Tunaikan Amanat agar Tidak Tersesat


Oleh: Nurhayati

Aktivis Dakwah di Depok

 

Manusia diberikan kelebihan oleh Allah SWT yakni akal untuk berpikir, agar bisa mengemban amanat yang telah Allah berikan kepadanya. Namun, amanah yang diberikan tersebut harus diniatkan hanya untuk ibadah kepada-Nya. Kalau tidak, manusia akan terjerumus dengan perbuatan zalim dan bodoh.

Sebagaimana yang diterangkan dalam surah al-Ahzab ayat 72 yang artinya, “Sesungguhnya kami telah menawarkan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung tetapi semuanya enggan untuk memikul amanat itu Dan mereka khawatir tidak mampu melaksanaknnya (berat), lalu dipikullah amanat itu oleh manusia, sungguh manusia itu sangat zalim dan sangat bodoh.”

Agar amanat tersebut bisa diemban oleh manusia, maka harus diserahkan kepada manusia yang memang ahli dalam amanat tersebut agar tidak terjadi masalah. Sebagaimana yang disebutkan dalam Ash-Shahih, “Bila urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah Kiamat.”

Begitu juga hadits riwayat Hudzaifah, ia berkata, “Rasulullah SAW menceritakan kepada kami dua hadits. Yang satu aku sudah tahu dan aku masih menunggu satu lagi. Beliau menceritakan bahwa amanat berada di pangkal hati manusia. Kemudian Al-Qur’an turun dan mereka tahu dari Al-Qur’an dan dari As-Sunnah. Kemudian beliau bercerita kepada kami tentang tercabutnya amanat. Beliau bersabda, “Seseorang tidur, lantas dicabut amanah itu dari hatinya, sehingga bekasnya seperti bekas titik. Kemudian ia tidur satu kali, lantas amanat itu dicabut, sehingga tinggallah bekasnya seperti kulit yang melepuh, seperti butir bara yang engkau gelindingkan di kakimu, lantas melepuh sehingga kau lihat ia membengkak tapi di dalamnya kosong kemudian manusia berjual beli sehingga mereka hampir tidak ada seorang pun dari mereka yang menunaikan amanat. Dan di tengah-tengah Bani Fulan zaman Rasulullah SAW ada seorang laki-laki yang amanat dan cerdas, elok serta teguh pendiriannya namun di dalam dirinya tidak ada keimanan seberat biji sawi pun, sungguh telah lewat satu masa di mana tidak ada yang peduli untuk melakukan transaksi-transaksi jual beli, jika ia seorang Muslim, hal itu akan mengembalikannya kepada Islam, Dan jika dia seorang Nasrani, maka pemimpinnya yang akan mengembalikannya kepadaku, adapun hari ini maka aku tidak akan membeli kecuali kepada Fulan dan Fulan" (Shahih Muslim nomor 206).

Apa yang diriwayatkan sahabat Khuzaifah di atas menggambarkan betapa akhir zaman yang akan kita lewati oleh manusia saat ini adalah munculnya generasi yang secara dzahir terlihat alim dan shalih, berpegang teguh dengan janji dan amanat, namun sebenarnya mereka bukan termasuk ahlinya. Orang-orang menyangka bahwa guru mereka, syekh mereka, kyai dan ulama mereka adalah orang-orang yang memiliki keimanan dan pendirian yang kuat namun dalam diri mereka tidak ada keimanan dan pendirian agama yang kuat dan tidak ada sedikit pun keimanan mereka.

Di antara sebab keimanan mereka dicabut oleh Allah dari hati mereka adalah kekuasaan para ulama dengan dunia dan akrabnya mereka dengan penguasa yang zalim sehingga mereka berpaling hingga keberaniaan untuk menyampaikan yang haq menjadi terhalang dan sirna. Saat agama yang benar difitnah dan dijelek-jelekan, kita hanya diam dan mereka hanya menjadi penguasa yang thaghut, serakah serta mengesampingkan urusan dunia padahal mereka tetap dianggap sebagaimana ulama, pewaris nabi oleh para pengikutnya yang taklid dan hanya mengekor saja. Justru orang-orang yang sebenarnya memiliki keimanan yang kuat mereka dijauhi, dianggap radikal, pembangkang terindikasi virus khawarij dan mendapat stigma ahlu bid'ah.

Jika dilihat, kondisi saat inilah manusia mempertontonkan kebusukannya. Yang berkhianat dianggap sebagai orang yang jujur dan mendapakan kepercayaan serta posisi yang aman dari penguasa, sementara hamba Allah yang jujur mendapakan penghinaan, penghianatan serta dizalimi serta dituduh sebagai teroris dan para teroris dijadikan keamanan negara itulah yang terjadi saat ini. “Dari Abu Hurairah ra berkata, Rasulullah SAW bersabda: “Akan datang tahun-tahun penuh dengan kedustaan yang menimpa manusia, pendusta dipercaya, orang yang jujur didustakan, amanat diberikan kepada pengkhianat, orang yang jujur dikhianati, dan Ruwaibidhah turut bicara.” Lalu beliau ditanya, “Apakah al-ruwaibidhah itu?” Beliau menjawab, “Orang-orang bodoh yang mengurusi urusan perkara umum” (HR Ibnu Majah).

Di sinilah kita bisa melihat antara yang haq dan batil. Penguasa yang rakus dan serakah hanya memikirkan dunianya dan kelompoknya saja akan tetapi urusan rakyatnya dikesampingkan. Betapa sedih dan pilu hati rakyat dizalimi, ditindas bahkan dijadikan bahan tontonan serta sandiwara bagi penguasanya dan pengikutnya. Penguasa sudah tidak lagi menggunakan aturan-aturan yang sudah Allah tetapkan.

Maka dari itu marilah kita pegang teguh amanat yang Allah berikan kepada kita semua dan tunaikan amanat agar tidak tersesat. Kelak kita akan mempertanggungjawabkan semua amanat itu di hadapan-Nya.[]

Post a Comment

Previous Post Next Post