Covid dan Intrik Politik


Oleh Lina Lugina
(Ibu Rumah Tangga dan Aktivis Dakwah)


Subvarian Omicron BA4 dan BA5 membuat kasus covid-19 di Indonesia kembali melonjak. Dalam sehari sejak ditemukannya subvarian di tanah air melebihi 1000 kasus perhari, sebagaimana diketahui pada Selasa tanggal 21 Juni 2022 Jakarta.

Jumlah kasus covid-19 di Indonesia bertambah mencapai 1,678 kasus positif, jumlah pasien sembuh 677, dan yang meninggal 5. Terjadi peningkatan 996 kasus aktif dan kasus aktif covid 1,096. Para ahli memprediksikan mencapai 20.000 kasus dan memicu gelombang ke-4. 

Sebelumnya ketua WHO Tedras Adhanam Gebri Yesus telah mengingatkan bahwa Omicron bukan akhir dari pandemi covid-19. Sehingga negara-negara dan masyarakat dunia diminta untuk tetap waspada, fokus mengalahkan covid dan tidak menyepelekan varian-varian covid-19 yang bermunculan.

Namun pada faktanya begitu ironis, di tengah meningkatnya covid-19, justru para pemangku kebijakan sibuk mempersiapkan kontestasi politik yang akan berlangsung tidak lama lagi. Para pejabat yang juga merupakan anggota partai politik disebutkan mengikuti rapat kerja atau rapat pimpinan yang membahas nama capres yang akan diusungnya pada Pilpres 2024. Mereka berlomba-lomba menyerap aspirasi kader dan masyarakat di tingkat daerah demi menentukan capres yang cocok diusungnya nanti. Ada pula partai yang membentuk koalisi dengan partai Golkar, PAN, dan PPP untuk membentuk kongsi mereka yang bernama Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) untuk memperkuat kubu sekaligus memenuhi syarat pengajuan calon.

Sementara terkait kasus kenaikan covid-19, pemerintah hanya menyatakan bahwa kasus covid-19 di Indonesia masih terkendali meski ada kenaikan kasus dalam beberapa waktu terakhir. Alasannya kasus covid-19 di Indonesia di angka 1,25% di bawah standar yang ditetapkan WHO sebesar 5%. Bahkan ada pemerintah daerah yang mengatakan jangan panik, harus tenang dan harus waspada menghadapi bahaya corona. Namun nyatanya sebagian kebijakan yang diambil pemerintah justru terkesan panik. 

Inilah watak pemimpin di sistem Demokrasi-Kapitalis, sistem ini mencetak pemimpin yang masa bodoh terhadap kebutuhan dan kepentingan rakyatnya. Karena sistem ini berasaskan manfaat dan keuntungan, di mana ada kepentingan di situ penguasa atau partai mengharapkan keuntungan. Sebaliknya, sesuatu yang dipandang tidak menguntungkan akan mudah diabaikan.

Sangat berbeda dengan politik dalam Islam. Politik di dalam Islam adalah riayah su'unil ummat (mengurusi urusan ummat), di mana salah satu aktivitasnya adalah meluruskan penguasa yang dzalim, mengoreksi kebijakan yang bertentangan dengan Islam, dan menasihati penguasa. Aktivitas politik terwujud dalam dakwah amar ma'ruf nahi mungkar. Maka umat Islam tidak boleh buta politik atau tidak peduli pada politik. Jangan sampai kita bisu dan berdiam diri. Mendiamkan kebatilan dan tidak membela kebenaran. Malah lebih parah, justru berkawan dengan kedzaliman itu sendiri. 

Politik dalam Islam akan melahirkan pemimpin negarawan dan politisi sejati, sebab mereka beranggapan bahwa politik bukan hanya jalan meraih kekuasaan dan mempertahankannya, tetapi kekuasaan adalah amanah yang berpengaruh pada kemaslahatan hidup manusia khususnya umat Islam. Maka umat Islam wajib peduli terhadap persoalan umat. Karena sejak awal, turunnya Islam pada kaum Muslimin sudah berpolitik yaitu menghukumi segala persoalan dengan syariat Islam. 

Wallahu'alam bishawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post