Cuti 6 Bulan, Pengasuhan Anak Beres?


Oleh: Yanna AshShaffiya
(Lingkar Studi Perempuan dan Peradaban)


DPR RI menyepakati Rancangan Undang-Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA) yang mengatur cuti melahirkan 6 bulan, sebagai usul inisiatif DPR. Keputusan itu diambil dalam rapat paripurna ke-26 Masa Persidangan V Tahun Sidang 2021-2022 hari ini. (detiknews, 30/06/2022)


Kemuliaan Peran Ibu

Seorang ibu adalah sosok yang telah melahirkan bayi dari rahimnya, sosok yang Allah berikan amanah kepadanya untuk menjaga, melindungi, merawat, mengasuh dan mendidik bayi yang dikandungnya hingga kelak mereka beranjak dewasa. Ibu adalah sosok yang paling dekat dengan anak karena pengaruh psikologis yang saling tertaut.


Secara fitrah ibu memegang amanah sebagai manager rumah tangga. Seorang ibu berkewajiban untuk mengurus rumah tangga suaminya dan mendidik anak-anaknya. Seseorang yang kelak dari tangannya akan lahir generasi-generasi khoiru ummah yang bersyahsiyah Islamiyah, generasi yang memiliki konsep keilmuan yang dengan ilmu tersebut dia akan menjadikan ilmunya sebagai penerang dan petunjuk dalam kehidupan.


Beban berat yang ditanggung ibu selama kurang lebih 9 bulan 10 hari akan menjadikan dia sebagai pribadi yang tangguh, unggul dan kuat dalam memegang amanah pengasuhan. Yakni menjadi seorang Pendidik generasi khoiru ummah. Seorang ibu adalah sosok kuat yang melahirkan dengan meregang nyawa hingga kemenangan itu datang, lahirlah bayi mungil suci tanpa dosa. Seorang ibu pejuang akan senantiasa membersamai dan mendidik putra putrinya untuk menjadi pejuang dan penolong agama Allah.


Seorang ibu akan melaksanakan amanah untuk mengasuh dan mendidik putra putrinya. Amanah tersebut akan selalu melekat pada diri seorang ibu mulai dari sang buah hati berada di dalam rahimnya, hingga Allah memisahkannya dengan kematian. Tanggung jawab ibu tidak hanya dilakukan dalam waktu 6 bulan, 1 tahun atau 10 tahun, akan tetapi sepanjang hayatnya.


Islam Memuliakan Ibu

Sungguh, Islam adalah agama yang sempurna dan paripurna. Islam mengatur dengan detail bagaimana seorang ibu mempunyai kewajiban dalam pengasuhan anak-anaknya dari buaian hingga anak berusia baligh, membimbingnya, memberikan pendidikan dan teladan yang baik hingga kematian memisahkan keduanya. Pola pengasuhan bagi seorang ibu terhadap anaknya tidak cukup hanya dalam waktu 6 bulan. Akan tetapi sepanjang hayat. Seorang ibu yang tangguh dan seorang ibu pejuang akan berusaha sebaik-baik mungkin untuk menjalani perannya. Suami akan turut membantu, membimbing dan memberikan pendidikan kepada istrinya untuk menjalankan kewajibannya dengan baik. Dan negara berkewajiban menfasilitasi pendidikan bagi kaum ibu dan anak-anak sehingga terbentuk generasi-generasi khoiru ummah yang akan menjadi pengisi peradaban yang lebih baik, peradaban Islam yang sesuai dengan fitrah penciptaan manusia, peradaban Islam.


Fokus utama seorang ibu adalah menjadi madrasah ula (pendidik pertama dan utama) bagi putra-putrinya. Fokus utama ibu bukan sekedar menyambung nafkah, atau mengejar karir, hingga membatasi kebersamaan bersama buah hati hanya dalam 6 bulan pertamanya saja dengan dalih "pekerjaan". Negara seharusnya mengoreksi diri dan berkaca, bahwa kesejahteraan itu hanyalah ilusi di sistem kapitalis ini. Para ibu berbondong bondong ke luar rumah dengan bekerja adalah bukti negara gagal menjamin kesejahteraan ekonomi masyarakat.


Kodrat perempuan yang tidak pada tempatnya sangat wajar terjadi di sistem kapitalis ini, karena dalam sistem ini perempuan ibarat tulang punggung penunjang perekonomian negara. Kapitalisme menganggap wanita adalah pekerja yang bebas dieksploitasi, terutama sosok "ibu". Status ganda peran seorang ibu dan seorang pekerja yang tak mampu membersamai, mengasuh dan mendidik putra-putrinya, secara otomatis melahirkan banyak permasalahan hidup.


Hal ini berbeda dengan paradigma dalam sistem Islam yang mewujudkan kesejahteraan dan mendudukkan setiap insan pada kodrat mulia yang seharusnya. Sistem Islam akan berupaya sekuat mungkin untuk mensejahterakan ekonomi umat tanpa harus mengeluarkan peran mulia dalam diri seorang ibu. Seorang wanita akan terjaga harga diri, kehormatan dan tugas pentingnya untuk melahirkan dan mencetak generasi Khoiru ummah yang membawa manfaat bagi seluruh alam. Demikian sempurnanya Islam dalam mengatur peran wanita sehingga tetap terjaga dalam status mulianya, tanpa melukai fitrah dan kodratnya sebagai sosok ibu yang bahagia. Wallahu a’lam bi shawab.







Post a Comment

Previous Post Next Post