Berharap Subsidi? Budayakan Antri!


Oleh Elis Thursina, S.T.
(Muslimah Peduli Umat)


Di akhir bulan Juni, saya pernah berpindah-pindah keliling mencari POM Bensin yang antriannya tidak panjang dan nyaris tidak ditemukan. Setelah itu muncul pemberitaan sebagaimana diberitakan oleh salah satu media online berikut, “Pembatasan pembelian Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertalite dan Solar dengan menggunakan aplikasi atau website MyPertamina akan diberlakukan mulai 1 Juli 2022."

Direktur Utama Pertamina Patra Niaga, Alfian Nasution menyampaikan, masyarakat yang merasa berhak menggunakan Pertalite dan Solar dapat mendaftarkan datanya melalui website, untuk kemudian menunggu apakah kendaraan dan identitasnya terkonfirmasi sebagai pengguna yang terdaftar. "Kami menyiapkan website MyPertamina yakni https://subsiditepat.mypertamina.id/ yang dibuka pada 1 Juli 2022. Sistem MyPertamina ini akan membantu kami dalam mencocokan data pengguna,” kata Alfian dalam keterangan pers. Berikut ini cara membeli Pertalite dan Solar menggunaan aplikasi MyPertamina: Buka laman https://subsiditepat.mypertamina.id/ untuk log in terlebih dahulu Isi data-data yang diperlukan untuk mendapatkan kuota. Kemudian pengguna akan mendapatkan notifikasi melalui email yang didaftarkan. Pengguna terdaftar akan mendapatkan QR code khusus yang menunjukkan bahwa data mereka telah cocok dan dapat membeli Pertalite dan Solar. QR Code itu bisa digunakan bertransaksi di SPBU dan seluruh transaksi bisa tercatat secara digital. 

Melansir dari laman subsiditepat.mypertamina.id berikut daerah yang mulai melakukan uji coba pada 1 Juli 2022: Kota Bukit Tinggi, Kabupaten, Agam, Kota Padang Panjang, Kabupaten Tanah Datar, Kota Banjarmasin, Kota Bandung, Kota Tasikmalaya, Kabupaten Ciamis, Kota Manado, Kota Yogyakarta, Kota Sukabumi.

Ternyata daerah yang saya tinggali termasuk salah satu kota yang di uji coba. Tidak dapat dipungkiri, dari sisi kemajuan teknologi untuk menjadikan hidup lebih modern memang tampak semakin meningkat, namun dari sisi kemudahan dan biaya pun ikut meningkat. Tentu saja hal tersebut kian membebani finansial. Mendrive masyarakat untuk menikmati kemajuan teknologi dari berbagai lapisan adalah sebuah kebijakan yang kekinian di era ini. Dengan begitu ada masyarakat yang diuntungkan yaitu si pembuat aplikasi, namun masyarakat yang bukan pembuat aplikasi terindikasi dirugikan. Misal yang biasanya di rumah menggunakan wi-fi dengan biaya bulanan, terpaksa jika keluar rumah harus membeli kuota demi sebuah bahan bakar minyak dan ini artinya dobel pengeluaran. Yang tadinya tidak menggunakan android harus menggunakan android mengingat aplikasi hanya cocok untuk jenis android dan IOS.

Meski kebijakan menggunakan aplikasi ini adalah salah satu jawaban untuk membenahi pendistribusian BBM bersubsidi supaya tepat sasaran dan jelas kuota penerima subsidi nya. Namun jika berbicara tepat sasaran, sebetulnya seluruh rakyat memiliki hak mendapatkan BBM dengan harga yang sangat ringan, mengingat sumber daya alam di negeri ini sangat melimpah dan merupakan hak publik. Di mana negara memiliki kewajiban untuk mengelolanya, tidak diserahkan kepada korporasi, karena ketika semuanya diserahkan pada korporasi terindikasi melepaskan tanggungjawab dan rakyat menikmati BBM dengan harga biaya produksi dari korporasi tersebut, di mana korporasi bertujuan meraup keuntungan setinggi-tingginya.

Di sini jelas konsep tersebut adalah bagian dari konsep ekonomi neoliberalisme. Di mana sangat berbeda dengan Islam dalam menentukan sasaran dengan tepat siapa penerima BBM bersubsidi. Hakikatnya, BBM dalam Islam termasuk barang milik umum (Milkiyah ‘Ammah) sebagaimana hadis berikut, “Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api." (HR Abu Dawud dan Ahmad)

Maka jelas, pengelolaan BBM tidak boleh dikelola oleh korporasi melainkan wajib dikelola oleh pemerintah sehingga para penikmat BBM ini jika memungkinkan bisa digratiskan atau dibebankan harga termurah sesuai dengan biaya produksinya. 
Wallahu'alam bishawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post