Oleh: Ummu Taqy
Aktivis Dakwah
Pengadilan Negeri (PN) Surabaya mengesahkan dan
mengizinkan pernikahan beda agama menjadi kontroversi dan perhatian publik.
Putusan tersebut dianggap akan menjadi lahirnya putusan yang sama pada masa
depan. Dalam putusan tersebut hakim memerintahkan pegawai Kantor Dinas
Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Surabaya untuk mencatat perkawinan para
pemohon dalam register perkawinan setelah dipenuhi syarat-syarat perkawinan
menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Menanggapi hal tersebut, Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta Tholabi Kharlie, mengatakan putusan tersebut akan menjadi preseden lahirnya putusan-putusan serupa bagi mereka yang menikah dengan pasangan yang berbeda agama.
Putusan PN Surabaya ini didasarkan antara lain pada Pasal 35 dan 36 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan yang menyatakan bahwa pencatatan perkawinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 berlaku pula bagi: Pertama, perkawinan yang ditetapkan oleh pengadilan. Kedua, perkawinan warga negara asing yang dilakukan di Indonesia atas permintaan warga negara asing yang bersangkutan.
Kemudian Pasal 36 yang menjelaskan, dalam hal perkawinan tidak dapat dibuktikan dengan Akta Perkawinan, pencatatan perkawinan dilakukan setelah adanya penetapan pengadilan. Peristiwa pernikahan beda agama dalam beberapa waktu terakhir menjadi perhatian publik, bahkan dalam batas-batas tertentu telah menciptakan keresahan sebagian kalangan, khususnya umat Islam.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga mengaku kecewa atas putusan Pengadilan Negeri (PN) Surabaya yang mengesahkan pasangan suami istri beda agama. MUI menilai keputusan hakim tersebut tidak benar dan tepat. Ketua Komisi Hukum dan HAM MUI Deding Ishak pun mengatakan, MUI akan melaporkan hakim tersebut ke Komisi Yudisional (KY) untuk diperiksa.
Bahkan, MA diminta untuk turun tangan memeriksa hakim tersebut. Langkah itu diambil karena keputusan hakim tersebut bertentangan dan menyimpang secara substansial dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Dalam undang-undang tersebut, jelas bahwa sahnya perkawinan adalah harus sesuai dengan agama dan kepercayaannya. “Pasal 1 itu jelas ya. Artinya, pelaksanaan perkawinan itu harus sesuai dengan norma, syariat agama, dalam hal ini adalah Islam
Selama peristiwa pernikahan beda agama yang dilegitimasi oleh negara masih terus terjadi. Maka kontroversi akan terus ada. Mungkin sudah ratusan bahkan ribuan peristiwa pernikahan beda agama yang mendapatkan legitimasi dari instansi terkait, hanya saja tidak terekpose ke publik, fakta ini menunjukkan bahwa ada persoalan krusial dari sisi norma hukum yang mengatur perkawinan di Indonesia.
Dalam Undang-undang No. 1 tahun 1974 Pasal 2 ayat 1 dijelaskan bahwa “Pernikahan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaan itu.” Dengan melihat hukum yang berlaku, keputusan Hakim PN Surabaya jelas-jelas menyalahi perundang-undangan yang ada.
Menyikapi hal tersebut semestinya sebagai umat Islam tidak setuju dengan putusan PN Surabaya, karena keputusan tersebut menyalahi hukum dalam Islam. Pernikahan beda agama dalam hukum Islam adalah haram. Islam secara terang-terangan melarang adanya pernikahan beda agama. Sebagaimana Allah berfirman, “Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu nikahkan laki-laki musyrik dengan wanita beriman sebelum mereka (laki-laki musyrik) beriman. Sungguh lelaki budak yang beriman lebih baik daripada lelaki musyrik meskipun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedangkan Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia agar mereka mengambil pelajaran” (TQS al-Baqarah: 221).
Dalam hukum Islam sangat tegas melarang pernikahan orang beriman dengan orang yang tidak beriman sebab perbedaan akidah. Karena orang yang tidak beriman pasti akan mengajak kepada kekafiran dan melakukan perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan akidah Islam Bagaimana mungkin hubungan antara suami istri atau antara keluarga akan terjalin harmonis, jika keyakinannya berbeda nilai-nilai yang mereka anut pun akan berbeda dan bertentangan.
Demikianlah, ketika hukum buatan manusia yang saat ini digunakan, tidak menjaga kehormatan di dalamnya, kapan saja bisa berubah sesuai kepentingan manusia. Ketika adanya kemaksiatan pun, hukum saat ini tidak mampu tegak berdiri. Beginilah buah dari sistem kapitalis sekuler yang praktiknya adalah memisahkan agama dari kehidupan. Peran manusia diagungkan demi menjaga HAM, sementara aturan yang datang dari Allah sebagai pemilik bumi dan seisinya tidak digunakan dalam kehidupan.
Sudah saatnya umat sadar bahwa sistem saat ini adalah sistem yang rusak dan cacat untuk diterapkan, menolak setiap kebijakan yang merusak karena hakikatnya hukum bukan hanya sebagai refleksi dari penjelmaan kehidupan bermasyarakat saja. Sudah semestinya umat tunduk pada Sang Pencipta manusia (Allah) yang merupakan sumber kehidupan dan sumber pembuat hukum. Sejatinya hanya hukum Islamlah yang mampu menjaga keluarga, kehidupan, dan masa depan umat. Walahualam bishawab.[]
Post a Comment