara adalah harta yang merupakan hak seluruh kaum muslim, sedangkan pengelolaannya menjadi hak khalifah. Ia bisa menghapuskan sesuatu untuk sebagian kaum muslim sesuai pandangannya. Pengelolaan oleh khalifah ini bermakna bahwa khalifah memiliki kekuasaan untuk mengelolanya. Inilah makna kepemilikan sebab kepemilikan bermakna adanya kekuasaan pada diri seseorang atas harta miliknya. Atas dasar ini, setiap kepemilikan yang pengelolaannya bergantung pada pandangan dan ijtihad khalifah dianggap sebagai kepemilikan negara.
Asy-Syari’ (Allah Swt.) telah menjadikan harta-harta tertentu sebagai milik negara. Khalifah berhak untuk mengelolanya sesuai dengan pandangan dan ijtihadnya, semisal fai, kharaj, jizyah, dan sebagainya. Syariat tidak pernah menentukan sasaran dari harta yang dikelolanya. Jika syariat setelah menentukan sasaran dari harta yang dikelola dan tidak menyerahkannya kepada pandangan dan ijtihad khalifah, maka harta tersebut bukan milik negara, melainkan semata-mata milik orang yang telah ditentukan oleh syariat.
Oleh karena itu, zakat, misalnya, tidak termasuk milik negara, melainkan milik delapan asnaf yang telah ditentukan syariat. Baitulmal hanya menjadi tempat penampungan zakat agar bisa dikelola mengikuti objek-objeknya.
Nafkah dalam Islam
Demikianlah pengaturan kepemilikan dalam Islam sehingga kesejahteraan rakyat bisa lebih tercapai. Khalifah mengupayakan agar setiap individu terpenuhi kebutuhan pokoknya. Para perempuan tidak harus menjadi tulang punggung keluarga dan meninggalkan fitrahnya dalam kehidupan rumah tangga.
Kewajiban nafkah dalam Islam tetap ada di tangan suami. Seorang suami yang baik dan beriman kepada Allah Swt. akan bersungguh-sungguh bekerja untuk menafkahi keluarganya. Islam membolehkan istri bekerja di luar rumah, tetap harus tetap memegang syariat, seperti menutup aurat secara sempurna dan menjaga interaksi (pergaulan) di tengah masyarakat.
Adapun jika istri mendapatkan penghasilan dari bekerja, itu adalah hartanya dan tidak ada kewajiban untuk memberi nafkah kepada keluarga. Jika istri memberi uang kepada keluarga atau menggunakan uang penghasilannya untuk keluarga, hal itu dinilai sedekah baginya.
Seorang perempuan juga dimuliakan dengan adanya wali yang menafkahinya dan keluarganya hingga ia menikah. Negara memenuhi kebutuhan individu rakyatnya (secara tidak langsung) dengan menyediakan lapangan pekerjaan bagi laki-laki. Jika kemudian tidak ada satu pun keluarganya yang mampu menafkahi, negara akan hadir untuk memenuhi kebutuhan individu rakyatnya dengan memberikan bantuan langsung, seperti pemberian, subsidi, dan sejenisnya. Demikianlah penafkahan dalam sistem Islam.
Sungguh, sistem ekonomi Islam memudahkan umat Islam dan nonmuslim melaksanakan aktivitas sesuai aturan Allah Swt. berdasarkan hukum Islam, yaitu Al-Qur’an dan Sunah agar hidup manusia lebih tertata dan berkah. Ini hanya bisa terwujud dalam sistem kehidupan Islam kafah di bawah naungan Khilafah. Wallahualam bi showwab.
Post a Comment