Akankah Permasalahan Negeri Ini Tuntas Dengan Penangkalan Radikalisme?



Oleh  Siti Uswatun Khasanah
 (Aktivis Dakwah Pelajar) 

Radikalisme, isu yang sedang hangat di negeri ini. Mulai dari tuduhan penceramah radikal, kartun Nussa Rara yang dituduh sebagai konten radikal dan hal-hal lainnya yang dikaitkan dengan radikalisme. Hingga upaya pemerintah dalam menangkal radikalisme, dengan diadakannya berbagai program-program anti radikalisme yang menyasar pemuda sebagai objek sosialisasi. 

Salah satunya di selenggarakanya Roadshow Keliling di Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan pada 28 April 2022. Roadshow keliling kedua diselenggarakan di Amuntai pada 29 April 2022. Dua agenda ini dilaksanakan oleh Duta Damai Kalimantan Selatan. 

Kegiatan di Amuntai bekerjasama dengan Kampus Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Amuntai dan UKM Kosema STIA Amuntai. Roadshow dengan materi bahasan "Peran Mahasiswa dalam Penanggulangan Radikalisme dan Terorisme di Media" ini dihadiri 70 peserta dan undangan. Program-program seperti ini tentunya memerlukan waktu, tenaga dan pastinya biaya. 

Fakta di atas menunjukan betapa seriusnya pemerintah dalam menangkal radikalisme. Hal ini tentunya tak jauh dari program para kapitalis imperialis dalam memerangi ideologi Islam. Karena yang selama ini terjadi isu radikalisme yang tidak jelas definisinya ini selalu ditunduhkan kepada Islam. Mereka memang tidak secara gamblang menunjuk Islam namun tuduhan ini ditunjukan pada ajaran Islam utamanya khilafah dan para pejuang Islam seperti para ustaz yang termasuk dalam list penceramah radikal. 

Hingga dikeluarkannya  lima indikator penceramah radikal oleh BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme). Pertama, mengajarkan ajaran yang anti-Pancasila dan pro- ideologi khilafah transnasional. Kedua, mengajarkan paham tafkiri yang mengkafirkan pihak lain yang berbeda paham maupun berbeda agama. Ketiga, menanamkan sikap antipemimpin atau pemerintahan yang sah, dengan sikap membenci dan membangun ketidakpercayaan (distrust) masyarakat terhadap pemerintahan maupun negara melalui propaganda fitnah, adu domba, ujaran kebencian (hate speech), dan sebaran hoaks. Keempat, memiliki sikap eksklusif terhadap lingkungan maupun perubahan serta intoleransi terhadap perbedaan maupun keragaman (pluralitas). Kelima, biasanya memiliki pandangan antibudaya ataupun antikearifaan lokal keagamaan.

Lima indikator ini rancu dan jelas menunjuk ajaran Islam utamanya khilafah, serta kata kafir yang telah ditetapkan oleh Allah untuk orang yang tidak menganut Islam. Dari sini terlihat, seakan-akan kaum Muslim harus menerima kebenaran ajaran agama lain. Ini tentu merusak akidah dan pemahaman kaum Muslim, menjauhkannya dari ajaran Islam kafah. 

Sebenarnya Islam tidak anti pancasila, nilai Pancasila sendiri masih sesuai dengan ajaran Islam. Namun Islam tidak mengakui pancasila sebagai ideologi yang shahih, sebab ideologi yang shahih yang  harus diemban oleha kaum Muslim adalah ideologi Islam. Islam tentu bertentangan dengan demokrasi, sebab demokrasi berasal dari ideologi kapitalis dan demokrasi merupakan sistem pemerintahan bentukan kaum Kafir penjajah. 

Khilafah bukan ideologi, khilafah merupakan sistem pemerintahan yang berasal dari ideologi Islam kafah. Jadi, memonsterisasi ajaran Islam salah satunya khilafah dengan isu radikalisme sama dengan ekspresi dari islamofobia. 

Kaum kapitalis menyadari betul potensi para pemuda sebagai penentu peradaban. Maka dari itu, program ini menyasar pemuda sebagai agen penangkal radikalisme. Tidak hanya monsterisasi ajaran Islam dengan isu radikalisme ini, pemuda seringkali diberi asupan paham-paham yang bertentangan dengan Islam seperti sekularisme dan liberalisme yang menjauhkan diri pemuda dari Islam. Asupan informasi ini biasanya diberikan di instansi pendidikan ataupun di sosial media. 

Mirisnya, di tengah kondisi negeri yang amat pelik dan banyaknya persoalan yang dihadapi oleh bangsa ini yang disebabkan oleh demokrasi seperti naiknya harga bahan pokok, meningkatnya hutang negara dan seks bebas di kalangan remaja serta isu L067 yang terus diberi panggung oleh kaum liberal negara justru memfokuskan diri pada isu radikalisme yang tidak dapat dilihat dan dirasakan secara nyata. Akankah permasalahan negara akan selesai dengan penangkalan radikalisme? Apakah radikalisme merupakan akar permasalahan itu? Nyatanya permasalahan yang dihadapi negara ini disebabkan oleh kapitalisme dan sekulerisme. 

Alih-alih penangkalan radikalisme ini dianggap mampu penghapus aksi kekerasan dan upaya menjaga keutuhan NKRI, tapi negara justru diam melihat aksi terorisme yang terjadi di Papua. Negara justru rela ketika sumber daya alam dikeruk oleh asing yang telah nyata dan terindera. Ini bukti nyata bahwa pemerintah tidak serius dalam mengurus urusan negara yang urgent tetapi sangat serius mengurus radikal-radikul dan menuduh ajaran Islam. Pemuda yang berpotensi menentukan arah masa depan dunia diarahkan untuk merusak ajaran Islam. 

Seharusnya pemuda lebih didekatkan pada ajaran Islam dan pemahan Islam kafah agar menjadi agen perubahan yang sejalan dengan ideologi Islam. Bukan dijauhkan dari ajaran Islam dan dibuat anti dengan ajaran agamanya sendiri serta tidak percaya diri akan identitasnya sebagai seorang Muslim. Pemuda seharusnya ditanamkan akidah dan pemahaman ideologi Islam agar mampu menjadi problem solver bukan menjadi pengikut kapitalis imperialis. Sebab, hanya Islam kafah yang mampu mengatasi permasalahan yang dihadapi oleh negeri ini. 

Seharusnya pemuda-pemudi Muslim pun sadar akan identitasnya sebagai seorang Muslim yang harus bangga terhadap Islam, mengemban dakwah Islam demi tegaknya Syari'ah Islam kafah di muka bumi-Nya Allah. 

Wallahu a'lam bisshawwab.

Post a Comment

Previous Post Next Post