By : Nurul Husna S.Pd
Saat ini, mendengar kata Khilafah bukanlah sesuatu hal yang tabu lagi di telinga masyarakat, terkhususnya di Indonesia, sejak menguarnya kasus penistaan agama yang dilakukan oleh ahok menimbulkan kecaman diberbagai pihak terutama umat islam, yang terbangkitkan syu’ur islamnya sehingga melakukan aksi besar-besaran yang sering kita dengar dengan aksi 212. Sejak itulah kaum muslimin pun mulai mengenal sedikit demi sedikit tentang kepemimpinan didalam islam atau yang sering kita kenal dengan nama Khilafah. Memang pada dasarnya disistem ini, setiap peristiwa yang terjadi selain mendatangkan dampak positif pasti juga akan mendatangkan dampak negatifnya, dengan mulai munculnya kepermukaan gerakan Khilafatul Muslimin yang mengusung ide penegakkan Khilafah di Indonesia, bahkan gerakan ini mengaku telah menegakkan Negara Khilafah di Indonesia.
Khilafatul Muslimin adalah sebuah organisasi keagamaan Indonesia. Organisasi ini didirikan oleh Abdul Qadir Baraja pada 1997 dan dilantik pada 1999, beliau juga salah satu pendiri Pondok Pesantren Al Mukmin Ngruki. Ia ikut ambil bagian dalam Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) tahun 2000.. Khilafatul Muslimin diduga memiliki ideologi yang berkaitan dengan gerakan terorisme. Namun, kelompok ini mengaku tak bertentangan dengan Pancasila. Lalu, muncul pertanyaan ada apa dibalik Khilafatul Muslimin? Apakah gerakan ini merupakan salah satu gerakan bentukan penjajah kapitalisme?.
Secara historis, pendiri gerakan ini sangat dekat dengan kelompok radikal seperti NII, MMI yang memiliki rekam jejak dalam kasus terorisme. Terbukti Abdul Qadir Hasan Baraja telah mengalami 2 kali penahanan yang berhubungan dengan Teror Warman dan kasus bom di Jawa Timur serta Borobudur tahun 1985. Lalu, dampak ideologis gerakan ini memiliki visi dan ideologi yang rentan berubah menjadi gerakan teror. Bisa terlihat pada kasus penangkapan NAS, yang merupakan tersangka teroris. Dan saat penangkapan terdapat kardus berisi Khilafatul Muslimin dan logo bordir Khilafatul Muslimin.Gerakan ini juga mudah berafiliasi dengan jaringan kelompok teror seperti ISIS. Bahkan pada masa kejayaan ISIS pada tahun 2015, Rohan Gunaratna Peneliti Terorisme dari Singapura menggolongkan Khilafatul Muslimin telah berbaiat kepada ISIS.
Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Indonesia (BNPT) juga pernah mengatakan, pendiri organisasi ini pernah bergabung dengan Negara Islam Indonesia (NII) yang bertujuan membentuk negara Islam di Indonesia. Organisasi ini juga mengklaim telah memegang 16 wilayah setingkat provinsi dan 68 wilayah setingkat kabupaten/kota.
Dalam kegiatannya, organisasi ini selalu mengadakan pertemuan antar anggota setiap minggunya. Adapun visi yang dimiliki Khilafatul Muslimin berbunyi, “Memakmurkan bumi dan mensejahterakan umat demi tercapainya keadilan Islam bagi seluruh makhluk Allah Subhanahu Wa Ta’ala di muka bumi”. Sedangkan misi mereka yaitu berdasarkan ‘Rahmatan lil al-alamin’, sebagaimana Nabi Muhammad SAW diutus untuk menjadi rahmat bagi semesta alam.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Polri Brigjen Pol Ahmad Ramadhan mengungkapkan penggalangan dana yang dilakukan oleh Khilafatul Muslimin adalah melalui kotak amal yang diedarkan ketika mereka mengadakan kegiatan.
Pada selasa, 7 Juni 2022 Polri melalui Polda Metro Jaya bersama Polda Lampung menangkap pimpinan Khilafatul Muslimin Abdul Qodir Hasan Baraja di Lampung. Dengan sangkaan melanggar undang-undang tentang organisasi kemasyarakat (ormas), UU ITE dan menyebarkan berita bohong (hoaks) yang menimbulkan kegaduhan.
Sejak runtuhnya khilafah, banyak kaum muslimin yang membentuk gerakan-gerakan untuk kembali menegakkan khilafah. Namun, banyak dari gerakan-gerakan tersebut berdiri dengan ditunggangi oleh Negara-negara penjajah, seperti gerakan wahabi, ikhwanul muslimin, jama’ah islamiyah dan lain-lain. Selain itu, kaum muslimin juga diserang dengan masuknya ide-ide nasionalisme, sekulerisme dan liberalism, yang menjadikan umat islam semakin tercerai berai dan bersikap individualime.
Runtuhnya khilafah menjadi angin segar berdirinya sistem kapitalisme hari ini, segala permasahan, penderitaan dan ketidakadilan yang dirasakan masarakat hari ini tidak lepas dari malam panjang yang mencekam, saat Mustafa Kemal Attaturk dengan kejamnya mencabut daulah khilafah dari akarnya, tepatnya pada tanggal 3 Maret 1924. Sejak saat itu, Kaum Muslim mulai memandang kehidupan dengan asas manfaat. Sehingga tak heran hari ini masyarakat tersibukkan dengan urusan pribadinya, mengurusi masalah yang tidak penting. Sehingga lupa dengan akar permasalahan yang sebenarnya.
Selain itu, Sistem kapitalisme juga mempropagandakan ide radikalisme di tengah-tengah masyarakat, Mungkin karena proyek perang melawan radikalisme itu mempunyai objek sasaran yang lebih luas. Proyek perang melawan radikalisme tersebut dapat digunakan untuk menyasar siapa pun yang anti-Kapitalisme, baik pada aspek pemikiran maupun politik. Misalnya, umat Islam yang ingin menerapkan syariat Islam secara kafah dan menegakkan kembali Khilafah, dapat mereka tuding sebagai kelompok radikal. Tentu ini merupakan langkah mereka untuk melanggengkan ideologi kapitalisme dan imperialismenya di dunia, khususnya di negeri-negeri Islam. Melalui propaganda perang melawan radikalisme, mereka dapat melakukan framing negatif dengan memberikan stigma radikal tersebut kepada muslim yang menentang ideologi kapitalisme. Sebaliknya, mereka memuji muslim yang pro ideologi kapitalisme sebagai moderat.
Berdirinya sistem kapitalisme hari ini memberikan kebebasan sebebas-bebasnya bagi siapa saja dalam membentuk gerakan, selama itu tidak mengganggu eksistensinya, maka hal itu sah-sah saja untuk direalisasikan. Sehingga, hal ini dapat memburamkan dari eksistensi gerakan-gerakan yang shohih. Munculnya Khilafatul Muslimin tak lepas dari gerak tangan para penjajah untuk memelintir pemahaman khilafah kepada masyarakat bahwa sistem kekhilafahan adalah sistem yang buruk, jadi tak layak untuk diterapkan.
Padahal menegakkan kekhilafahan adalah kewajiban bagi setiap muslim, dan dalam penegakkannya dibutuhkan fikrah dan thariqah yang shohih sesuai dengan tuntunan nabi, Seluruh ulama Aswaja, khususnya imam empat mazhab (Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’i dan Imam Hanbali), sepakat, bahwa adanya khilafah, dan menegakkannya ketika tidak ada, hukumnya wajib.
Allah SWT berfirman: Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Sungguh Aku akan menjadikan di muka bumi Khalifah…” [TQS al-Baqarah [2]: 30].
Imam al-Qurthubi [w. 671 H], ahli tafsir yang sangat otoritatif, menjelaskan, “Ayat ini merupakan hukum asal tentang wajibnya mengangkat khalifah.” Bahkan, dia kemudian menegaskan, “Tidak ada perbedaan pendapat mengenai kewajiban (mengangkat khalifah) ini di kalangan umat dan para imam mazhab, kecuali pendapat yang diriwayatkan dari al-‘Asham (yang tuli tentang syariah) dan siapa saja yang berpendapat dengan pendapatnya serta mengikuti pendapat dan mazhabnya.” [Lihat, Al-Qurthubi, Al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qur’ân, Juz I/264].
Di antaranya sabda Rasulullah SAW:
“Siapa saja yang mati, sedangkan di lehernya tidak ada baiat (kepada imam/khalifah), maka ia mati jahiliah.” [HR Muslim].
Dan bagaimana pula Rasulullah mengajarkan kepada kita melalui kisah lika-liku dakwahnya ketika berada di Mekkah. Pada saat para sahabat menghadapi penyiksaan yang sangat keras, datanglah Abdurrahman bin Auf bersama sejumlah sahabat yang lain kepada Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam.. Mereka bermaksud meminta izin kepada beliau untuk menggunakan senjata. Mereka berkata, “Wahai Nabi Allah, dulu kami berada pada kemuliaan, padahal kami dalam keadaan musyrik. Namun, ketika kami telah beriman, kami malah terhina.“
Akan tetapi, Rasulullah saw. melarang mereka untuk menggunakan kekerasan sembari bersabda, “Sesungguhnya aku diperintahkan untuk bersikap pemaaf. Oleh karena itu, janganlah kalian memerangi mereka.“ (HR Ibnu Hatim, An-Nasa’i, dan Al-Hakim)
Dengan demikian, ketika berada di Makkah, Rasulullah telah melalui dua periode:
1. Periode pendidikan, kulturalisasi (penanaman tsaqafah) serta persiapan pemikiran dan aspek spiritual. Periode ini disebut juga dengan fase pemahaman dan penanaman (internalisasi) pemikiran ke dalam benak sejumlah individu sekaligus mengorganisasikan mereka dalam satu jemaah/partai yang dipersatukan oleh pemikiran tersebut.
2. Periode penyebaran dakwah dan perjuangan politik. Periode ini disebut juga dengan fase transformasi pemikiran kepada kekuatan yang dominan di tengah-tengah masyarakat sekaligus mendorongnya untuk menerapkan pemikiran yang telah diadopsi itu di dalam realitas kehidupan nyata. Sekaligus mendorongnya untuk menerapkan pemikiran yang telah diadopsi itu di dalam realitas kehidupan nyata. Dengan begitu, masyarakat luas bisa memahami dan mengembannya sekaligus berjuang untuk menerapkannya.
Dalam sepanjang sejarah khilafah, tidak ada satu pun hukum yang diterapkan, kecuali hukum Islam. Dalam seluruh aspek kehidupan, baik sistem pemerintahan, ekonomi, sosial, pendidikan, sanksi hukum dan politik luar negeri, semuanya merupakan sistem Islam.
Post a Comment