DANA ABADI PENDIDIKAN, PEMBIAYAAN PENDIDIKAN ALA KAPITALIS


Oleh : Ummu Daris
Komunitas Muslimah Peduli Generasi 

Disiarkan secara daring, di Kantor Kemendikbudristek, Senin (27/6/2022) Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Anwar Makarim meluncurkan Merdeka Belajar ke-21: Dana Abadi Perguruan Tinggi. Menurut Nadiem hal ini dilakukan sebagai wujud komitmen dalam mengakselerasi kualitas pendidikan tinggi. Lanjutnya lagi Kemendikbudristek bekerja sama dengan Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) akan melakukan pemadanan (matching) terhadap peningkatan dana abadi berupa dana pokok maupun investasi yang berhasil digalang (Beritasatu.com,27/06/2022)

Dikatakan Nadiem, program dana abadi perguruan tinggi ditargetkan untuk PTNBH sebagai badan hukum yang dapat mengelola aset finansial secara independen. Dalam hal ini, setiap PTNBH harus memperbesar sumber pendapatannya di luar bantuan pemerintah dan uang kuliah tunggal (UKT).

Nadiem melanjutkan “Dengan kolaborasi yang kuat antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta, Indonesia memiliki kesempatan untuk mengejar ketertinggalan pendanaan di pendidikan tinggi karena inovasi hanya dapat tercipta dengan kolaborasi,”.

Perlu diketahui, dana abadi Pendidikan ini adalah model pembiayaan Pendidikan kapitalis. Mengalokasi dana Pendidikan dari sumber-sumber terbatas dan mengatasnamakan sudah menjamin biaya Pendidikan publik, selebihnya pemerintah berlepas tangan dan menyerahkan minimnya dana tersebut kepada rakyat sehingga memperberat beban hidup publik. Atau menyerahkan pada peran swasta hingga menggadaikan kepentingan negara dan publik serta membiarkan sektor Pendidikan melayani kepentingan korporasi.

Berbeda jauh dengan pendidikan di zaman dimana kita menerapkan  sistem Islam, pembiayaan pendidikan sepenuhnya di tanggung oleh negara khilafah yang diambil dari baitul mal. Negara menetapkan sumber-sumber pemasukan kas negara dan mekanisme pengelolaannya mengikuti syariat Islam sehingga mampu memenuhi seluruh kebutuhan pendidikan. Kepala negara (Khalifah) juga akan bertanggung jawab penuh untuk menyelenggarakan pendidikan bagi semua warga negara. Islam telah memandatkan kepada negara berupa tanggung jawab pengurusan seluruh urusan umat.

Sebagaimana dalam hadis dinyatakan, “Seorang imam (Khalifah/kepala negara) adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyat dan ia akan dimintai pertanggung jawaban atas urusan rakyatnya.” (HR Al-Bukhari)

Dalam hal ini, negara bertindak sebagai operator (pelaksana tanggung jawab). Negara juga tidak boleh menyerahkan urusannya (bergantung) kepada swasta seraya berlepas tanggung jawab.

Jadi bagaimana? Masih mau hidup di dalam sistem sekuler kapitalis yang rusak, yang jelas-jelas merugikan umat ? Atau segera hijrah, berjuang bersama kembali ke sistem Islam yang kaffah.

Post a Comment

Previous Post Next Post