Penulis Opini Bela Islam AMK
لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ لَبَّيْكَ لَبَّيْكَ لاَ شَرِيكَ لَكَ لَبَّيْكَ إِنَّ الْحَمْدَ وَالنِّعْمَةَ لَكَ وَالْمُلْكَ لاَ شَرِيكَ لَكَ
"Ya Allah, aku memenuhi panggilan-Mu, Ya Allah, aku memenuhi panggilan-Mu, tidak ada sekutu bagi-Mu, sesungguhnya pujian dan kenikmatan hanya milik-Mu, dan kerajaan hanyalah milik-Mu, tiada sekutu bagi-Mu"
Hari Raya Iduladha identik dengan Hari Raya Haji, atau Idul Qurban. Seluruh umat Islam sedunia berbondong-bondong
menuju ke Arafah untuk menunaikan wukuf.
Sebab, haji itu pada
hakikatnya wukuf di Padang Arafah. Jika jemaah haji yang sudah berihram (haji wajib atau sunah) tidak sempat wukuf hingga terbit fajar hari Nahr (10 Dzulhijah) maka hajinya tidak sah atau batal.
Mereka datang memakai pakaian ihram berwarna putih tidak berjahit, dengan melafazkan talbiyah. Ini melambangkan adanya persamaan akidah, pandangan hidup, dan tatanan aturan yang sama untuk hamba Allah. Aturan yang tidak membedakan bangsa, warna kulit, bahasa, mazhab, bahkan derajat. Mereka pun memiliki tujuan yang sama, menunaikan rukun Islam kelima yaitu ibadah haji. Semata-mata mendekatkan diri pada Allah Swt. untuk meraih rida-Nya. Dengan niat yang bulat siap melaksanakan syariat-Nya.
Sayangnya, Hari Raya tahun 2022 kembali berbeda. Pemerintah Indonesia telah menetapkan 10 Dzulhijah untuk merayakan Iduladha jatuh pada hari Ahad, 10 Juli 2022. Sedangkan kaum muslimin lainnya meyakini Iduladha jatuh pada Sabtu, tanggal 9 Juli 2022. Perbedaan tersebut masih seputar terkait penetapan bulan baru. Apakah menggunakan hisab atau dengan rukyatulhilal. Jika dengan rukyat, apakah dengan rukyat lokal atau rukyat global?
Rukyat Penduduk Mekah
Sesungguhnya ulama seluruh madzab (Hanafi, Maliki, Syafii, dan Hanbali) telah sepakat rukyat. Untuk Iduladha mengamalkan rukyatul hilal global (pengamatan bulan sabit). Artinya, penetapan awal bulan Dzulhijah yang dilakukan oleh penduduk Mekah berlaku untuk seluruh dunia. Meskipun mereka tidak dapat melihat hilal.
Hadis Husain Ibn Al-Harits Al-Jadali RA, dia berkata: " Sesungguhnya Amir (Wali) Mekah pernah berkotbah dan berkata: "Rasulullah saw. pernah mengamanatkan kepada kami untuk melaksanakan manasik haji berdasarkan rukyat. Jika kami tidak berhasil merukyat tetapi ada dua saksi adil yang berhasil merukyat, maka kami melaksanakan manasik haji berdasarkan kesaksian keduanya." (HR. Abu Dawud, no. 2338 dan Ad-Daruquthni, Juz II/167)
Hadis tersebut di atas, menunjukkan penetapan hari dimulainya manasik haji berdasarkan rukyat yang berlandaskan perintah Nabi saw. kepada Amir (Wali) Mekah.
Itulah sebabnya dahulu kaum muslimin senantiasa ber-iduladha pada hari yang sama. Bahkan, sejak masa kenabian, dilanjutkan pada masa khulafaur Rasyidin, Umayyah, Abbasiyyah, Ustmaniyyah hingga pada saat ini.
Haji Simbol Persatuan
Ibadah haji merupakan momen berkumpulnya kaum muslimin dari penjuru dunia, dihadiri sekitar 3 juta jemaah haji. Lebih dari itu, haji merupakan simbol persatuan umat. Meskipun berasal dari negara, bangsa, dengan bahasa, budaya, karakter, postur tubuh yang berbeda, mereka melakukan hal yang sama. Atas dorongan keimanan dan ketaatan kepada Allah Swt. mereka hadir untuk memenuhi panggilan-Nya. Labaika Allahumma labaika ....
Mereka datang ke tempat suci dengan pakaian ihram berwarna putih, mengucapkan talbiyah dengan lafaz yang sama. Melakukan thawab, sa'i, wukuf, dan mabit di tempat yang sama dan dilakukan bersama-sama. Sungguh Mahabenar firman Allah Swt.
اِنَّ هٰذِهٖٓ اُمَّتُكُمْ اُمَّةً وَّاحِدَةًۖ وَّاَنَا۠ رَبُّكُمْ فَاعْبُدُوْنِ
"Sungguh, (agama tauhid) inilah agama kamu, agama yang satu, dan Aku adalah Tuhanmu, maka sembahlah Aku." (QS. al-Anbiya' [21]: 92)
Dalam tafsir dijelaskan, setelah Allah menyebutkan semua para nabi, Allah berfirman bahwa para rasul adalah satu umat dengan kamu dan pemimpin kamu yang harus diikuti petunjuknya, dan mereka berada di atas agama yang satu, yakni agama tauhid (mengesakan Allah).
Islam adalah agama tauhid yang diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad saw. berupa risalah (Al-Qur'an dan Sunah) untuk mengatur kehidupan umat manusia di seluruh dunia. Artinya, Islam itu Tuhannya satu Allah Swt. Nabinya satu Muhammad saw. Kitabnya satu Al-Qur'an, kiblatnya satu ka'bah. Wukufnya satu di Arafah.
Sungguh, haji adalah momen berkumpulnya kaum muslimin dari berbagai penjuru dunia. Dengan ibadah haji, umat Islam dapat mengenal saudaranya. Rasulullah saw. dalam khotbah terakhirnya pada saat haji wada' tanggal 9 Dzulhijjah tahun 10 H, saat wukuf, mengingatkan bahwa sesama muslim adalah bersaudara yang diikat oleh akidah Islam.
"Wahai sekalian manusia. Dengarkan kata-kataku ini dan perhatikan! Setiap muslim adalah saudara bagi muslim lain. Kaum muslim semua bersaudara. Seseorang tidak dibenarkan mengambil sesuatu dari saudaranya, kecuali dengan senang hati diberikan kepada dia. Janganlah kalian menganiaya diri sendiri."
Dalam khotbahnya, Rasulullah saw. telah menghapuskan sekat-sekat yang didasarkan pada keturunan, ras, negara. Beliau mengingatkan:
"Wahai manusia! Sesungguhnya Rabb kalian adalah satu, dan ayah kalian juga satu (Adam as). Maka sesungguhnya bangsa Arab itu tidaklah lebih mulia dari selain bangsa Arab. Dan bangsa selain bangsa Arab tidaklah lebih mulia dari pada bangsa Arab. Begitu pula, orang yang berkulit merah tidaklah lebih mulia dari orang yang berkulit hitam. Dan orang yang berkulit hitam tidaklah lebih mulia dari orang yang berkulit merah kecuali dengan takwa." (HR. Ahmad)
Ironisnya, selepas haji rasa persatuan itu tidak membekas, lenyap begitu kembali ke negaranya masing-masing. Ego kebangsaan kembali mendominasi, seakan buta melihat kezaliman yang menimpa saudaranya di Palestina, Uyghur, Suriah, dan lain-lain. Inilah dampak ketiadaan khilafah yang mempersatukan umat Islam. Barat menyadari akan kekuatan umat Islam ada pada persatuan di bawah naungan khilafah. Ini yang membuat umat Islam disegani dan ditakuti lawan atau musuh. Oleh sebab itu, Barat berusaha memecah-belah persatuan umat Islam dengan mengadu domba dan mengadang tegaknya khilafah. Seharusnya, ibadah haji bisa mengantarkan mereka menuju persatuan hakiki.
Iduladha Simbol Ketaatan dan Pengorbanan Totalitas
Ibadah haji sesungguhnya napak tilas perjalanan spiritual nabi Ibrahim untuk mengenang ketaatannya atas perintah Allah menyembelih (mengorbankan) anak yang dicintainya, yakni Ismail as.
Karena itu, haji adalah ibadah yang menunjukkan ketaatan dan pengorbanan. Hanya orang-orang yang mempunyai tekad dan mau berkorban, baik harta, waktu, tenaga, pikiran, bahkan jiwa yang bisa menunaikannya. Dengan tapak tilas itu, seharusnya kekuatan ruhiah itu bangkit sehingga memunculkan semangat ibadah, perjuangan, dan pengorbanan untuk membela agama Allah dan menegakkan khilafah yang merupakan janji Allah dan bisyarah Rasulullah.
Itulah hakikat dari keimanan itu sendiri: menjadi insan muttaqiin, yakni melaksanakan perintah dan meninggalkan larangan Allah.
Sebagaimana Allah Swt. berfirman:
"Sesungguhnya yang paling mulia di sisi Allah adalah siapa yang paling takwa." (QS. al-Hujurat [49]: 13)
Sayangnya, untuk merealisasikan ketakwaan di saat ini sulit diwujudkan. Sebab, pada faktanya syariat yang mengatur hubungan manusia dengan manusia yang lainnya (hablumminannas), seperti muamalah dan uqubat (sanksi hukum) tidak dapat dilaksanakan secara individu. Hal ini hanya dapat diwujudkan oleh institusi, yakni negara (khilafah). Oleh karenanya, khilafah disebut "tajul furudh" (mahkota kewajiban) yang harus ditegakkan oleh semua umat Islam agar syariat Islam secara kafah dapat diterapkan.
Dengan momen haji yang merupakan simbol persatuan hakiki, seharusnya umat Islam di seluruh penjuru dunia merajut dan merekatkan ukhuwah Islamiyah untuk berjuang bersama-sama dengan penuh semangat dan berkorban demi tegaknya khilafah.
Sejatinya, khilafah adalah pemersatu kaum muslimin di seluruh penjuru dunia, dipimpin oleh seorang khalifah yang menerapkan syariah Islam secara kafah dan dakwah. Dengan demikian, semua permasalahan umat akan terselesaikan atau terpecahkan dengan tuntas dan memuaskan.
Wallahu a'lam bishshawab.
Post a Comment