Oleh Siti Maemunah
(Ummahat Perduli Ummat)
PEMBATASAN pembelian bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertalite dan Solar dengan menggunakan aplikasi atau website MyPertamina akan diberlakukan mulai 1 Juli 2022.
Direktur Utama Pertamina Patra Niaga, Alfian Nasution menyampaikan, masyarakat yang merasa berhak menggunakan Pertalite dan Solar dapat mendaftarkan datanya melalui website, untuk kemudian menunggu apakah kendaraan dan identitasnya terkonfirmasi sebagai pengguna yang terdaftar.
Rencana pemerintah untuk memberlakukan penggunaan aplikasi MyPertamina untuk pembelian Pertalite masih menimbulkan pro kontra, apalagi harus terhubung dengan Link Aja. Masyarakat masih keberatan dengan rencana penggunaan aplikasi MyPertamina ini. Tak hanya itu, netizen pun mempertanyakan adanya upaya 'akal-akalan' dari penggunaan MyPertamina untuk memperoleh tambahan pendapatan khususnya untuk aplikasi Link Aja.
Saat ini berbagai bentuk penolakan kenaikan BBM dilakukan oleh masyarakat sebagai bentuk ketidaksetujuan naiknya BBM. Penolakan itu diekspresikan dalam berbagai bentuk, baik demonstrasi, aksi, tulisan, audiensi ke DPR, DPRD dan berbagai instansi/lembaga, seminar, diskusi, tabligh akbar, melalui survei, berbagai obrolan termasuk di warung dan bentuk-bentuk ekspresi lainnya. Rata-rata rakyat yang menolak kenaikan BBM adalah 86%. Hal ini berarti sebagian masyarakat Indonesia menolak BBM.
Namun mengapa pemerintah tetap menutup telinga, mata dan hati untuk lebih memilih tetap menjalankan kebijakan tersebut?
Dampak dari kenaikan BBM tentunya akan sangat dirasakan oleh rakyat, terutama rakyat miskin.
Dengan BBM naik, biaya produksi akan bertambah, sebagian para pengusaha akan gulung tikar karena tidak mampu untuk menekan biaya produksi yang melonjak. Disamping itu secara alami kebutuhan pokok akan naik sehingga daya beli masyarakat akan menjadi turun. Nasib rakyat miskin semakin tercekik karena tidak dapat memenuhi kebutuhannya bahkan angka kemiskinan akan bertambah.
Lantas dengan kebijakan kenaikan BBM ini siapakah yang diuntungkan? Alasan pemerintah mengeluarkan kebijakan ini salah satunya untuk menghemat anggaran APBN. Benarkah begitu?
Dengan alasan minyak dunia mengalami kenaikan maka pemerintah langsung bersikap untuk menaikan BBM dengan tujuan penghematan APBN. Padahal penerimaan migas pemerintah sebenarnya cukup besar. Dalam APBN 2012 tercantum pendapatan minyak bumi Rp 113,68 triliun, pendapatan gas alam Rp 45,79 triliun, pendapatan minyak mentah (DMO - Domestic Market Obligation) Rp 10,72 triliun dan PPh migas Rp 60,9 triliun. Total pendapatan tersebut adalah Rp 231,09 triliun. Jika harga minyak dunia naik, maka jumlah pemasukan dari migas itu juga naik. Dalam RAPBN-P 2012 pemasukan dari migas mencapai Rp 270 triliun. Hal ini berarti ada kenaikan pemasukan migas sekitar Rp 40 triliun. Semua angka ini menurut pemeritah sendiri.
Permasalahan yang dibesar-besarkan oleh pemerintah kalau harga minyak naik, beban subsidi akan terus naik.
Menurut asumsi pemerintah jika harga BBM tidak dinaikkan maka subsidi BBM akan meningkat dari Rp 123 triliun menjadi Rp 170 triliun. Maka ada kenaikan sekitar RP 46 tiliun. Kalau dihitung berdasarkan angka pemeirntah sendiri ada pemasukan migas sebesar Rp 40 triliun, hal ini berarti hanya kurang Rp 6 triliun.
Sungguh kenaikan BBM sangat mempengaruhi segala hal terutama untuk rakyat kecil. Kebutuhan pokok dan berbagai kebutuhan lainnya menjadi naik. Ongkos transportasi, harga suku cadang termasuk tarif angkutan umum pun menjadi naik. Jumlah orang miskin semakin banyak begitu pun anak yang butuh sekolah pun makin banyak dan masih banyak lagi dampak dari kenaikan BBM.
Sekalipun berbagai macam alasan dikemukakan oleh pemerintah, hal ini justru semakin membuktikan kepada kita bahwa sistem demokrasi yang diharapkan di negara ini tidak memberikan efek kemaslahatan pada umat yang ada.Justru keberpihakan kepada asing semakin terbuka lebar.
Hal ini bisa kita lihat dengan adanya liberalisasi migas baik disektor hulu (niaga distribusi) atau pun hilir (exsplorasi dan exploitasi) dengan memberikan kekuasaan yang lebih besar kepada swasta dalam (asing) dan perorangan.
Peran negara yang notabene pemilik sumber daya alam.
Jelas ini menyalahi aturan syara'. Pasalnya, Islam menetapkan migas dan SDA adalah untuk seluruh rakyat yang harus dikelola langsung oleh negara. Dalam Islam dikenal ada tiga macam kepemilikan: 1) Kepemilikan individu ; 2) Kepemilikan umum ; 3) Kepemilikan negara ;
Dalam hal ini BBM termasuk kedalam kepemilikan umum yang termasuk barang tambang yang depositnya besar dan tentunya harus dikelola negara.
Abyad Bin Hammal Radliyallāhu 'Anhu bercerita, ia pernah datang kepada Rasulullah Shallallāhu 'Alayhi Wasallam dan meminta diberi tambang garam, lalu beliau memberikannya. Ketika ia pergi seorang laki-laki yang ada di majelis itu berkata, 'Tahukah anda apa yang anda berikan tidak lain anda memberinya laksana air yang terus mengalir'. Rasul lalu menariknya dari Abyad Bin Hammal. (HR. Abu Dawud, at-Tirmidzi, Ibnu majah)
Karena itu, semua barang tambang yang cadangannya besar sekali termasuk dalam cakupan hadits di atas yaitu merupakan milik umum.
Walhasil, hanya dengan aturan islamlah masyarakat akan sejahtera. Yaitu jalan agar masyarakat aman dan bahagia. Allāhu A'lam bish shawab.
Post a Comment