Pemerhati Kebijakan Publik
Aroma pesta demokrasi kian menyengat. Tak sedikit partai politik sibuk mencari pasangan untuk maju dalam pencalonan. Mereka berlomba-lomba untuk menduduki kursi jabatan. Berbagai slogan yang mereka usung sebagai pemikat suara rakyat.
Ada beberapa tokoh partai politik yang terang-terangan mendukung pasangan calon yang akan naik nantinya. Mereka tengah disibukkan dengan semakin dekatnya pesta demokrasi tanpa mereka pertimbangkan apakah calon yang mereka usung akan bisa membawa kepada perubahan yang lebih baik untuk negeri ini atau tidak.
Sekretaris Jenderal Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Aboe Bakar Al-Habsyi mengatakan bahwa PKS masih terbuka kepada siapa saja tokoh calon presiden (capres) untuk didukung Pilpres 2024. "PKS wait and see sampai sekarang. Kita tunggu sampai ada perkembangan yang menarik. Enggak (cenderung mendukung Anies) enggak ada, enggak ada," kata Aboe dalam wawancara yang dikutip dari YouTube Tribun Network.(kompas.com,13/6/2022)
Demokrasi, ya demokrasi. Didalam demokrasi setiap pergantian pemimpin, parpol pasti sibuk mencari kecocokan pasangan. Baik bagi rakyat itu sendiri maupun bagi pasangan calon yang akan berdiri dipanggung demokrasi. Berbagai cara yang mereka lakukan untuk memenangkan perlombaan tersebut.
Dalam demokrasi, semua partai atau pihak memilih calon yang bisa menang tanpa peduli apakah calon yang benar karena kapabilitas dan komitmen nya terhadap rakyat apalagi terhadap Islam. Dan mahal nya biaya pemilu dalam demokrasi. Tidak ada kata murah dalam sistem demokrasi. Dan sayang nya, secara empiris dibuktikan yang bisa menang hanyalah calon Yang didukung kaum kapitalis. Karena untuk memuluskan rencana kaum kapitalis dalam menjajah negeri ini.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah memperkirakan anggaran untuk penyelenggaraan pemilu 2024 kurang lebih sebesar Rp86,1 triliun. Naik Rp60,50 triliun dari anggaran tahun 2019 sebesar Rp25,59 triliun.
Banyak nya biaya yang dibutuhkan dalam pertarungan memperebutkan jabatan. Partai politik sendiri tidak memiliki keindependenan. Karena mereka butuh cash money untuk pendanaan pesta demokrasi. Tidak cukup hanya iuran anggota partai saja, akan tetapi mereka butuh lebih besar lagi. Dari sinilah oligarki berinvestasi.
Oligarki ada dibalik sistem kapitalis yang melahirkan demokrasi. Lewat demokrasi lah para oligarki mencengkram dan menjajah negeri ini. Inilah kebobrokan demokrasi yang melahirkan pemimpin yang pro dengan kaum kapitalis tanpa peduli kebenaran dan kemampuan.
*Pemilu Dalam Sudut Pandang Islam*
Sistem politik Islam dengan sistem politik demokrasi adalah sistem yang jauh berbanding terbalik. Demokrasi merupakan hasil dari sistem kapitalis. Sistem ini diusung oleh para kafir penjajah untuk menguasai dunia. Yang menjadi pedoman sistem ini hanyalah asas manfaat dan materi. Hanya untung rugi yang menjadi tolok ukurnya. Jadi dari sini calon yang mereka usung bukan karna ketaqwaan atau kecerdasannya tetapi bagaimana calon itu nantinya bisa disetir oleh para oligarki.
Berbeda jauh dengan sistem Islam. Sistem Islam untuk pembaiatan pemimpin negara (Khalifah), pemimpin setingkat Provinsi (Wali) maupun pemimpin setingkat Kabupaten/Kota (Amil) itu bukan hanya kecerdasannya atau kepandaiannya saja akan tetapi yang menjadi tolok ukur utama adalah ketaqwaan nya.
Pemimpin yang bertakwa akan menyadari bahwa posisinya sebagai pengurus rakyat, dalam hadis riwayat Muslim dan Ahmad disebutkan “Iman Khalifah adalah pengurus dan ia bertanggung jawab terhadap rakyat diurusnya”. Pemimpin akan berusaha semampunya untuk menjaga dan menjalankan amanah yang ada dipudaknya. Karena kepemimpinannya akan dimintai pertanggungjawaban dihadapan Allah kelak.
Inilah yang di maksud dengan menjaga hubungan dengan Allah. Yang mana seorang pemimpin akan menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-NYA. Dan dari sini lah sebuah keyakinan yang tidak ada dalam konsep Demokrasi.
Seorang pemimpin tidak cukup hanya bermodalkan akhlak semata. Karena banyak sekali orang yang berakhlak baik tapi ujung-ujung nya tersandung kasus. Bukan manusia nya saja yang harus diperbaiki tetapi sistem lah yang menjadi akar permasalahannya. Sebaik apapun seorang pemimpin apabila sistem yang digunakan berasal dari manusia maka akan berakibat pada individu tersebut. Tidak berhenti disitu, karena ini masalah kepemimpinan maka semua akan berimbas pada rakyat dan negara.
Berbanding terbalik dengan sistem Islam (khilafah), dimana syariah Islam akan diterapkan disemua sendi kehidupan baik dalam sistem ekonomi, sosial, kesehatan pendidikan, sanksi, dan hukum terintergrasi dengan apik lalu diterapkan secara kaffah, maka akan mewujudkan pemimpin dan masyarakat dengan peradaban tertinggi dalam QS Al Imran: 110 Allah menyebut mereka khoiru ummah “Umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia”
Syariah Islam juga akan mewujudkan rahmatanlillaalamiin rahmat bagi seluruh alam, ya seluruh alam. Tidak terkecuali tumbuhan dan hewan. Dan yang perlu diketahui bahwa bukan hanya umat muslim saja akan tetapi non muslim pun juga. Salah besar jika Islam dituding intoleran bahkan akan membahayakan hubungan antar beragama bahkan antar negara.
Wallahu ‘alam bishowab
Post a Comment