Persengketaan Agraria di Bumi Gemah Ripah Loh Jinawi


Oleh : Ummu Mumtaz
(Aktivis Dakwah)

Ada-ada saja masalah yang dihadapi masyarakat mulai dari masalah mahalnya kebutuhan hidup sampai persengketaan yang terjadi di lingkungan masyarakat, hingga masalah yang berhubungan dengan aparat.  Apakah masyarakat tidak bisa hidup tenang dan sejahtera  dalam kehidupan yang serba wah ini,  sungguh ironis. 

Sebagai fakta ada Koalisi Masyarakat Sipil melaporkan 40 petani yang disiksa dan ditangkap di Kabupaten Mukomuko Propinsi Bengkulu setelah kedapatan memanen tandan sawit di lahan sengketa. Petani beralasan panen itu karena hasil kerja kerasnya.  Namun aparat lebih berpihak pada korporasi. 

Dan setelah itu Kapolsek Mukomuko AKBP Witdiardi,  S.H., M. Si. resmi menetapkan 40 petani tersebut sebagai tersangka pelaku pencurian buah kelapa sawit dilahan konflik masyarakat dengan PT.  Daria Dharma Pratama DDP) Desa Talang Arah,  Kecamatan Air Rami,  Kabupaten Mukomuko.  ( Konferensi pers,  Jumat ( 13/05/2022 ).

Dari infonegeri.id. ( 15/05/2022 ) dijelaskan duduk perkaranya konflik agraria di Kabupaten Mukomuko Bengkulu ini. Awalnya,  lahan tersebut adalah lahan garapan masyarakat Malin Deman setempat yang ditanami padi,  kopi,  jengkol dan tanaman komoditas pangan lainnya. 

Setelah beberapa tahun lamanya lahan itu dikelola masyarakat dengan penanaman komoditas sawit,  lahan terlantar itu diklaim tahun 2005 oleh PT Daria Dharma Pratama ( DPP ) melalui keterangan akta pinjam pakai antara PT DDP dan PT BBS,  PT DPP mulai melakukan pengusiran secara paksa terhadap masyarakat yang telah menggarap lahan tersebut dengan pemaksaan ganti rugi dan melakukan tindakan represif. 

Maka pada tahun 2020 masyarakat membentuk kelompok perjuangan dengan nama PPPBS.  Pada Agustus tahun 2021, PPPBS melalui kebijakan Reforma Agraria sebagaimana diatur dalam Pepres 86/2018 tentang Reforma Agraria mengajukan usulan Redistribusi Tanah Objek Reforma Agraria  ( TORA ) dengan subjek 187 orang masyarakat dan objek lahan usulan seluas 603,87 Ha kepada Bupati Mukomuko, Kantor Pertanahan ( BPN ) Kabupaten Mukomuko,  Gubernur Bengkulu,  Kantor Wilayah BPN Propinsi Bengkulu dan Kementrian ATR/BPN.  Hingga saat ini usulan tersebut masih menunggu untuk ditindak lanjuti oleh pihak-pihak yang berwenang. 

Begitulah dalam sistem demokrasi adanya kebebasan kepada kelompok tertentu / perusahaan untuk mendapat sesuatu yang diinginkan walaupun keinginan tersebut merugikan 
masyarakat. Memang dalam sistem demokrasi selalu aja masyarakat yang menjadi korban  ketidakadilan karena penguasa lebih memihak korporasi.  Karena dalam sistem demokrasi yang menjadi asasnya yaitu dari korporasi,  oleh korporasi, untuk korporasi. Masyarakat tidak ada campur tangan sedikit pun.

Dalam sistem demokrasi kapitalis pada saat ini membuka peluang terjadinya konflik agraria karena ketidakjelasan pemilik tanah tersebut. Ditambah lagi ada mafia-mafia tanah yang tidak tersentuh hukum sehingga membuat ketimpangan penguasaan lahan semakin tajam akibatnya siapa yang bermodal dan berkuasa dialah yang menguasai lahan tersebut. 

Butuh Peran Negara

Seharusnya dalam masalah ini ada peran negara menyelesaikan konflik ini secara adil dan tidak memihak kepada korporasi yang tidak berbuat adil kepada masyarakat. 

Lalu negara dan aparat wajib berpihak pada syariat Islam dan tidak mengambil untung dari persengketaan tersebut terutama atas bantuannya terhadap rakyat dan menanyakan kepada masyarakat setempat dan juga kepada korporasi  terkait luas lahan yang mampu mereka garap dan memberikannya kepada rakyat. 

Negara akan mencegah salah satu pihak untuk mendzalimi pihak yang lain dan akan menindak jika terjadi pelanggaran hukum berupa kekerasan. 

Negara akan memberikan tanah kepada pihak lain jika tanah tersebut tidak mampu dikelola/digarap oleh kedua belah pihak karena termasuk tanah mati. 
Oleh karena itu jika tanah tersebut dimanfaatkan lagi dengan cara menanaminya maka tanah tersebut hidup,  ini berlaku secara umum baik tanah tersebut berstatus usyriyah (dikuasai negara Islam tanpa melalui peperangan) ataupun kharajiyah (ditaklukkan negara Islam melalui peperangan). Maka dalam hal ini jika ada tanah yang ditelantarkan selama tiga tahun oleh pemiliknya maka lahan tersebut berpindah hak kepemilikannya kepada orang yang menghidupkan tanah itu kembali. Dan hal tersebut menjadi ketetapan ijma sahabat setelah Umar ra. menyatakan sekaligus melaksanakannya dengan disaksikan dan didengar oleh para sahabat. 

Maka hanya dengan Islam segala permasalahan akan terselesaikan apalagi ini menyangkut segala sesuatu yang ada di bumi dan di langit termasuk tanah yang hakikatnya adalah milik Alloh semata. Sesuai firman Alloh Swt,  :

ولله ملك السموات والارض والي الله  المصير

 : "Dan kepunyaan Allohlah kerajaan langit dan bumi dan kepada Allohlah kembali ( semua makhluk ). Q. S. An Anuur [24]:42 ).

Oleh sebab itu,  kepemilikan tanah atas syariat Islam adalah hak yang ditetapkan Alloh Swt.  bagi manusia untuk memanfaatkan tanah.  Apabila seseorang tidak mampu menggarapnya dan ditelantarkannya selama tiga tahun maka negara akan mengambilnya untuk diberikan kepada orang lain / kaum muslim. 

Dengan demikian,  hanya Islam lah sebagai solusi atas segala konflik agraria   yang terjadi dan hal itu berlaku dalam negara yang menerapkan Islam,  bukan yang lain. 

Wallohu'alam bishawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post