Oleh Mia Armilah, M. Pkim
(Aktivis Dakwah dan Pemerhati Remaja)
Tenaga honorer akan dihapus dari instansi pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Penghapusan tenaga honorer ini mengacu pada Surat Edaran Kementerian Pendayagunaan Aparatur Sipil Negara (Kemenpan-RB) Nomor B/185/M.SM.02.03/2022 tentang Status Kepegawaian di Lingkungan Instansi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Dalam SE yang ditandatangani Menpan-RB Tjahjo Kumolo 31 Mei 2022 tersebut tertulis bahwa hanya ada dua status pegawai pemerintah yakni CPNS dan PPPK.
Salah satu alasan pemerintah melakukan penghapusan tenaga honorer ini adalah tidak jelasnya sistem rekrutmen tenaga honorer berdampak pada pengupahan yang kerap kali dibawah upah minimum regional (UMR). Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Tjahjo Kumolo menegaskan, strategi ini adalah amanat Undang-undang No. 5/2014 tentang ASN yang disepakati bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). "Tenaga honorer sekarang kesejahteraannya jauh dibawah UMR. Pemerintah dan DPR mencari jalan agar kompensasi tenaga honorer bisa setara dengan UMR," katanya, dikutip dari laman Kemenpan-RB, Sabtu (4/6/2022). (Kompas.com/05-06-2022)
Selama ini kesejahteraan/gaji tenaga honorer sudah semua orang mengetahui, sangat tidak layak. Dari beberapa berita yang viral, beberapa guru honorer, mereka mendapatkan gaji tidak lebih dari 200 ribu/bulan bahkan ada hanya dibayar Rp.3000/ jam. Memang sangat miris padahal mereka telah mencurahkan segenap tenaganya dalam bekerja.
Nah apakah alasan yang dikatakan pemerintah tersebut merupakan kabar yang menggembirakan bagi para tenaga honorer dan menunjukan pemerintah peduli pada kesejahteraan mereka selama ini? Ataukah hanya memberikan angan-angan kosong saja, mengingat bagaimana selama ini sikap pemerintah yang tidak menunjukkan kepeduliannya.
Beberapa fakta menunjukkan bagaimana sikap pemerintah terhadap tenaga honorer. Berkali-kali tenaga honorer melakukan demo untuk meminta pemerintah peduli terhadap kesejahteraan mereka, namun sampai saat ini hal tersebut tidak dipenuhi oleh pemerintah.
Patut diduga bahwa fakta sebenarnya karena ketersediaan anggaran pemerintah. Tenaga honorer memang membantu pekerjaan di lapangan namun ketika berbicara upah, mereka di kacamata negara merupakan beban.bagi penganggaran pemerintah pusat. Beberapa pemerintah daerah yang tidak bisa mencukupi ketersediaan anggaran untuk menggaji tenaga honorer, akhirnya kemudian melimpahkannya ke pemerintah pusat.
Fakta lainnya adalah adanya wacana tenaga ASN akan digantikan oleh robot walau tidak seluruhnya. Sistem kecerdasan ini (mesin robot) akan menggantikan 30-40 % tenaga ASN yang menempati jabatan pelaksana pada transformasi sistem pemerintah berbasis elektronik. Terlihat bahwa hal ini berkaitan dengan efisiensi anggaran yang dilakukan oleh pemerintah. Bagaimana halnya dengan tenaga honorer yang akan berubah statusnya menjadi ASN atau PPPK seperti yang dijanjikan ketika tenaga honorer dihapus, terkait dengan anggaran? Maka kemudian pemerintah mengadakan regulasi dalam bentuk seleksi dan tentu dengan jumlah sesuai yang dibutuhkan oleh pemerintah. Lantas bagaimana nasib tenaga honorer yang tidak lolos seleksi? Bukan tidak mungkin mereka akan kehilangan mata pencahariannya.
Inilah kenyataan pahit yang menjadi keniscayaan terjadi pada pemerintahan yang menerapkan sistem kapitalisme. Dalam sistem ini hubungan penguasa dan rakyat berdasarkan pada asas untung rugi. Hitung-hitungan secara ekonomi berlaku, rakyat akan menjadi beban negara jika masih didanai oleh kas negara atau APBN. Pemerintah tidak akan peduli terhadap rakyatnya juga terhadap kesejahteraan rakyatnya. Jadi masihkan percaya penghapusan tenaga honorer karena menginginkan kesejahteraan dengan memberikan upah yang layak? Masihkah berharap pada pemerintah yang menerapkan sistem kapitalisme ini bisa mensejahterakan seluruh rakyat?
Hal seperti di atas tidak akan terjadi jika seluruh aturan hidup termasuk bernegara tunduk pada aturan Allah Ta’ala. Dalam sistem Islam prinsip tata kelola dalam mengurus umat berlandaskan aturan sederhana, cepat dan profesionalitas pegawai. Negara berkewajiban menyediakan lapangan pekerjaan yang memadai bagi warga negaranya. ASN dalam sistem Islam/khilafah adalah pegawai negara yang akan mendapat upah dengan akad ijarah dengan gaji yang layak. Tidak ada istilah honorer karena rekruitmen tenaga kerja disesuaikan dengan kebutuhan riil negara.
Bagaimana halnya dengan upah? Dalam sistem kapitalisme upah adalah uang yang diterima pekerja sebagai pengganti biaya hidup yang telah dikeluarkan si pekerja (buruh) agar mampu berproduksi (labour cost of production). Hal ini menunjukan bahwa pemberian upah oleh kapitalis hanya sekedar pengganti biaya atas apa yang telah dikerjakan, atau hanya sekedar untuk melanjutkan hidup serta besaran upah disesuaikan dengan standar hidup minimum di daerah tempat si buruh bekerja.
Dalam Islam, besaran upah ditetapkan oleh kesepakatan antara pengusaha dan pekerja. Kedua belah pihak memiliki kebebasan untuk menetapkan jumlah upah, serta bebas menetapkan syarat dan cara pembayaran upah tersebut. Asalkan saling rela dan tidak merugikan salah satu pihak.
Tingkat upah minimum dalam Islam harus cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar pekerja yaitu pangan, sandang, dan papan. Ada dua faktor yang harus diperhatikan dalam menentukan upah, yaitu faktor primer dan faktor sekunder. Faktor primer adalah kebutuhan dasar, beban kerja dan kondisi pekerjaan. Faktor sekunder adalah memperlakukan pekerja sebagai saudara
Dalam sistem Islam, kepala negara akan semaksimal mungkin berupaya memenuhi kepentingan dan kesejahteraan rakyatnya termasuk pegawai pemerintah. Karena Rasulullah saw bersabda, “Seorang imam/khalifah adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyat dan ia akan dimintai pertanggung jawaban atas urusan rakyatnya” (H.R. Bukhari dan Muslim)
Sejarah menunjukkan bagaimana khilafah sangat peduli terhadap kesejahteraan pegawai pemerintah. Dimasa kekhilafan Umar bin Khathab, guru pada saat itu digaji dengan sangat layak. Diriwayatkan dari Ibnu Abi Syaibah dari Sadaqah ad-Dimasyqi dari al-Wadhi’ah bin Atha, bahwa khalifah Umar bin Khathab memberi gaji guru sebesar 15 dinar (1 dinar = 4,25 gram emas) Bila harga emas 1 gramnya sebesar 900 ribu, maka gaji guru sama dengan Rp.57.375.000 setiap bulannya. Bahkan pada masa Shalahuddin al-Ayyubi, gaji guru lebih besar lagi berkisar 11-40 dinar. Sebanding dengan Rp.42-153 juta.
Jelaslah bahwa kesejahteraan rakyat tidak bisa terwujud dalam negara yang menerapkan kapitalisme. Rakyat hanya bisa sejahtera dalam sistem Islam, karena dengan aturan Allah, Dzat yang maha Sempurna serta Maha Adil, seluruh problematika hidup dapat diselesaikan dan terlaksana dengan baik dan menyeluruh. Wallahu’alam
Post a Comment