Penulis Opini Bela Islam AMK
Holywings adalah kelab
hiburan malam yang berhasil membuat geram warganet. Pasalnya, promo minuman beralkohol (minol) yang akan diberikan secara gratis bagi pengunjung bernama Muhammad dan Maria membuat heboh. Drama pun berlanjut dengan pencabutan izin Holywings dan melarang operasional di seluruh Jakarta, bahkan menjalar di kota-kota lainnya. Sebanyak enam orang ditetapkan sebagai tersangka setelah Holywings dinilai berbau SARA menistakan agama.
Awalnya Holywings merupakan sebuah kedai nasi goreng di area Kelapa Gading, Jakarta Utara. Hingga akhirnya berubah menjadi sebuah bar besar. Holywings memiliki tiga usaha yaitu Holywings Bar, Kelab, dan Restoran.
Berdasarkan sumber resmi situs Holywings lalu diketahui sejarah dan CEO-nya ternyata bukan Nikita Mirzani dan Hotman Paris Hutapea. Keduanya hanya menjadi pemegang saham Holywings dan Hotman terdaftar sejak 7 Mei 2021. Kemudian, Hotman dalam instagramnya menyebut hingga tahun 2021 Holywings sudah memiliki 30 outlet yang menyebar di berbagai wilayah Indonesia.
Kelab Holywings menyediakan minuman beralkohol dengan konsep yang apik untuk menarik perhatian, termasuk promo gratis yang membuat heboh publik. Di samping itu, Holywings di Bogor tidak hanya menyediakan minol, tetapi juga minuman tradisional seperti es teler, bajigur, dawet ayu, wedang jahe, es kuwut.Tak heran, publik ramai memperbincangkan karena hanya sebuah siasat yang akhirnya memunculkan kontroversial.
Siapa Pemilik Holywings?
Di balik penutupan Holywings ada sosok pengacara kondang Hotman Paris Hutapea dan Nikita Mirzani artis kontroversial, keduanya mengaku rugi miliaran. Ternyata kedua figur publik tersebut merupakan investor dan pemegang saham Holywings yang dinaungi oleh PT Aneka Bintang Gading. Diketahui bahwa pemilik Holywings ada lima orang, yaitu Marvin Saputra, Jacky Lee, Kevin Sanjaya, Eka Wijaya, dan Ivan Tanjaya. (Hasil riset data penelitian berdasarkan laman resmi holywings.com.)
Tentu saja promo Holywings tidak hanya menimbulkan kontroversi, justru provokasi yang membuat gaduh. Publik marah besar karena nama Muhammad dan Maria adalah sosok yang sangat dijunjung tinggi dan diagungkan dalam agama telah dilecehkan. Untuk meredam kemarahan umat, Hotman Paris bergegas mengunjungi Cholil Nafis, Bidang Dakwah dan Ukhuwah (MUI) untuk menyampaikan permintaan maaf kepada umat Islam. Dalam hal ini, Eggi Sudjana, seorang aktivis mengaku berbeda pendapat dengan MUI. Tidak cukup dengan pemberian maaf, kata Eggi. Seharusnya Holywings tidak hanya ditutup, tetapi dibubarkan, serta Hotman dan Nikita dipenjarakan. (Disampaikan dalam acara Catatan Demokrasi tvOne, 28/6/2022).
Dampak ditutupnya kelab Holywings membuat sekitar tiga ribu karyawan kehilangan pekerjaan. Banyak yang tidak setuju dan mengkritisi bahwa di era kondisi yang serba sulit mencari pekerjaan pun sulit, dengan penutupan Holywings akan menumpuk pengangguran, bagaimana dengan nasib keluarganya? Inilah senjata yang dipakai Nikita kemudian untuk mencari alasan pembenaran bahwa ribuan buruh menggantungkan hidupnya pada Holywings. Apalagi promosi tersebut hanya sebagai strategi marketing untuk menarik perhatian pengunjung. Sungguh ini keterlaluan.
Sekularisme sebagai Biang Keroknya
Promo gratis minol Holywings sungguh menyakitkan hati umat Islam. Sehingga menimbulkan gelombang demo besar-besaran, membuat kegaduhan dan gesekan di antara anak bangsa. Sejatinya sekularismelah biang kerusakan di semua aspek kehidupan. Sistem yang memisahkan agama dari kehidupan, tak ayal telah menjauhkan umat dari agamanya, hingga tidak bisa lagi membedakan mana yang haram dan halal.
Padahal, syariat telah melarang umat Islam untuk tidak mengonsumsi khamar yang dijelaskan dalam Al-Qur'an (an-Nahl ayat 67, an-Nisa' ayat 43, dan al-Maidah ayat 90-91) serta Hadis Rasulullah saw. Sebagaimana sabdanya:
"Setiap yang memabukkan adalah khamar dan setiap yang memabukkan adalah haram." (HR. Muslim)
Mengonsumsi minol adalah perbuatan haram karena disebabkan zatnya. Jadi, meskipun hanya sedikit tetap haram dan dilarang. Larangan tersebut tidak hanya pada peminumnya. Dari Anas bin Malik, dia berkata: "Rasulullah saw. melaknat sepuluh golongan dengan sebab khamar: orang yang memerasnya, orang yang minta diperaskan, orang yang meminumnya, orang yang membawanya, orang yang minta diantarkan, orang yang menuangkannya, orang yang menjualnya, orang yang makan hasil penjualannya, orang yang membelinya, dan orang yang minta dibelikan. (HR. Tirmidzi, no. 1295; Syaikh al-Albani menilai hadis ini Hasan Sahih)
Telah diketahui khalayak umum bahwa minol secara substantif berdampak pada kesehatan, dapat menutup akal sehingga menjadi induk berbagai tindak kejahatan. Dampaknya sungguh luar biasa, dapat memalingkan muslim dari Allah, berzina dengan ibu atau saudara kandungnya, banyaknya kecelakaan lalu lintas, dan lainnya. Di Indonesia selama tiga tahun terjadi 203 tindak pidana karena minol.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), bahaya alkohol tidak dapat dibendung lagi. Alkohol pembunuh manusia dimana setiap satu detik terjadi satu kematian. Jadi, sebanyak 2,4 juta orang di dunia mati per tahun karena minol. Adapun jumlah pengguna alkohol sebanyak 237 juta pria dan 46 juta wanita. Eropa merupakan kawasan yang paling terdampak, diikuti oleh Amerika.
Sedangkan Indonesia pada tahun 2016, jumlah konsumsi wanita 13,20 persen dan pria 32 persen, artinya sepertiga dari jumlah penduduk mengonsumsi minuman alkohol (minol). (CNNIndonesia.com. 12/9/2016)
Tingginya pengguna minol disebabkan karena gaya hidup yang mengikuti Barat, dimana liberalisme (kebebasan) dalam sistem demokrasi sekuler merupakan sesuatu yang diagung-agungkan. Kebebasan adalah hak asasi yang harus dilindungi negara. Oleh sebab itu, tingkat konsumsi minol sangat tinggi. Data statistik WHO menyebutkan jumlah yang dikonsumsi dari beberapa negara = 13 liter/orang/tahun dan terendah = 5 liter/orang/ tahun. Jadi, perputaran aset minol pada tahun 2016 sebesar 5.304 juta liter. Sungguh bisnis yang untungnya fantastis. Siapa yang diuntungkan? Siapa lagi kalau bukan kapitalis atau pemilik modal dan korporasi.
Sedangkan bahaya yang ditimbulkan sangat besar. Untuk mengantisipasi dan mengurangi angka kematian akibat minol, negara demokrasi sekuler kapitalisme memberlakukan pajak dan pelarangan dalam bentuk undang-undang.
Hasil pajak Indonesia dari minol, pada tahun 2020 hanya sebesar RP2,64 triliun per tahun. Jumlah yang sangat kecil bila dibandingkan dengan jumlah pendapatan pajak keseluruhannya, yakni sebesar Rp1400 triliun. Artinya jumlah pajak dari minol yang hanya Rp2,64 triliun per tahun dengan bahaya yang ditimbulkannya sangat tidak sebanding. Apalagi, bea cukai dimasukkan ke dalam pajak, menurut pandangan Islam haram. Seharusnya negara berani menghapus pajak dari minol sekaligus membubarkan dan melarangnya.
Begitu juga dengan undang-undang pelarangan minol. Namanya pelarangan seharusnya peredaran minol dilarang sama sekali. Baik produsennya maupun konsumennya. Dan diberikan sanksi yang tegas. Namun, dalam tataran praktiknya berubah menjadi undang-undang pengaturan. Hal ini disebabkan adanya lobi-lobi pengusaha minol sehingga memengaruhi voting (kebijakan). Misalnya, miras yang diperbolehkan dibawa dari luar negeri untuk konsumsi sendiri semula 1 liter diubah menjadi 2,25 liter. Dalam hal ini, MUI menyoroti aturan tersebut memihak kepentingan wisatawan asing dan merugikan pendapatan negara karena tidak ada bea cukai masuk. Lebih dari itu, ada pengaturan dalam bentuk perizinan. Inilah akibat hukum yang dibuat oleh manusia berdasarkan manfaat dan hawa nafsunya karena bersandar pada akal manusia yang terbatas. Bukan bersandar pada aturan Allah Tuhan Pencipta dan Pengatur.
Dalam konteks politik, justru negara yang mem-backup kemaksiatan. Di balik Holywings ada fenomena global bisnis minol yang dilegalkan negara. Lebih dari itu ada indikasi kuat penistaan agama yang dilakukan dengan sengaja oleh Holywings.
Oleh karenanya, minol harus dilarang karena membahayakan masyarakat. Tidak boleh mencari dalih menyelamatkan ekonomi. Harus ada sanksi hukum yang tegas untuk semua pihak terkait Holywings.
Masihkah sistem demokrasi sekuler kapitalisme yang rusak dan merusak dipertahankan?
Khatimah
Penghinaan kepada Rasulullah saw, dan ajarannya khilafah, serta simbol Islam akan terus terjadi berulang. Pun demikian dengan kemaksiatan akan makin marak merajalela, selama sistem demokrasi sekuler kapitalisme masih tegak. Saatnya kita campakkan dan diganti dengan sistem Islam.
Sanksi hukum tersebut akan lebih sempurna jika hukum Islam diterapkan secara kafah dalam negara khilafah. Berhubung khilafah belum ada, kewajiban semua umat Islam untuk menegakkan kembali dengan menggencarkan dakwah Islam kafah secara masif untuk penyadaran umat. Dengan demikian khilafah ala minhajjin nubuwwah akan segera tegak. Hanya dengan khilafah manusia dapat hidup mulia dan sejahtera.
Wallahu a'lam bishshawab.
Post a Comment