Cabut Larangan Ekspor Migor, Mampukah Sejahterakan Rakyat?


Oleh  Novia Roziah
Komunitas Muslimah Rindu Jannah


Setelah sempat disetop kurang lebih satu bulan lamanya, keran ekspor minyak goreng kembali dibuka. Pemerintah beralasan, hal ini berdasarkan pertimbangan kondisi pasokan dan harga minyak yang dinilai sudah stabil serta pertimbangan kesejahteraan para petani sawit.

Menyambut kebijakan ini, menteri koordinator bidang perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan, pemerintah akan menerbitkan lagi kebijakan Domestic Market Obligation atau DMO dan Domestic price obligation atau DPO.

Airlangga memastikan kebijakan yang baru ini adalah langkah untuk menjamin ketersediaan bahan baku minyak goreng dan keterjangkauan harga di masyarakat.

Namun, kebijakan ini justru dikhawatirkan akan berimbas pada macetnya pasokan bahan baku.

Sebagaimana diketahui kebijakan DMO adalah kewajiban bagi seluruh produsen minyak goreng yang akan melakukan ekspor untuk mengalokasikan 30 persen volume produksinya untuk keperluan dalam negeri.

Namun, akankah berjalan sesuai dengan harapan?

Realitasnya masyarakat masih kesulitan mendapatkan minyak goreng, karena harganya sudah terlanjur tinggi

Disisi lain, pencabutan larangan ekspor akan sejalan dengan semakin meningkatnya biaya produksi. Sehingga, tidak ada jaminan harga minyak goreng  di pasaran akan ikut turun.

Belum lagi, adanya kasus mafia minyak goreng yang hingga kini belum bisa diberantas. Menurut M Rizal Taufikurrahman, Kepala Center Macroeconomics and Finance Indef disinyalir pasar minyak goreng di Indonesia itu Oligopoli struktur pasarnya.

Jumlah produsennya sedikit, tetapi semua sumber daya ada pada mereka. Mereka juga yang menentukan harga. Ungkap Rizal, kepada Media umat.

Para mafia ini, mengambil keuntungan besar dari ekspor minyak goreng dan kenaikan harga di dalam negeri.

Liberalisasi Ekonomi, Negara Dibuat Tak Berdaya

Dalam sistem kapitalisme, rakyat merupakan objek untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya. Keuntungan itu sejatinya juga bukan untuk kepentingan negara saja, namun pihak swasta juga diberi peluang untuk mengambil keuntungan yang besar dari masyarakat. 

Negara bukan satu-satunya penyedia barang dan jasa. Dengan berbagai kebijakan, pihak swasta juga dilibatkan secara legal untuk menyediakan kebutuhan rakyat. Sehingga menjadi sebuah keniscayaan, jika swasta akan melihat rakyat sebagai objek mendulang keuntungan sebesar-besarnya.

Dalam kasus minyak goreng ini, negara tidak berdaya  berhadapan dengan oligarki,  peselingkuhan antara penguasa dan pengusaha. 

Buktinya dalam pengolahan bahan baku minyak goreng. Pihak swasta menguasai hampir  58 persen lahan kelapa sawit. Sedangkan BUMN hanya sekitar 4 persen.

Kenyataan ini menjelaskan kepada kita bahwa demokrasi hanya dijadikan alat oleh para oligarki untuk mendapatkan keinginannya. Negara tak punya gigi menghadapi mereka. Yang menjadi korban dari oligarki ini tentu saja rakyat.

Ekspor dalam Pandangan Islam

Dalam sistem Islam, negara tidak akan melakukan ekspor barang jika kebutuhan dalam negeri belum terpenuhi.

Sistem Islam atau yang kita kenal dengan sistem Khilafah. Akan menjaga mekanisme pasar. Sistem Islam akan mendorong perdagangan berjalan sesuai dengan syariat dan mencegah terjadinya liberalisasi.

Khilafah juga melakukan pengawasan agar permintaan dan penawaran berjalan atas dasar kerelaan. Islam melarang negara menggunakan otoritasnya untuk campur tangan dalam masalah harga. Tetapi negara akan memastikan bahwa tidak boleh ada  peredaran barang haram, penimbunan, monopoli, penipuan, curang dan spekulasi.

Begitulah peran khilafah dalam memenuhi kebutuhan masyarakat. Negara diposisikan sebagai pelayan umat bukan pedagang yang sedang mencari keuntungan pada rakyatnya.

Allahua'lam bisshowab

Post a Comment

Previous Post Next Post