Kelas BPJS Dilebur, Mampukah Tingkatkan Kualitas Pelayanan Kesehatan?


Oleh Nina Marlina, A.Md
Muslimah Peduli Umat

Kesehatan adalah anugerah yang harus disyukuri. Jika sakit, maka aktivitas pun akan terhambat. Terlebih biaya pengobatan saat ini tidaklah murah. Begitu pun pelayanan dan aksesnya tidak mudah. 

Selama ini banyak masyarakat yang telah memiliki kartu BPJS. Baik yang gratis atau pun berbayar. Tujuannya agar lebih mudah dalam berobat. Khususnya bagi yang mengalami sakit parah sehingga harus menjalani operasi atau yang lainnya. Meski ada yang puas dengan pelayanannya, namun tidak sedikit yang tetap merasakan kesulitan dalam menggunakan layanan ini. Bahkan saat ini Pemerintah berencana untuk menghapus kelas-kelas dalam BPJS. 

Dikutip dari Kompas.com, 19 Juni 2022 kelas pelayanan rawat inap Badan Jaminan Kesehatan Nasional (BPJS) Kesehatan dikabarkan akan dilebur menjadi kelas rawat inap standar (KRIS). Rawat inap ruang perawatan yang sebelumnya terbagi kelas 1, 2, dan 3, akan menjadi ruang perawatan dengan standar yang sama.

Adapun terkait iuran peserta berdasarkan pernyataan anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Asih Eka Putri, dengan adanya peleburan ini, iuran nantinya ditentukan dari besar pendapatan peserta. Ia pun menyatakan masih belum bisa memastikan waktu penerapan kelas tunggal atau KRIS karena kriterianya masih dalam proses finalisasi.

Sementara menurut Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti, program KRIS akan diujicoba pada tahun 2022. Namun proses standarisasi kelas masih dalam perumusan konsep alias belum matang digodok.

Adapun salah satu alasan peleburan kelas BPJS menurut Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin adalah untuk mencegah defisit seperti tahun-tahun sebelumnya. Jumlah dana iuran BPJS yang masuk tidak mampu menutupi biaya pengobatan yang harus dibayarkan ke rumah sakit. 

Dalam pelayanan BPJS ini banyak peserta yang mengeluhkan berbagi hal. Diantaranya yaitu proses pelayanannya, harus mengantri lama, biaya pengobatan yang tidak tercover BPJS sehingga pasien tetap harus mengeluarkan biaya lagi, fasilitas di faskes pertama atau terdekat tidak lengkap sehingga harus dirujuk ke faskes atas yang terkadang jaraknya jauh sehingga menyulitkan pasien karena harus mengeluarkan biaya transportasi yang tidak sedikit. 

Biaya kesehatan murah atau gratis dengan pelayanan baik seperti mimpi dalam sistem kapitalisme. Sistem kapitalisme yang berorientasi pada profit atau keuntungan membuat biaya kesehatan menjadi mahal. Apalagi di dokter spesialis atau rumah sakit. Hal ini dikarenakan kebanyakan rumah sakit dikelola oleh swasta. Sulitnya berobat dalam sistem kapitalisme ini telah menyebabkan banyaknya korban atau pasien yang tidak terselamatkan. 

Pengelolaan dana kesehatan oleh BPJS merupakan bentuk pengalihan tanggung jawab negara pada rakyatnya. Seharusnya rakyat berhak mendapatkan pelayanan kesehatan terbaik tanpa wajib membayarkan iuran setiap bulannya. BPJS merupakan amanat dari UU nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Kemudian diimplementasikan melalui UU nomor 24 tahun 2011 yang mewajibkan rakyat untuk menjadi peserta BPJS. 

Semestinya negara memberikan pelayanan kesehatan gratis, mudah diakses dan dengan fasilitas yang lengkap. Kebutuhan biaya semua ini akan didapatkan oleh negara dari pos kepemilikan umum yakni pengelolaan sumber daya alam yang melimpah. Inilah yang telah dilakukan pada masa Kekhilafahan. Yaitu negara yang menerapkan sistem Islam. 

Misalnya pada masa Khalifah Dinasti Umayyah, Walid bin Abdul Malik, yang merupakan orang pertama yang mendirikan rumah sakit (Bimaristan) dalam sejarah umat Islam. Bimaristan ini terletak di kota Damaskus, Suriah dan didirikan pada tahun 707 M (88 H). Semua pasien yang sakit diobati secara gratis hingga sembuh total. 
Demikianlah negara semestinya benar-benar mengurus rakyat dengan baik. Termasuk dalam bidang kesehatan dengan pelayanan terbaik. Rakyat pun tidak akan terbebani dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. 

Wallahu a'lam bishshawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post