Oleh: Liaul Faizin
(Aktivis Muslimah)
Lebaran menjadi moment untuk menghabiskan waktu bersama anak-anak dengan mengunjungi tempat-tempat wisata, kolam renang salah satunya. Moment ini tentu menyenangkan bagi anak-anak. Namun, siapa sangka tempat wisata yang seharusnya menjadi tempat hiburan bagi pengunjung justeru membawa petaka. 16 orang mengalami cedera akibat ambruk nya seluncuran air Kenpark Surabaya pada sabtu, 7 Mei 2022 (Medcom.id, 7/05/2022). Mengapa kecelakaan di tempat wisata kerap terjadi?
Kecelakaan wisata Kenpark Surabaya bukan kasus pertama yang terjadi di dunia wisata. Tahun-tahun sebelumnya sudah beberapa kali terjadi kecelakaan di tempat yang lain. Hal ini seharusnya menjadi perhatian serius bagi pengelola seluruh tempat wisata yang ada di negeri ini maupun aparat pemerintah daerah setempat.
Jika kecelakaan di tempat wisata terjadi sekali dua kali mungkin bisa dimaklumi dan menjadi peringatan agar kecelakaan tersebut tidak terjadi lagi di tempat yang lain. Namun jika kecelakaan terjadi berulang kali bahkan kejadian nya lebih parah dari kecelakaan sebelum-sebelumnya maka ada yang salah, baik pada pengelola tempat wisata itu sendiri maupun pemerintah daerah setempat. Mengapa kedua pihak tersebut? Karena keduanya memiliki tugas dan tanggung jawab yang sangat berkaitan terhadap jalannya sistem dan operasional wisata di setiap daerah.
Terabaikannya UU Perlindungan Pariwisata
Sebagaimana tercantum dalam UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen juga menyebutkan bahwa konsumen (jasa pariwisata) berhak untuk mendapatkan informasi yang jelas, benar dan jujur; hak untuk mendapatkan keamanan, keselamatan, dan kenyamanan; hak untuk mendapatkan pembinaan dan advokasi, bahkan hak untuk mendapatkan kompensasi dan ganti rugi. Pelaku usaha (pengelola tempat wisata) wajib memberikan rasa aman, selamat, dan nyaman bagi konsumennya sebagai pengguna jasa tempat wisata. Juga dalam UU No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan. Pasal 20 UU Kepariwisataan menegaskan bahwa setiap wisatawan berhak memperoleh informasi yang akurat mengenai daya tarik wisata, pelayanan kepariwisataan sesuai dengan standar, perlindungan hukum dan keamanan, pelayanan kesehatan, perlindungan hak pribadi, dan perlindungan asuransi untuk kegiatan pariwisataan yang berisiko tinggi.
Undang-undang tersebut dibuat untuk mengatur jalannya obyek wisata di negeri ini. Namun kecelakaan yang terjadi berulang ini menjadi bukti ketidakseriusan pengelola dan juga pemerintah daerah setempat untuk menjalankan undang-undang yang sudah disusun sedemikian rupa.
Hal ini bisa kita lihat dari pernyataan Bambang sebagai perwakilan pengelola Kenpark Surabaya yang menambahkan bahwa perawatan perosotan ini lazimnya dilakukan setahun sekali. Dia menyebut perosotan sudah dilakukan perawatan 9 bulan lalu, artinya masih ada waktu 3 bulan sebelum dilakukan perawatan kembali.
Berikut nya pernyataan pengelola wisata terkait bahwa seluncuran tersebut overload. Padahal sebelumnya juga sudah disampaikan bahwa ada petugas yang dikerahkan sebagai penjaga. Seharusnya tidak hanya berdiri menjaga namun juga mengkondisikan agar tidak overload. Lantas kemana penjaga-penjaga tersebut, dan apakah ketentuan terkait jumlah pengguna sudah diberlakukan dengan baik pada seluruh pengunjung?
Yang lebih mengejutkan adalah pernyataan Wakil Wali Kota Surabaya agar pengelola bertanggungjawab atas keselamatan pengunjung nya. Pernyataan ini seakan bentuk angkat tangan pemerintah dari kasus kecelakaan tersebut. 16 korban bukanlah jumlah yang sedikit untuk dipertanggungjawabkan. Sedangkan retribusi sudah diterima baik oleh pengelola wisata terkait juga pemerintah daerah setempat.
Dimana implementasi Undang-Undang yang telah dibentuk? Dimana peran pemerintah dalam hal ini jika pada akhir nya menyerahkan ke pengelola wisata terkait segala kecelakaan yang terjadi pada obyek wisata? Bukankah tugas pemda (pemerintah daerah) melakukan pengawasan dan membuat SOP standar keselamatan tempat rekreasi? Petugas pemerintah daerah pun rajin memungut biaya retribusi dari keuntungan obyek wisata tersebut setiap tahunnya namun abai akan keselamatan masyarakat.
Evaluasi Operasional Obyek Wisata
Tempat wisata seperti kolam renang yang disertai fasilitas seperti seluncuran air memiliki pengunjung yang tidak sedikit. Pengguna nya pun tidak hanya anak-anak tapi juga orang dewasa. Meski lazim nya perawatan seluncuran adalah setahun sekali namun dengan jumlah pengguna yang terus bertambah dan waktu operasional yang tidak sebentar seyogyanya menjadi poin yang penting dipertimbangkan untuk melakukan pengecekan dan perawatan yang lebih intensif dari ketetapan yang sudah ada sebagai bentuk pelayanan bagi para pengunjung. Mengingat para pengunjung tidak menggunakan fasilitas yang ada secara gratis, mereka harus mengeluarkan uang untuk bisa menggunakan fasilitas yang ada di tempat wisata terkait.
Terkait pernyataan pengelola bahwa seluncuran overload maka hal ini berkaitan dengan peraturan yang belum dijalankan dengan tegas terhadap pengguna fasilitas. Terlebih di moment lebaran seperti saat ini pengunjung membludak, maka mestinya peraturan yang telah dibuat semisal terkait batasan pengguna fasilitas harus menyesuaikan dengan kondisi yang ada untuk keselamatan seluruh pengunjung.
Peran Besar Negara
Pemerintah mempunyai peran besar terhadap sistem wisata yang ada, yakni untuk menjamin keselamatan masyarakat sebagai pengunjung. UU perlindungan Pariwisata bukan sekedar formalitas di atas kertas tapi juga dituntut imlementasinya di lapangan. Tidak lupa kerja sama dengan pengelola wisata terkait, sehingga keselamatan para pengunjung benar-benar terjamin. Namun, semua itu tidak akan terwujud selama orientasi pemerintah dan pengelola hanya keuntungan materi belaka. Tak peduli akan keselamatan masyarakat.
Berbeda hal nya dengan sistem pariwisata dalam daulah islam. Pemerintah berperan besar tidak hanya soal keamanan namun juga memastikan bahwa wisata yang ada menjadi sarana masyarakat untuk makin taat kepada Allah. Segala aktivitas yang dilakukan dalam wisata tersebut mendapatkan kontrol penuh dari pemerintah sehingga tidak ada penyimpangan terhadap hukum syara' misal campur baur laki-laki dan perempuan, apalagi berkaitan dengan keselamatan yang taruhan nya adalah nyawa manusia.
Post a Comment